Mereka merayap di dalam lubang yang gelap dan sempit seukuran tubuh pria dewasa. Sudah banyak di antaranya yang tewas tertimbun.
Berulang kali peristiwa merenggut nyawa terjadi di lokasi Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Penambang tewas akibat kecelakaan kerja seolah jadi hal biasa di areal tambang ilegal. Tertimbun galian saat berada di dalam lubang hingga tertimpa batu.
Wartawan mencatat sejumlah peristiwa tragis yang menimpa para penambang di kawasan PETI. Pada akhir Agustus 2023, seorang penambang emas tewas dan dua luka-luka akibat longsor di lokasi tambang Poboya Vatutempa, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu.
Sebelumnya pada Agustus 2022, tiga penambang emas di Poboya juga tertimbun longsor, satu di antaranya meninggal dunia dan dua lainnya terluka.
Deretan peristiwa itu tidak menjadi alasan penambang untuk berhenti beraktivitas.
“Rasa takut tetap ada, tapi demi untuk keluarga tetap saja dilakukan, tinggal berhati-hati saja,” ungkap Om Dara, salah satu penambang emas di Poboya, Rabu 2 Oktober 2024.
Aktivitas pertambangan emas tanpa izin di Kelurahan Poboya sangat berisiko mengancam nyawa. Para pekerja yang melakukan penambangan tidak dilengkapi peralatan menambang yang memenuhi standar.
Berdasarkan keterangan salah satu penambang, ia dan beberapa rekannya hanya berbekal senter, palu, dan pahat beton saat memasuki lubang yang gelap dan sempit seukuran tubuh pria dewasa dengan cara merayap. Tidak alat pelindung diri yang digunakan.
“Orang bekerja di tambang itu harus membawa betel (pahat beton) dan palu untuk dipakai memecahkan batu. Pengalaman saya masuk lubang yang dinamakan lubang tikus atau lubang yang hanya bisa masuk dengan cara merayap. Bahaya yang kita dapatkan selama menambang kadang lubang runtuh atau ada batu besar yang jatuh, itu semua bisa membahayakan nyawa kami kapan saja,” jelas Dara kepada wartawan.
Ia mengakui, kecelakaan kerja di lokasi tambang terjadi hampir setiap tahun, bahkan sampai meninggal dunia.
“Pernah saya melihat orang tertimbun, disebabkan lubang runtuh dan ada satu orang tertimbun karena tidak sempat keluar,” ungkapnya.
Alih-alih jera dengan hal itu, aktivitas mencari batu emas tetap dilakukan. Keuntungan yang cukup menjanjikan membuat warga tergiur untuk melakukan penambangan, meski nyawa jadi taruhan.
Namun tidak jarang, mereka juga merugi karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari hasil yang didapatkan.
“Pendapatan kita di tambang itu tidak menentu, kalau kita dapat rep atau batu yang isi bagus dalam satu hari itu hasilnya bisa sampai Rp1 juta,” ungkap Dara.
Selain Om Dara, ada juga Papa Susi yang pernah menambang emas secara tradisional di Poboya. Menurut pria yang kini alih profesi jadi petani, penambang masuk ke dalam lubang-lubang sempit. Di kedalaman hingga puluhan meter itu, hanya mengandalkan pipa blower untuk menyuplai oksigen.
Pertambangan tanpa izin bukan hanya di Poboya Palu, namun juga di beberapa daerah lainnya di Sulawesi Tengah. Data yang dihimpun wartawan, kegiatan PETI di wilayah Sulteng meliputi Kayuboko, Buranga, Kabupaten Parigi Moutong, di Kabupaten Buol.
Khusus di wilayah kontrak karya PT CPM, wartawan mendapatkan data sekitar 10 pemilik lahan PETI di bantaran sungai dengan jumlah lubang sebanyak 13, di dalamnya terdapat kurang lebih 100 pekerja.
Selanjutnya, ada kepemilikan 3 lubang pribadi kurang lebih 60 penambang, dan 9 pemilik lahan dengan 10 lubang di Vavolapo yang beranggotakan 50 pekerja.
Koordinator Eksekutif Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng), Moh Taufik mengusulkan kepada pemerintah provinsi untuk mengajukan ke pemerintah pusat izin tambang rakyat, khususnya di Poboya.
“Pemerintah dapat menetapkan lokasi tambang rakyat sehingga penambang tidak menambang di lokasi yang membahayakan,” kata Taufik pada sebuah acara diskusi di Palu, Agustus 2024 lalu.
Taufik mengatakan, masyarakat sekitar Poboya bermata pencaharian sebagai penambang. Karena itu, perlu ditetapkan lokasi tambang rakyat yang layak sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan dan tidak membahayakan penambang.
Penambangan emas ilegal di Kota Palu bisa memicu konflik sosial, dampak buruk lingkungan, hingga masalah perekonomian. Karena itu, salah satu solusinya adalah pemerintah menetapkan lokasi tamgbang rakyat.
Sementara itu, Kabag Ops Polresta Palu, Kompol Romy S Gafur mengatakan mendukung penertiban tambang dan sedang mengupayakan penertiban tambang di Poboya dan sekitarnya secara bertahap.
“Saat ini kami sedang melakukan sosialisasi, tujuannya memberikan waktu untuk para penambang agar dengan kesadarannya tanpa kami bongkar tenda dan alat-alatnya, selain sosialisasi kami juga memberitahukan undang-undangnya tentang pertambangan dan pengelolaan lingkungan hidup,” ungkap Kompol Romy. *
Tulisan ini Bagian dari Program Kolaborasi Liputan Jurnalis Kota Palu yang Tergabung dalam Komunitas Roemah Jurnalis