SIGI – Masalah ketahanan pangan menjadi sangat penting, sekaligus rentan bermasalah pada situasi bencana, termasuk bencana wabah penyakit seperti Covid-19 yang hampir melanda seluruh wilayah.
Hal ini disampaikan Koordinator Konsorsium Siklus, M Shadiq, Kamis (06/08) di Sigi, Sulawesi Tengah.
“Kondisi pandemi Covid-19 ini mengancam akses terhadap makanan dan ketersediaan pangan, terlebih jika diperparah dengan semakin memburuknya pandemi itu sendiri,” ungkapnya.
Ia mengatakan, pandemi Covid-19 membawa dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali masyarakat desa. Tak hanya menyebabkan permasalahan ekonomi, tapi juga mengarah pada krisis pangan.
Sekaitan dengan hal itu, Perkumpulan IMUNITAS, KARSA institute dan SIKAP Institute yang tergabung dalam Konsorsium SIKLUS dengan dukungan NTFP-EP Indonesia melalui Program Green Livelihoods Alliance di lansekap Lariang di wilayah Kabupaten Sigi, telah menyalurkan bantuan berupa ternak (kambing dan babi), benih anakan ikan nila dan ikan mas serta bibit tanaman palawija untuk masyarakat di desa.
“Desa Namo, Lonca dan Lempelero di Kecamatan Kulawi dan Kecamatan Kulawi Selatan yang merupakan lokasi Program Green Livelihoods Alliance mendapat dukungan bantuan untuk membangun ketersediaan pangan secara mandiri,” ujar Shadiq.
Sementara itu, Direktur Non Timber Forest Product–Exchange Programme (NTFP-EP) Indonesia, Jusupta Tarigan, mengatakan, dukungan bantuan tersebut untuk memperkuat masyarakat dari dampak virus Covid-19, dalam konteks ketahanan pangan sebagai bentuk antisipasi dan mitigasi krisis pangan di masa mendatang.
Dia menambahkan, di tiga desa tersebut, sebelumnya juga memiliki kearifan lokal dalam penyediaan pangan yang mereka sebut dengan “Pampa” berupa lahan yang berbentuk kebun yang cenderung datar dan tak jauh dari pemukiman. Di dalamnya terdapat beragam jenis tanaman sayur, ubi-ubian, jagung, cabai serta tanaman penghasil bumbu dapur dan sebagainya.
Masyarakat Topo Moma dan Uma di Kecamatan Kulawi secara umum memiliki system pengelolaan ruang hidup atau wilayah kelola yang dianut secara turun temurun.
“Pembagian zonasi pengelolaan ruang hidup ini juga memberikan ruang kepada kaum perempuan Kulawi di dalam pengelolaan pangan. Ruang atau wilayah kelola yang otoritas pengelolaannya diberikan pada perempuan,” ujarnya.
Bagi perempuan Kulawi, lanjut dia, Pampa memiliki berbagai nilai, di antaranya nilai ekonomi. Pampa dianggap sebagai “supermarket sayuran” karena segala sesuatu yang menjadi kebutuhan sayuran rumah tangga tersedia tanpa mengeluarkan biaya yang besar.
Tak hanya itu, lanjut dia, ada juga nilai social. Di lokasi Pampa, kaum perempuan dapat berinterkasi satu sama lain tanpa mengenal batas status social.
“Di samping itu memiliki nilai kemandirian. Pampa menjadi tempat atau media bagi kaum perempuan untuk membuktikan dan membentuk jati diri sebagai sosok-sosok yang tangguh dan mandiri,” bebernya.
Dahulu, kata dia, ketika akan membuka sebuah lahan untuk Pampa, selalu dimulai dengan sebuah upacara adat yang dipimpin seorang Topo Gane atau tetua ada yang dianggap mampu berkomunikasi dengan Tope Hoi, sang penguasa alam semesta sehingga Pampa pun memiliki nilai-nilai spiritual di dalamnya.
Dalam pengelolaan Pampa, terdapat beberapa hal yang menjadi pantangan atau Palia yang tidak boleh dilanggar,semisal tidak boleh ada yang membawa rotan saat lahan Pampa dibuka. Hal-hal yang menjadi pantangan tersebut merupakan nilai-nilai kearifan lokal yang dipercaya, sehingga jika dilanggar maka tanaman akan terserang hama atau hasil tanaman bisa menjadi rusak atau busuk.
Selain itu, Pampa dikerjakan dengan system kerja Mome Ala Pale, sebuah system kerja bergilir yang dilakukan secara berkelompok yang mencerminkan nilai kebersamaan atau gotong royong.
“Hal ini sudah menjadi budaya perempuan Kulawi secara turun temurun. Hampir tidak kelihatan peran laki-laki di Pampa karena hamper semua pekerjaan dari membersihkan rumput, menanam tanaman, memelihara tanaman, sampai memanen, semua dikerjakan oleh kaum perempuan,” urainya.
Nilai lain yang tak kalah penting dari Pampa adalah mengajarkan nilai pendidikan sebagai media belajar non formal bagi anak-anak saat menghabiskan waktu bermain bersama ibunya, sembari diperkenalkan jenis tanaman yang ada di Pampa. (RIFAY)