PALU – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sulawesi Tengah menyatakan penolakan keras terhadap pernyataan dan narasi yang disampaikan oleh Satuan Tugas BSH melalui media sosial. Narasi tersebut dinilai berpotensi menjadi upaya pembungkaman, intervensi, serta pengendalian subjektif terhadap kerja jurnalistik.

Dalam pernyataan sikap bersama yang dirilis di Palu, Senin (29/12/2025), KKJ Sulawesi Tengah menilai sikap Satgas BSH telah melampaui kewenangan, mencampuradukkan ranah jurnalistik dengan penegakan hukum, serta mengancam prinsip kemerdekaan pers yang dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Tidak ada lembaga di luar Dewan Pers yang berwenang menilai, menghakimi, apalagi mengancam karya jurnalistik,” tegas KKJ Sulawesi Tengah dalam pernyataannya.

KKJ menegaskan bahwa karya jurnalistik tidak dapat dipidanakan dan setiap sengketa pemberitaan wajib diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers, yakni hak jawab, hak koreksi, serta penilaian Dewan Pers.

Pelabelan karya jurnalistik sebagai “gangguan informasi”, malinformasi, atau istilah sejenis tanpa penilaian Dewan Pers dinilai sebagai bentuk delegitimasi pers dan bertentangan dengan prinsip negara demokratis.

Selain itu, KKJ juga menilai pencantuman ancaman rekomendasi penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terhadap pemberitaan media sebagai bentuk intimidasi terselubung. Sikap tersebut disebut bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Konstitusi serta Nota Kesepahaman antara Polri dan Dewan Pers.

KKJ Sulawesi Tengah menolak segala bentuk kontra-narasi yang bertujuan menekan, mengarahkan, atau mengendalikan isi pemberitaan media. Klarifikasi, menurut KKJ, boleh dilakukan, namun tidak boleh disertai ancaman hukum maupun narasi yang menyudutkan media.

“Kritik masyarakat yang dimuat media massa merupakan bagian dari fungsi pers sebagai pilar demokrasi. Pejabat publik tidak boleh antikritik dan harus merespons pemberitaan secara dewasa, transparan, dan akuntabel,” bunyi pernyataan tersebut.

KKJ juga menyoroti keterlibatan Satgas BSH, sebagai lembaga bentukan Gubernur Sulawesi Tengah, dalam melakukan klarifikasi terbuka terhadap produk jurnalistik. Tindakan tersebut dinilai keliru, berlebihan, dan tumpang tindih kewenangan. Klarifikasi atas pemberitaan, menurut KKJ, merupakan kewenangan pejabat terkait secara pribadi atau juru bicara resmi, bukan tugas satuan tugas.

Penyebaran klarifikasi melalui media sosial yang menyudutkan media tertentu dinilai berbahaya karena berpotensi menggiring opini publik untuk tidak mempercayai pers, memicu sentimen kebencian, serta membuka ruang intimidasi terhadap jurnalis.

“KKJ Sulawesi Tengah menilai Satgas BSH berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam kritik dan dijadikan tameng politik penguasa,” tegas pernyataan tersebut.

Atas dasar itu, KKJ Sulawesi Tengah mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk menghentikan segala bentuk intervensi terhadap kerja jurnalistik, menghormati mekanisme penyelesaian sengketa pers melalui Dewan Pers, serta menjamin tidak adanya intimidasi, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap media dan jurnalis di Sulawesi Tengah.

KKJ menegaskan akan melawan secara konstitusional setiap upaya yang merusak kemerdekaan pers dan mengancam hak publik atas informasi yang benar.

Pernyataan sikap tersebut ditandatangani Koordinator KKJ Sulawesi Tengah, Mohammad Arief. KKJ Sulawesi Tengah merupakan inisiatif masyarakat sipil dan organisasi profesi jurnalis yang berfokus pada advokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis, sengketa ketenagakerjaan, serta perjuangan kemerdekaan pers.

Anggotanya terdiri dari LPS-HAM Sulteng, LBH JATAM Sulteng, LBH APIK Sulteng, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Tengah, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tengah, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulawesi Tengah.***