BUOL-. Fatrisia Ain salah satu keluarga penyitas dan perempuan pembela Hak Asasi Manusia (HAM), diundang oleh pihak Polda Sulteng untuk dimintai wawancara terkait laporan PT. HIP atas mereka. Mereka dilaporkan atas pendudukan lahan, dan penghasutan untuk menghentikan kegiatan operasional perkebunan sawit.
Fatrisia Ain menjalani pemeriksaan untuk dimintai klarifikasi oleh Penyidik dari Unit Tipidter Polda Sulawesi Tengah sejak pukul 13.00 WITA sampai dengan 17.00 WITA, Sabtu (16/3), dan dilanjutkan Ahad (17/3). Selain itu polisi berencana memeriksa pemilik lahan plasma lainnya, Seniwati.
Fatrisia Ain menyampaikan, dia menghadiri undangan penyidik dengan harapan memberikan informasi seterang-terangnya terkait masalah plasma tersebut. Olehnya dia berharap penyidik bertindak obyektif.
Dia juga berkehendak para pihak termasuk pihak Kepolisian, bisa membantu penyelesaian masalah dan memastikan hak-hak para petani pemilik lahan didapatkan sebagaimana perjanjian kerjasama dan tujuan kemitraan inti-plasma. Terlebih hal tersebut adalah program pemerintah.
Selain Itu Fatrisia memohon Pihak PT. HIP mengedepankan penyelesaian untuk kebaikan semua pihak, dan tidak menempuh cara-cara seperti sekarang. Para petani menunggu PT. HIP untuk bermusyawarah secara adil dan transparan dalam penyelesaian masalah.
Sekadar diketahui Pelaporan PT. HIP tersebut berkaitan dengan adanya tuntutan para petani pemilik lahan plasma, karena sudah puluhan tahun bermitra tidak mendapatkan bagi hasil. Sebaliknya PT. HIP memberikan beban utang hingga Rp 590 miliar rupiah, termasuk dua koperasi yang sudah lunas utang kredit Bank.
Pelaporan PT. HIP berkaitan adanya aksi penghentian sementara operasional kebun plasma oleh para pemilik lahan sejak 8 Januari 2024 lalu, yakni di lahan koperasi tani plasma Awal Baru, beralamat di Desa Balau dan Desa Maniala Kecamatan Tiloan, plasma Bukit Pionoto beralamat di Desa Jatimulya dan Desa Soraya, plasma Amanah beralamat di Desa Winangun dan Desa Moyong, Kecamatan Bukal dan plasma Plasa beralamat di Desa Panibul Kecamatan Momunu, seluruhnya berada di kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Untuk diketahui, keputusan para pemilik lahan plasma mengehentikan operasional kebun lantaran berbagai upaya perjuangan para petani untuk mendapat hak tidak mendapatkan hasil.
Mulai dari laporan ke DPRD kabupaten Buol meski telah membentuk PANSUS tetapi tidak menghasilkan rekomendasi padahal menemukan masalah.
Begitu juga dengan Pembentukan TIM oleh Pj. Bupati Buol, belum ada penyelesaian.
Sementara saat ini sedang digelar Sidang di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), setelah surat peringatan ke tiga perintah perbaikan diabaikan oleh Pihak PT. HIP.
Pelaporan PT. HIP adalah upaya kriminalisasi untuk menghentikan perjuangan petani sebagaimana pernah dilakukan pada tahun 2021 lalu yang mengajibatkan 5 orang petani dipenjarakan.
Konflik antara petani pemilik lahan plasma dengan PT. HIP adalah masalah kemitraan, pembangunan kebun oleh PT. HIP tidak sesuai dengan UU UMKM dengan prinsip Keterbukaan, kesetaraan dan saling menguntungkan. Namun praktik sebaliknya, kemitraan telah merugikan petani pemilik lahan.
Reporter. :**/IKRAM