Dua hari lagi, tepatnya Ahad tanggal 7 Tahun 2024 Masehi, kita, khususnya umat Islam akan bertemu Bulan Muharram.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini disebut oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (SAW) sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Lantaran itulah bulan ini memilki keutamaan yang sangat besar.
Di zaman dahulu sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW, bulan ini bukanlah dinamakan bulan Al-Muharram, tetapi dinamakan bulan Shafar Al-Awwal, sedangkan bulan Shafar dinamakan Shafar Ats-Tsani. Setelah datangnya Islam kemudian Bulan ini dinamakan Al-Muharram.
Al-Muharram di dalam bahasa Arab artinya adalah waktu yang diharamkan. Untuk apa? Untuk menzalimi diri-diri kita dan berbuat dosa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu di keempat bulan itu” (QS At-Taubah: 36)
Menurut Ibnu Abbas, Allah SWT memang mengkhususkan empat bulan sebagai bulan haram (bulan yang dimuliakan). Sebab, jika berbuat dosa pada bulan-bulan tersebut, dosanya akan lebih besar dibandingkan bulan yang lain. Begitu juga sebaliknya, bila berbuat amal saleh, ganjaran kebaikan akan diperoleh dengan pahala yang berlipat-lipat.
Poin tersebut menjadi keutamaan bulan haram, yakni dilipatgandakan ganjaran bagi seorang Muslim yang mengerjakan amal saleh. Sehingga dia akan senantiasa berada di tengah-tengah amalan.
Adapun amalan utama yang biasa dilakukan pada bulan haram, misalnya, pada 10 hari awal Dzulhijah, umat dianjurkan untuk melakukan amalan sebanyak-banyaknya dan tidak terpaku pada sebuah amalan saja. Seperti, shalat, sedekah, membaca Alquran, dan amalan saleh lainnya.
Selain itu, pada bulan Muharam (Asy Syura), umat juga dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunah.
Seperti Rasulullah SAW pernah bersabda ketika ditanya oleh seorang sahabatnya tentang shalat, apakah yang lebih utama setelah shalat fardu? Rasulullah menjawab, shalat qiyamulail. Kemudian, sang sahabat bertanya lagi, puasa apa yang paling utama setelah puasa Ramadan? Rasulullah menjawab puasa pada bulan Allah yang diberi nama Muharram.
Sedangkan Dzulkaidah, masyarakat Arab sangat menghormati bulan ini. Di zaman jahiliyah, Dzulkaidah merupakan waktu yang tepat untk berdagang dan memamerkan syair-syair mereka.
Mereka mengadakan pasar-pasar tertentu untuk menggelar pertunjukan pamer syair, pamer kehormatan suku dan golongan, sambil berdagang di sekitar Makkah. Selanjutnya, mereka melaksanakan ibadah haji.
Sedangkan Rajab, walaupun masuk bulan haram (suci), tidak ada kelebihan yang menonjol padanya. Kendati berpuasa pada bulan tersebut, masih samar keutamaan amalannya.
Seperti Ibnu Hajar berkata, tidak ada hadis sahih yang dipakai sebagai alasan mengenai keutamaan bulan Rajab dan keutamaan berpuasa padanya. Tidak pula mengenai kelebihan berpuasa pada hari-hari tertentu di dalamnya atau berjaga-jaga (shalat) pada malam harinya.
Keutamaan puasa Asyura’ yaitu akan menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya, sebagaimana yang tersebut di dalam hadist Abu Qatadah ra, bahwasanya seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang puasa ‘Asyura’, maka Rasulullah saw menjawab: “Saya berharap dari Allah Subhanahu Wata’ala agar menghapus dosa-dosa selama satu tahun sebelumnya. “(HR. Muslim)
Dosa-dosa yang dihapus disini adalah dosa-dosa kecil saja. Adapun dosa-dosa besar, maka seorang muslim harus bertaubat dengan taubat nasuha, jika ingin diampuni oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)