PALU – Komisi IV DPRD Provinsi Sulawesi Tengah menggelar Rapat Kerja bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Kegiatan yang berlangsung di Ruang Baruga Lantai 3 Gedung B DPRD Sulteng, Jalan Sam Ratulangi No. 80 Palu, dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Sulteng, Hidayat Pakamundi, dan dihadiri anggota Komisi IV, antara lain Rahmawati M. Nur, Baharuddin Sapii, Abdul Rahman, Winiar Hidayat Lamakarate, dan Awaluddin.
Hadir pula perwakilan dari sejumlah OPD teknis seperti Dinas Kehutanan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Lingkungan Hidup, serta Biro Hukum Setda Provinsi Sulawesi Tengah, bersama para tenaga ahli DPRD Sulteng.
Dalam rapat tersebut, peserta membahas pasal demi pasal dari Ranperda yang akan menjadi dasar hukum bagi pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di wilayah Sulawesi Tengah.
Ketua Komisi IV DPRD Sulteng, Hidayat Pakamundi, menegaskan bahwa pembentukan perda ini merupakan bentuk komitmen DPRD dan pemerintah daerah dalam melindungi eksistensi masyarakat adat sebagai bagian integral dari identitas dan kebudayaan daerah.
“Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat posisi masyarakat adat di Provinsi Sulawesi Tengah. Kita menyadari bahwa masyarakat hukum adat memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan, nilai-nilai budaya, serta tatanan sosial yang telah menjadi bagian dari identitas daerah ini sejak lama,” ujar Hidayat.
Ia menambahkan, Komisi IV berkomitmen agar setiap pasal dalam Ranperda ini benar-benar berpihak kepada perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat, termasuk hak atas tanah, kearifan lokal, dan sistem kelembagaan adat yang masih hidup di tengah masyarakat.
“Kami tidak ingin perda ini hanya menjadi dokumen normatif, tetapi harus dapat diimplementasikan secara nyata di lapangan. Karena itu, keterlibatan pemerintah daerah, lembaga adat, dan seluruh pemangku kepentingan sangat penting agar pelaksanaannya nanti sesuai dengan semangat keadilan dan keberlanjutan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hidayat berharap agar setelah perda ini ditetapkan, masyarakat adat di Sulawesi Tengah memperoleh pengakuan sah dari negara, sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan tanpa kehilangan jati diri dan hak-hak tradisional. ***

