Kolaborasi Pembangunan Inklusif

oleh -
Rukhedi

Oleh: Rukhedi*

Di tengah ekonomi Sulawesi Tengah yang terus tumbuh sangat mengesankan, BPS Provinsi Sulawesi Tengah merilis peningkatan angka kemiskinan dari 12.33 persen pada Maret 2022 menjadi 12,41 persen pada Maret 2023. Sampai dengan semester 1-2023, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah tercatat sebesar 12.49 persen, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5.11 persen.

Terlepas dari peluang terjadinya kesalahan dalam penghitungan, angka kemiskinan yang masih jauh di atas rata-rata nasional (9.36 persen) menunjukkan anomali yang terus berlanjut. Dinamika ekonomi makro yang menggembirakan belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh sebagian masyarakat.
Di sisi lain, tentu yang diharapkan adalah inklusivitas dalam proses pembangunan. Pembangunan yang inklusif memberikan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah.


Selanjutnya, apa yang perlu dilakukan agar anomali yang terjadi tidak terus berlanjut? Memang menyelesaikan masalah ini bukanlah persoalan sederhana dan dapat dilaksanakan dalam jangka sangat pendek. Tapi setidaknya perlu segera dilakukan identifikasi permasalahan lebih mendalam dan komprehensif yang tidak mungkin bisa terjelaskan sepenuhnya dalam narasi singkat ini.


Hal krusial yang perlu dilihat dalam anomali tersebut ada pada 2 sisi, yaitu sisi pertumbuhan ekonomi dan angka kemiskinan. Bagaimana ekonomi tumbuh begitu mengesankan, sebaliknya mengapa angka kemiskinan masih menyedihkan.
Pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah dalam 10 tahun terakhir didorong oleh masuknya tera investasi yang terus meningkat secara signifikan. Pada tahun 2022 saja, realisasi investasi mencapai lebih dari 111 triliun rupiah. Besarnya realisasi investasi telah mengakselerasi eksploitasi sumber daya alam sekaligus meningkatkan produk industri yang bernilai ekspor. Secara agregat, nilai ekspor Sulawesi Tengah naik signifikan dari 12.14 miliar USD pada tahun 2021 menjadi 19.02 miliar USD pada tahun 2022.

Tetapi, di balik perekonomian Sulawesi Tengah yang tumbuh agresif terdapat fakta adanya ketimpangan yang ekstrim. Secara spasial, ketimpangan kue ekonomi antar wilayah semakin melaju tak terkendali. Dengan menggunakan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), ketimpangan ekonomi dapat diukur dengan menggunakan indeks WIlliamson. Indeks WIlliamson Sulawesi Tengah meningkat tajam dari 0.86 pada tahun 2018 menjadi 1,52 pada tahun 2022 yang menunjukkan ketimpangan yang ekstrim antar wilayah.

Selain itu, pergeseran sektor ekonomi yang sangat cepat tidak dapat diiringi dengan respon yang sama dari sisi ketenagakerjaan. Sektor industri yang semakin mendominasi dengan karakteristik padat modal dan tenaga kerja lebih terdidik, tidak dapat serta merta menyerap tenaga kerja yang masih mendominasi sektor pertanian. Yang lebih mengkhawatirkan adalah kecenderungan penurunan tingkat pendidikan laki-laki. Persentase laki-laki dengan pendidikan minimal SMA dalam 3 tahun terakhir turun dari 39,75 persen pada tahun 2020 menjadi 36,58 persen pada tahun 2022.

Sedangkan dari sisi kemiskinan, meskipun dalam satu dekade mempunyai kecenderungan turun, tapi sejak September 2021 persentase dan jumlah penduduk miskin cenderung naik. Persentase kemiskinan pada September 2021 sebesar 12.18 persen (381.21 ribu jiwa) naik menjadi 12.41 persen (395.66 ribu jiwa) pada Maret 2023.

Jika dianalisis lebih dalam, peningkatan angka kemiskinan yang tinggi terjadi di wilayah perdesaan. Angka kemiskinan perdesaan naik 0.38 poin dari 13.71 persen pada September 2021 menjadi 14.09 persen pada Maret 2022. Sedangkan angka kemiskinan perkotaan pada periode tersebut naik 0.08 poin dari 8.82 persen menjadi 8.90 persen. Penduduk di perdesaan dengan basis usaha di sektor pertanian cenderung lambat dalam meningkatkan pendapatan di bawah tekanan kenaikan harga (inflasi) yang lebih sulit dikendalikan.

Dengan melihat kedua sisi tersebut, setidaknya ada gambaran tentang upaya yang perlu dilakukan semua pihak. Di antara upaya yang perlu dilakukan adalah menurunkan ketimpangan ekonomi baik secara spasial maupun sektoral dengan mendorong penciptaan sinergi antar daerah dan antar sektor usaha.

Upaya tersebut membutuhkan kolaborasi, kemitraan, jaringan kerja, serta sinergi kebijakan agar semua lapisan bisa berkontribusi. Di tengah investasi yang diperkirakan masih akan terus berlanjut dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerintah perlu menciptakan kanal-kanal penghubung agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya didorong sektor dan daerah tertentu saja. Masyarakat di seluruh kabupaten/kota juga perlu diberikan akses yang sama ke semua aktivitas ekonomi, kesejahteraan dan pelayanan publik.

Implementasinya, selain terus mengupayakan hilirisasi di sektor industri, infrastruktur kanal-kanal penghubung yang dibangun diharapkan mampu menjadi katalis untuk mendorong pembangunan yang inklusif. Infrastruktur yang dimaksud tentu bukan sekedar prasarana dalam bentuk fisik, tetapi juga program-program pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan keseimbangan pembangunan antar sektor ekonomi, antar daerah, serta antara perkotaan dan perdesaan.

Di sektor pertanian -termasuk peternakan dan perikanan- misalnya, kawasan tengah dan barat Sulawesi Tengah perlu terus dikembangkan untuk menciptakan keseimbangan dengan pesatnya pertumbuhan sektor pertambangan dan industri di kawasan timur. Terlebih, pembangunan ibu kota negara di Kalimantan akan semakin meneguhkan pentingnya pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor untuk menyangga permintaan ibu kota baru.

Pada akhirnya, angka pertumbuhan ekonomi yang mengesankan diharapkan bukan hanya sekedar angka yang mengagumkan, tapi benar-benar berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tengah.

*) Penulis adalah Statistisi BPS Provinsi Sulawesi Tengah