MOROWALI – Peran semua elemen masyarakat, termasuk kaum perempuan dinilai sangat penting untuk mewujudkan Pemilu yang damai, tanpa ujaran kebencian dan bebas dari narasi hoax.

Hal ini dikatakan Ketua DPC PKB Kabupaten Morowali, Nursabah, belum lama ini.

“Pemangku kepentingan pemilu memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, khususnya edukasi tentang pentingnya pemilu yang bersih dari isu politik identitas, politisasi SARA, hoaks dan ujaran kebencian serta praktik money politik,” katanya.

Menurutnya, partisipasi politik perempuan sesungguhnya adalah manifestasi dari pemenuhan hak-hak kewarganegaraan. Dengan begitu perempuan memiliki hak untuk melakukan perbaikan kehidupan dalam ranah politik.

Ia pun mengimbau kepada perempuan dan kelompok minoritas agar tidak perlu takut memperoleh perlakuan diskriminatif. Meskipun pada kenyataannya, di arena politik masih banyak terjadi maskulinitas sebagai peran publik.

“Kecenderungan inilah yang menyebabkan lebih besarnya porsi laki-laki dalam ruang publik, sehingga demikian perempuan tidak memiliki ruang yang cukup besar pada gagasan-gagasan politik dan kenegaraan,” jelasnya.

Kata dia, berbicara tentang perempuan dan laki-laki sebagai warga negara, keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama.

“Tapi mengapa realitasnya berbeda, bahwa perempuan selama ini dianggap warga negara kelas dua seolah-olah tidak mampu memberikan kontribusi serta kehendak dalam menentukan hak politik,” ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, Pemilu merupakan pesta demokrasi yang menjadi hajat besar bangsa Indonesia. Melalui pemilu, kata dia, rakyat memiliki hak untuk memilih calon pemimpin serta anggota DPR yang akan duduk di parlemen.

“Untuk itu saya mengajak seluruh elemen masyarakat harus mampu bekerja sama demi mewujudkan gelaran Pemilu 2024 mendatang yang damai tanpa adanya intoleransi karena dapat bermuara pada radikalisme dan juga politik identitas yang sangat merusak iklim dan kondusifitas demokrasi Sulteng, khusunya dan Indonesia pada umumnya,” tambahnya.

Menurutnya, masih adanya beberapa kelompok yang intoleran, tentu juga sangat mempengaruhi iklim demokrasi, utamanya menjelang pemilihan umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang.

Ia pun menaruh harapan besar kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) untuk bisa berkompetisi dengan gagasan dan pengetahuan.

Jangan sampai, kata dia, para calon pemimpin yang mengikuti kontestasi Pemilu justru menunggangi keuntungan akan politik identitas tertentu yang dibawa dan dimainkan.

Lanjut dia, jika intoleransi serta praktik money politik masih terus ada, maka akan menyeret pola berpikir masyarakat menjadi tidak sehat, tidak memilih berdasarkan kualitas.

“Kesuksesan Pemilu 2024 bukan sekadar dilihat dari indikator kualitatif. Kualitas pesta demokrasi juga harus diperhatikan,” tegasnya.

Ia juga meyakini, politik uang masih menjadi tantangan dalam Pemilu 2024 mendatang. Untuk itu, media sebagai salah satu dari empat pilar kebangsaan, juga diharapkan memberikan sosialisasi tahapan agar informasinya tersampaikan dengan baik ke masyarakat.

“Saya kira sangat diperlukan Kolaborasi antara TNI/Polri dan Badan Pengawas Pemilihan Umum juga KPU sebagai penyelenggara pemilu, dengan berbagai lembaga dan organisasi kemasyarakatan, guna menangkal narasi hoax atau berita yang tidak benar,” katanya.

Sebab, kata dia, mandat rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi atas presiden terpilih, legislatif serta kepala daerah melalui penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada, tidak bisa terlepas dari pemilihan warga negara serta partisipasi publik. *