DI KOTA sibuk Palu, Nur Awaliah Maharani, seorang dokter estetika berbakat di FR Beauty Clinic, telah berhasil menciptakan suatu bidang unik bagi dirinya sebagai seorang profesional medis dan penulis produktif. Keberhasilannya yang terbaru, buku anak “Pomore Kada (Permainan Kaki),” mencerminkan bukan hanya semangatnya dalam bercerita, tetapi juga komitmennya dalam melestarikan budaya lokal melalui penggunaan bahasa Kaili, bahasa daerah di Sulawesi Tengah.
Nur Awaliah Maharani, bisa dibilang berperan ganda sebagai praktisi medis dan penulis ulung, memulai perjalanan literernya pada tahun 2009. Meskipun menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran, dia terus memberi dorongan pada semangat kreatifnya, yang menghasilkan publikasi 80 puisi dan 15 cerpen yang dimuat di berbagai media cetak di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
Pemilihan judul “Pomore Kada (Permainan Kaki)” adalah keputusan yang disengaja bagi Nur Awaliah Maharani, yang mengekspresikan kekhawatirannya terhadap menurunnya popularitas permainan tradisional di kalangan generasi muda saat ini. Dalam wawancara baru-baru ini, dia menekankan pentingnya menghidupkan kembali kegiatan budaya tersebut di tengah maraknya gadget digital dan permainan modern.
“Kenapa saya memilih judul Pomore kada (permainan kaki)? Karena sudah tidak pernah ada yang mainkan ini permainan, sudah banyak anak-anak yang lebih banyak main gadget, dan permainan lain yang lain,” ungkapnya.
Sambil tetap menjalankan peran sebagai dokter estetika, Nur Awaliah Maharani juga memeluk tanggung jawab untuk menjadi mentor bagi para penulis muda. Meskipun dihadapkan pada tantangan menjalankan dua profesi yang berbeda, semangatnya untuk menulis terus berkobar, tertanam dalam dirinya.
Buku “Pomore Kada (Permainan Kaki)” merupakan bagian dari inisiatif yang lebih besar yang dipimpin oleh Balai Bahasa Provinsi Sulteng, di mana 32 penulis buku anak berbakat menjalani pelatihan khusus selama tiga bulan. Seperti yang diungkapkan Asrif, Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulteng, para penulis ini memiliki kemampuan luar biasa dalam bahasa regional dan nasional, mencerminkan komitmen untuk membina bakat sastra lokal dan mempromosikan multibahasa.
“Para penulis mampu berbahasa daerah dengan fasih yang kemudian mereka terjemahan kan kembali ke bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan menumbuhkan para penulis lokal berbahasa daerah agar karya-karya tulisan di wilayah Sulteng ini tidak semata dalam bahasa Indonesia tetapi juga dalam bahasa daerah,” ungkap Asrif.
Rilis buku “Pomore Kada (Permainan Kaki)” tidak hanya merayakan identitas ganda Nur Awaliah Maharani sebagai dokter dan penulis, tetapi juga memberikan kontribusi pada tujuan lebih luas untuk meningkatkan literasi di Sulawesi Tengah. Buku ini menjadi bukti kekuatan bercerita dalam melestarikan warisan budaya dan menginspirasi generasi muda untuk merangkul akar mereka sambil menjelajahi dunia modern.
Reporter: IRMA
Editor: NANANG