PALU — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan bahwa pendidikan politik yang berkelanjutan melalui media, bisa menjadi strategi untuk mengurangi praktik politik transaksional yang masih mengakar dalam demokrasi Indonesia.
Pesan ini disampaikan Ketua DPW PKS Provinsi Sulawesi Tengah, Muhammad Wahyuddin, dalam konferensi pers akhir tahun bersama Fraksi PKS DPRD Sulteng, Senin (08/12).
Wahyuddin mengatakan, kerja sama antara fraksi dan media bukan lagi sekadar pelengkap, namun merupakan pilar strategis dalam membangun demokrasi yang sehat.
Media, katanya, memiliki peran sentral dalam membentuk pemahaman publik dan memperkuat literasi politik masyarakat.
“Politik kita saat ini masih sangat prosedural, belum sepenuhnya berorientasi pada kontribusi dan kemaslahatan,” ujarnya, merujuk pada analisa Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor utama yang membuat politik Indonesia cenderung bersifat transaksional, yaitu politik berbiaya tinggi, dominasi oligarki, dan praktik saling sandera antar-elite.
Menurutnya, salah satu solusi paling efektif adalah penguatan pendidikan politik. Dalam konteks ini, media memiliki peran sebagai penyampai informasi, pencerah, sekaligus pengarah opini publik ke arah politik yang lebih substantif.
Di tempat yang sama, Ketua Fraksi PKS DPRD Sulteng, Hj. Wiwik Jumatul Rofi’ah, menambahkan, di internal PKS sendiri terdapat pembinaan PKS yang berorientasi pada pembentukan karakter pemimpin.
Ia menjelaskan bahwa PKS memiliki empat rumah besar, yaitu rumah tangga, rumah ibadah, rumah kemanusiaan, dan rumah kenegaraan.
“Rumah tangga yang kokoh melahirkan kekuatan politik. Rumah ibadah memperkuat spiritualitas. Rumah kemanusiaan menegaskan kepedulian. Dan rumah kenegarawanan mengingatkan bahwa partai politik adalah pabrik pemimpin bangsa,” ujarnya.
Lewat sistem K2P2 yang di dalamnya terdapat kader dan kaderisasi, maka PKS berharap dapat melahirkan pemimpin yang benar-benar fokus pada pelayanan publik.

