Kinerja Daya Saing Sumber Daya Manusia Sulawesi Tengah

oleh -
Moh. Ahlis Djirimu

Sesuai Data Statistik Kesejahteraan Rakyat Sulteng Tahun 2018 (BPS, 2019), dari empat indicator kesehatan &l ingkungan, 31,44 persen penduduk Sulteng mengalami keluhan kesehatan atau angka morbiditas.

Selain itu, rumah tangga yang tidak memiliki fasilitasi buang air besar (BAB) mencapai 23,10 persen dengan persentase terbanyak di Kabupaten Parigi Moutong mencapai 38,09 persen.

Selanjutnya, 86,26 persen Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kabupaten Parigi Moutong, lalu 35,28 persen Rumah Tangga di Kabupaten Donggala dan 37,87 persen Rumah Tangga di Kabupaten Sigi juga tidak memiliki fasilitas BAB.

Selanjutnya, rumah tangga yang menggunakan air tidak bersih di Sulteng masih mencapai 27,81 persen.

Dari jumlah tersebut, persentase terbesar berada di Kabupaten Sigi mencapai 47,56 persen, diikuti oleh Kabupaten Donggala sebesar 43,65persen dan Kabupaten Parigi Moutong sebesar40,91 persen.

Selainitu, kita patut bersyukur karena rumah tangga yang memiliki rumah berlantai tanah, tinggal 2,89 persen dari total rumah tangga di Sulteng.

Masalah kesehatan di atas menimbulkan masalah baru yakni adanya fenomena Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan Malnutrisi dari total bayi lahir saat itu sebanyak 62.707 jiwa.

Pada Tahun 2019, BBLR di Sulteng mencapai 1.278 jiwa dengan proporsi terbanyak berada di Kabupaten Tolitoli mencapai 144 jiwa sedangkan Malnutrisi atau Gizi Kurang mencapai 15.422 jiwa atau 24,59 persen dengan proporsi terbanyak 2.998 di Kabupaten Donggala (BPS, Sulteng Dalam Angka Tahun 2019).

BACA JUGA :  DPRD Kota Palu Gelar Rapat Paripurna Bahas Jawaban Wali Kota atas Raperda Perubahan APBD 2024

Data Elektronik Pemantauan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (Dinkes Provinsi Sulteng; e-PPGBM Agustus 2020) menunjukkan terdapat 133.490 jiwa balita terdata.

Dari jumlah tersebut, 23.335 balita menderita stunting atau proporsinya mencapai 17,48persen.

Angka di atas masih cukup tinggi bagi kita mengingat, balita inilah yang seharusnya produktivitas tinggi sehingga mendorong kenaikan daya saing Sulteng pada dua decade mendatang.

Stunting terbanyak berada di Kabupaten Donggala mencapai 4.547 balita atau proporsinya mencapai 29,18 persen. Angka itu diikuti oleh stunting Kabupaten Sigi masing-masing mencapai 2.823 jiwa balita atau 20,47 persen dan Kabupaten Banggai mencapai 2.951 jiwa balita atau 16,84 persen.

Sedangkan stunting di Banggai Kepulauan sebesar 1.095 balita atau proporsinya 23,05 persen. Di Kabupaten Banggai Laut, angka stunting mencapai 839 balita atau 15,79 persen.

Kasus stunting di kedua kabupaten kepulauan ini sepatutunya cepat diatasi bila penduduk menyadari protein ikan sebagai asupan gizi otak. Kita patut menghargai usaha Dinkes Provinsi dan Dinkes 13 kabupaten/kota ini melakukan surveilens. Jika perlu ditradisikan sehingga setiap tahun kita disuguhi data teraktual sehingga menjadi dasar kebijakan membangun sumber daya manusia Sulteng.

BACA JUGA :  Bawaslu Parimo Catat Tiga Poin Hasil Pengawasan dalam Debat Publik Pikada

Penanganan stunting hendaknyad ilakukan terpadu. Stunting dilakukan sebagai program unggulan inovasi daerah dan kegiatan lintas perangkat daerah mulai dari hulu adalah Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A), Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perikanan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas PUPR, Dinas Perkimtan, Dinas Sosial, serta di hilir adalah Dinas Kesehatan serta Bappeda.

Rencana aksi bersama ini dapat disusun bersama difasilitasi oleh Bappeda dan Litbang baik provinsi maupun 13 kabupaten/kota.

Adanya pola piker keliru apabila stunting menjadi semata-mata urusan Dinkes padahal ada potensi masalah di sisi hulu yakni rumah tangga, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, PMD sampai dengan hilir Dinas Kesehatan.

Di samping itu, beberapa perangkat dinas lain dapat terlibat baik vertikal, organisasi masyarakat sipil di kabupaten dan kecamatan, maupun di akar rumput. Beberapa Perangkat Daerah Provinsi Sulteng yang selama ini lebih fokus pada studi maupun penyusunan dokumen kajian seharusnya mengubah paradigmanya dari focus studi dan kajian menuju pada advokasi maupun pendampingan dalam“pola asuh dan pola asah”.

BACA JUGA :  Rusdy Mastura Ajak Masyarakat Wujudkan Petani Milenial di Periode Kedua

Usaha Dinkes bersama perangkat daerah lain di Provinsi Sulteng menangani stunting pada kabupaten yang stuntingnya secara absolute tinggi seperti Kabupaten Donggala, Banggai, Sigi dan Parigi Moutong sepatutnya diikuti juga oleh perangkat daerah di kabupaten tersebut.

Fokus utamanya adalah menyusun dan mengimplementasikan Kerangka Ketahanan Pangan bagi Pencapaian SDM berkualitas dan Berdaya Saing melalui, pertama, Penguatan Sistem Pangan baik Ketersediaan, Akses dan Pemanfaatan pangan.

Kedua, Penguatan Status Gizi dan Kesehatan Remaja dan Dewasa melalui “Pola Asuh dan Pola Asah” bagi dimensi kesehatan dan pendidikan masyarakat.

Ketiga, dalam jangka pendek  dan jangka panjang, melakukan intervensi spesifik oleh perangkat daerah tehnis kesehatan sendiri maupun intervensi sensitif oleh perangkat daerah pendukung. Hasil yang diharapkan adalah adanya perubahan paradigmanya perangkat daerah dalam melayani mayarakat dari “sama-sama bekerja menjadi bekerja bersama-sama” sehingga tercipta sinergitas kebijakan Pemerintah Provinsi Sulteng dan Kabupaten/Kota se Sulteng berbasis kebijakan berbasis bukti dan berbasis akuntabilitas tata kelola pemerintahan.

Inilah yang disebut sebagai daya saing berbasis kolaboratif menghasilkan inovasi.

*Penulis adala Staf Pengajar Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan FEB-Untad