OLEH: Muhammad Ragil Hasan*
Keturunan merupakan suatu karunia yang sangat besar di berikan oleh Allah SWT kepada para hambanya, setiap keluarga tentunya sangat ingin memiliki keturunan yang akan menghiasi hari-hari mereka kelak, mereka akan bangga apabila memiliki keturunan karena akan ada yang meneruskan dan menyambung kehidupan mereka.
Akan tetapi, tidak semua keluarga akan di berikan oleh Allah SWT keturunan yang akan menyambung kehidupan mereka, ada yang diberikan keturunan akan tetapi, kehidupamya di dunia tidak berlangsung lama, Itulah yang terjadi kepada Nabi Muhammad SAW.
Nabi SAW sudah sangat lama menanti akan adanya keturunan yang akan menghiasi kehidupan keluarga beliau, setelah meninggalnya kedua putra beliau Qasim dan Abdullah yang meninggal ketika masih belum baligh itu membuat Nabi SAW sangat kesepian dalam kehidupanya, di tambah lagi anak perempuanya yang sudah menikah dan harus mengikuti suami mereka.
Nabi SAW juga tidak bisa mengharapkan kepada para istrinya yang lain yang mana para istrinya kebanyakan adalah janda yang sudah tua, terkecuali ‘Aisyah yang pada saat itu masih berumur belasan tahun. (DR. Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Muhammad SAW: 189)
Penantian panjang tersebut akhirnya di jawab oleh Allah SWT, melalui seorang hamba sahaya yang bernamaMariya al-Qibthiyah Allah SWT memberikan keturunan kepada Nabi SAW, di kabarkan bahwa mariya sedang mengandung seorang anak, hal ini membuat hati Nabi SAW sangat senanga dan terus mengucap puji syukur kepada Allah SWTyang telah menjawab penantian panjangnya.
Mariya adalah seorang hamba sahaya yang di berikan oleh raja Muqauqis dari mesir kepada Nabi SAW, Mariya merupakan wanita cantik dan berkulit putih, ia dulunya beragama Kristen Koptik, akan tetapi kemudian Mariya merasa tertarik dengan keindahan akhlak dan ajaran islam yang di tunjukan oleh Hathib bin Abu Balta’ah r.a orang kepercayaan Nabi SAW, atas ketertarikannya tersebut Mariya masuk islam yang di saksikan Hathib. (Nurul ‘Aina, Belahan Jiwa Muhammad SAW: 254)
Sesampainya Mariya di Madinah ia pun langsung di berikan kepada Nabi SAW, oleh beliau Mariya di tempatkan di suatu tempat yang di namakan ‘Aliya(sekarang di namakan Masyrabah Ummu Ibrahim), yang berada jauh dari rumah istri Nabi yang lain.
Setelah beberapa bulan lamanya Nabi SAW menunggu kelahiran anaknya, tepatnya pada bulan Dzulhijja tahun 8 hijriya lahirlah seorang anak laki-laki, Nabi SAW pun bertambah senang kerena yang lahir adalah seorang anak laki-laki yang selama ini sangat ia tunggu kehadirannya.
Anak tersebut di beri nama sama seperti nama kakek buyutnya yaitu Ibrahim, dengan pemberian nama ini Nabi SAW berharap kelak anaknya akan menjadi orang yang berpengaruh di tengah masyarakat, dan mempunyai umur yang panjang seperti sang kakek.Mulai saat itu pulalah Mariya yang dulunya hanya seorang hamba sahaya, naik derajatnya menjadi istri Nabi SAW. (DR. Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Muhammad SAW: 190)
Saking bahagia dan senangnya hati Nabi SAW,beliau pun memberikan hamba sahaya kepada Abu Rafi’ yang telah membawa kabar gembira tersebut, tak lupa beliau pun menyedekahkan hartanya sesuai ukuran setiap lembar rambut Ibrahim kepada setiap fakir miskin dan untuk penyusuan Ibrahim diberikan kepada Ummu Saif di sertai tujuh ekor kambing untuk di manfaatkan susunya untuk keperluan Ibrahim. (Nurul ‘Aina, Belahan Jiwa Muhammad SAW: 256)
Hampir setiap hari Nabi SAW datang ke ‘Aliya untuk hanya sekedar melihat Ibrahim, ia sangat gembira melihat senyum bayinya tersebut, di tambah senangnya lagi melihat pertumbuhan dan perkembangan yang di tampakkan oleh anaknya tersebut. Sehingga membuat istri-istri Nabi yang lain merasa cemburu karena tidak dapat memperoleh seorang keturunan pun.
Pada suatu hari Nabi SAW dengan gembiranya datang ke rumah ‘Aisyah sambil menggendong Ibrahim, di panggillah ‘Aisyah untuk melihat Ibrahim, Nabi berkata kepada ‘Aisyah “Betapa banyaknya persamanku dan putraku ini”, ‘Aisyah pun berkata dengan rasa cemburu “Aku tidak melihat sedikitpun persamaan antara kalian berdua”, (Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad: 492)
‘Aisyah melihat betapa besar kegembiraan Nabi SAW melihat pertumbuhan Ibrahim, membuat ‘Aisyah bertambah cemburu lagi, ia pun berkata “Semua bayi yang di berikan susu seperti Ibrahim akan sama pertumbuhannya bahkan akan lebih baik dari padanya”.
Pertumbuhan Ibrahim yang begitu baik, tak dapat memastikan bahwa umur Ibrahim akan beranjak sampai dewasa, Allah berkehendak lain setelah beberapa bulan Ibrahim pun jatuh sakit, dan semakin hari sakitnya menjadi sangat parah membuat Mariya sangat gelisah.
Hari ke hari Ibrahim tidak menampakkan akan kesembuhan dirinya dari penyakit, hingga pada suatu hari, hari di mana Ibrahim sudah sampai pada titik akhir nafanya di pangkulah ia di pangkuan ibunya, kemudian datanglah Nabi SAW kerumah Mariya.
Ketika Nabi SAW melihat keadaan tersebut, beliau mengambil Ibrahim dari pangkuan Ibunya dan diletakkanlah Ibrahim di pangkuannya, melihat anak yang telah ia tunggu sekian lama begitu lemah tak berdaya tersebut membuat hati beliau sangat sedih dan hancur perasaan beliau. Beliau berkata :
انا يا أبراهيم لا نغني عنك من اللّه سيئا
“Ibrahim, kaki tak dapat menolongmu dari kehendak Allah”(Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad: 515)
Berhembuslah nafas terakhir Ibrahim yang membuat suasana menjadi sangat sedih, sampai membuat Nabi meneteskan air matanya dan menagis, membuat kaum muslimin seketika itu teringat pesan Nabi untuk tidak berlebiahan saat menangis dan kaum muslimin hendak mengingatkanya akan pesanya tersebut, akan tetapi Nabi berkata :
“Aku tidak melarang orang berduka cita, tapi yang kularang menangis dengan suara keras, apa yang kamu lihat padaku sekarang ialah pengaruh cinta dan kasih di dalam hati. Orang yang tiada menunjukkan kasihnya, orang lain pun tiada akan menunjukkan kasihnya kepadanya.” (Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad: 516)
Ibrahim pun dimandikan oleh Umm Burda dan dikafaninya, Nabi dan Abbas pamanya di ikuti oleh sebahagian kaum muslimin mengenatarkan Ibrahim ke Baqi, setelah di sholatkan oleh Nabi Ibrahimpun di makamkan di tempat itu. Setelah di makamkan nabi memerintahkan agar makamnya di ratakan oleh tangannya sendiri. Ia memercikkan air dan memberi tanda di atasnya,(Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad: 516) sambil berkata:
“Sebenarnya ini tidak membawa kerugian, juga tidak mendatangkan keuntungan.Tetapi hanya akan menyenangkan hati orang yang masih hidup. Apabila orang mengerjakan sesuatu, Tuhan lebih suka apabila dikerjakan lebih sempurna.” ***
Sumber dan Bahan Bacaan:
- Muhammad Husai Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Litera AntarNusa, Jakarta, 1994
- Nurul ‘Aina, Belahan Jiwa Muhammad SAW, Arkan Publishing, Bandung, 2008
- Abbas Mahmud Aqqod, Keagungan Muhammad SAW, CV. Pustaka Mantiq, Solo, 1993
- Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Bulan Bintang, Jakarta, 1967
*Penulis adalah Mahasiswa Prodi Ilmu Hadits, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; Alumni Ponpes Alkhairaat Madinatul Ilmi Dolo Angkatan 2017