PALU – Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Lukman S. Thahir menilai polemik soal Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) Nomor 5 tetang pengaturan pengeras suara di masjid dan mushala. Dikarenakan pola beragama masyarakat Indonesia masih cenderung pada aspek ritual semata. Belum menyetuh kepada dimensi sosial.
Menurut Lukaman, Jika SE itu dipahami secara bersama, antara dimensi ritual dan dimensi sosial maka tidak akan gaduh dan dipermasalahkan. Kedua-duanya harus berjalan bersamaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
“Saya percaya beliau memahami betul konteks sosial atau pola keberagamaan di Indonesia. Yang dalam bahasa saya pak menteri itu, mengajak untuk melihat agama itu secara komperhensif,” Kata Dr. Lukaman S. Thahir, Rabu (2/3).
Akademisi UIN Datokarama Palu ini menerangkan, perlu secara bersama-sama merubah paradigma atau cara beragama di Indonesia. Bahwa berislam itu tidak hanya fokus pada dimensi ritual saja. Azan itu lanjut dimensi ritual, tetapi mengatur soal kebisingan masuk pada dimensi sosial.
Lebih jauh mantan Rektor Universita Alkhairaat (Unisa) Palu menyatakan, cara berpikir umat saat ini terlalu menekankan pada aspek ritual. Padahal agama Islam juga menanamkan nila-nilai sosial. Ia mencontohkan di banyak Ayat-ayat di dalam AlQuran banyak mengulas dimensi sosial bukan hanya dimensi ritual.
“Misalnya kita memperhatikan tetanga kita, anak yatim. Jadi intinya kita tidak bisa lepas dari dimensi sosial,”tegasnya.
Sehingga kata dia, Menag dalam hal ini, mengajak agar kedua aspek ini berjalan bersamaan. Aspek ritual penting namun tidak meninggalkan aspek sosial. Kedua dimensi ini ibarat dua lembar sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
“Kita mejadi ribut karena terjebak pada dimensi ritualnya” tutupnya.
Reporter : Nanang IP
Editor : Yamin