Kompolnas Supervisi Kasus Persetubuhan Anak di Parimo

oleh -
(Kiri) Komisioner Kompolnas Irjen Pol (Purn) Benny Josua Mamoto dan Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat memberikan keterangan pers di Mapolda Sulteng, di Kota Palu. Selasa (13/6). Foto : IKRAM

PALU- Dalam kasus persetubuhan terhadap anak oleh 11 tersangka di Kabupaten Parigi Mautong, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melakukan supervisi terhadap penanganan kasus tersebut.

Komisioner Kompolnas Irjen Pol (Purn) Benny Josua Mamoto mengatakan, bahwa kedatangan mereka ke Polda Sulteng untuk melakukan supervisi menjadi perhatian nasional.

Benny Mamoto menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima paparan dari penyidik mengenai progres penanganan kasus tersebut.

Dia juga mengapresiasi keputusan Kapolda Sulteng untuk menarik kasus ini ke Polda Sulteng, sehingga penanganannya bisa lebih optimal.

“Kasus ini ditangani oleh unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) yang memiliki kompetensi dan jumlah personel yang lebih memadai daripada tingkat Polres,” ucap Benny Benny turut didampingi anggota Kompolnas Poengky Indarti, Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Djoko Wienartono dan Irwasda Polda Sulteng Kombes Pol Asep Ahdiyatna, di Mapolda Sulteng Jalan Soekarno Hatta, Kota Palu, Selasa (13/6).

BACA JUGA :  Jaga Netralitas, Wali Kota Palu Tegaskan Tak Libatkan ASN dan Pasang Baliho

Benny Mamoto menyampaikan apresiasi terhadap keseriusan penanganan kasus ini, terutama dalam penangkapan tiga tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

“Dalam waktu lima hari, ketiga tersangka tersebut berhasil ditangkap di Kendari, Kutai Timur, dan Tarakan. Hal ini menunjukkan kecepatan penanganan yang mungkin tidak bisa dicapai jika tingkat penanganan berada di tingkat Polres,” bebernya

Benny Mamoto menyatakan bahwa publik sangat menunggu bagaimana penanganan dan penyelesaian kasus ini. Selama proses penyidikan, penyidik perlu mendengar pendapat ahli terkait dengan pasal yang digunakan.

Menurut ahli, pasal yang digunakan dalam kasus ini adalah pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, juncto pasal 65 KUHP (Kitab undang-undang Hukum Pidana). Sanksi hukumnya lebih berat, dengan hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. dibandingkan dengan pasal sebelumnya yang disuarakan dalam pasal 285, hukuman maksimal 9 tahun.

BACA JUGA :  Akademisi UIN: Dua Tahap Krusial Pencalonan Berpotensi Pelanggaran Administrasi

“Berkas kasus ini sudah dikirimkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), sementara berkas lainnya akan menyusul besok untuk diteliti oleh JPU. Jika berkas dinilai lengkap (P-21), maka akan dilanjutkan ke tahap II,” paparnya.

Benny Mamoto menjelaskan bahwa proses pembuktian akan dilakukan di pengadilan, di mana peristiwa yang terjadi akan didengar secara detail.

Dia menekankan bahwa seringkali hal-hal yang viral di media sosial dapat berbeda dengan fakta yang terungkap di pengadilan.

BACA JUGA :  Tersangka Korupsi Dana Hibah Pilgub Sulteng Kembalikan Kerugian Negara Rp900 Juta

Komisioner Kompolnas lainnya, Poengky Indarti, menyatakan bahwa sebagai pengawas eksternal, tugas mereka adalah memastikan bahwa Polri menjalankan tugasnya secara profesional dan mandiri.

Poengky Indarti menyatakan bahwa pasal-pasal yang digunakan oleh penyidik dalam kasus ini terlihat kuat, dan ia berharap prosesnya berjalan lancar mulai dari pelimpahan ke jaksa hingga persidangan.

“Perlindungan terhadap korban kejahatan seksual terhadap anak sangat penting dan harus diutamakan.

“Semoga kasus ini memberikan keadilan kepada korban dan mencegah terulangnya kejahatan serupa di masa depan,” pungkasnya.

Reporter: Ikram/Editor: Nanang