PALU- Pj Pengelola Ekosistem laut dan pesisir Ahli muda Dinas Kelautan dan Provinsi Sulawesi tengah (Sulteng) Rosmawati Salasah mengatakan, dari 97 titik usaha pertambangan galian C yang aktif, pesisir Palu-Donggala sekitar 20 di antaranya memiliki dermaga atau jetty, namun hanya satu mengantongi izin reklamasi.

“Empat hingga lima lainnya baru memiliki izin dasar KKPR. Data ini menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan perusahaan terhadap peraturan reklamasi dan pemanfaatan ruang laut. Sejak terbitnya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 yang mengatur reklamasi, penerbitan izin reklamasi terbilang minim,” kata Rosmawati dalam diskusi publik mengurai masalah pesisir teluk Palu dari ancaman lingkungan dan pertambangan, di selenggarakan oleh Badan Pengurus Perkumpulan Evergreen Indonesia (PEI), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulteng, bertempat di kafe TEKO, Jalan Tanjung Dako,Kota Palu, Ahad (10/8).

Sehingga kata Rosmawati, pengawasan dan penegakan aturan menjadi krusial untuk memastikan keberlanjutan pemanfaatan ruang laut sesuai peruntukan.

Rosmawati menjelaskan, setiap pemanfaatan ruang laut wajib memiliki izin Keserasian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) atau PKPPRL untuk daerah.

“Kewajiban ini berlaku bagi seluruh pihak, termasuk pemerintah, apabila kegiatan berlangsung lebih dari 30 hari. Namun, dari sekitar 70–90 titik lokasi telah terdata di daratan, baru dua memiliki izin PKPPRL dan hanya satu perusahaan memegang izin reklamasi,” kata Rosmawati.

Rosmawati mengatakan, sebagian izin diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan juga perlu ditinjau kembali, sebab banyak masih berbentuk rekomendasi, bukan izin resmi. Masa berlaku izin atau rekomendasi dari Kementerian Perhubungan adalah lima tahun dan dapat diperpanjang, namun setelah KKPRL terbit, ketentuannya mengacu pada peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Dalam Peraturan Daerah, ditetapkan adanya sempadan pantai selebar 100–300 meter yang tidak boleh dimanfaatkan, tergantung tingkat kerawanan kawasan,” ujarnya.

Rosmawati mengatakan, peraturan tersebut juga membagi ruang laut ke dalam tiga kategori: kegiatan diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan tidak diperbolehkan. Proses permohonan izin selalu diawali dengan overlay peta untuk menilai kesesuaian lokasi, dilanjutkan dengan verifikasi lapangan untuk memeriksa keberadaan ekosistem, baik di area dermaga maupun pelabuhan dimiliki perusahaan.

“Temuan di lapangan juga mencakup adanya reklamasi tanpa izin pada beberapa titik,” katanya.

Rosmawati menuturkan, PKPPRL hanya memberikan izin lokasi, sedangkan perizinan lingkungan ditangani oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Oleh karena itu, izin lingkungan menjadi persyaratan dasar kedua setelah KKPRL.

“Setiap pemegang izin wajib melakukan perbaikan ekosistem laut di sekitar lokasi kegiatan, baik ekosistem terdampak langsung maupun yang berada di wilayah sekitar. Kewajiban ini berlaku meskipun ekosistem tersebut awalnya tidak ada, sebagai bentuk tanggung jawab pemegang izin terhadap kelestarian lingkungan,” katanya.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi tengah (Sulteng) menyebut sepanjang pesisir Palu- Donggala ada 97 IUP diterbitkan khusus pertambangan pasir dan batuan dengan luas 1700 hektare.

“97 IUP tersebut bervariasi ada eksplorasi dan ada pencadangan,” kata Taufik.

Taufik mengatakan, padahal sepanjang pesisir Palu- Donggala tersebut merupakan kawasan rawan bencana berupa banjir tanah longsor, dan setiap tahunnya konsesi tambang semakin masif.

“Parahnya kita tidak punya semacam road map bagaimana tambang ini ke depannya,” katanya.

Bahkan mengagetkan, dalam satu sesi diskusi kata Taufik, konsesi untuk kegiatan pertambangan di wilayah pesisir Palu- Donggala disiapkan sekitar 400.000 hektar khusus untuk batuan di wilayah pesisir Palu- Donggala.

“Tidak lagi menjadi skala tambang rakyat ke depannya tapi sudah menjadi skala tambang industri,”ujarnya.

Taufik menambahkan, tidak hanya bagian pesisir Palu- Donggala di sisi Timur ada perusahaaan tanbang emas Poboya, juga menjadi ancaman, diindikasi hasil pembuangan limbahnya mengalir ke tuluk Palu

“Nah, kalau melihat wilayah Teluk Palu, sebenarnya kita ini tidak dalam kondisi kondisi baik. Dan saya kira ancaman di Teluk Palu ini karena kegiatan industri ini akan cukup serius ke depannya,”tekannya.

Manager Kampanye PELA WALHI Nasional Burhanuddin La’adjim menuturkan, Indonesia negara maritim, kita punya hutan terumbu karang cukup luas, terbesar di dunia. Ada sekitar 574 spesies kita di Indonesia. Tetapi hari ini 46% itu mengalami kerusakan lahan.

“Jadi kita punya 2,5 juta hektar terumbu karang di Indonesia,” katanya.

Kemudian kata Burhanuddin , ekosistem padang lamun kita terbesar kedua setelah Australia. Kita punya 18% padang lamun di Indonesia. Sekitar 3 3 juta hektar. Dan yang terakhir ekosistem mangrove, kita punya mangrove terbesar juga di dunia, punya 3 juta hektare.

“Kelestarian dan penjagaan tersebut menjadi fokus kita ke depan.Kerusakan-kerusakan lingkungan terjadi hari ini, mendapatkan dampak adalah pesisir dan pulau-pulau kecil,” katanya.

Burhanuddin menambahkan, perda nomor 10 tahun 2017 dikeluarkan oleh pemerintah Sulawesi Tengah.
Ada sekitar 12 zonasi diantaranya, zonasi pelabuhan, zonasi mangrove, zonasi perdagangan, termasuk zonasi tambang.