Ketua Pansus: Data Kebutuhan Huntap Amburadul

oleh -
Ketua Pansus, Yahdi Basma saat memimpin jalannya RDP dengan pihak terkait, di ruang sidang utama DPRD Sulteng, Senin (20/06). (FOTO: HUMPRO DPRD SULTENG)

PALU – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pengawasan Pemulihan Pascabencana Alam Padagimo, Yahdi Basma, mengatakan, data kebutuhan hunian tetap (huntap) untuk korban bencana alam tanggal 28 September 2018 silam, masih amburadul.

Pasalnya, data yang dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulteng dengan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) sangat jauh berbeda.

Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di ruang sidang utama DPRD Sulteng, Senin (20/06), pihak BPBD mengatakan bahwa jumlah total kebutuhan huntap untuk wilayah Palu, Sigi dan Donggala adalah sebanyak 8788 unit. Sementara pihak Perkimtan sebanyak 11.072 unit.

Ketua Pansus, Yahdi Basma, mengatakan, sampai saat ini belum ada pengolahan data yang berkesinambungan dari otoritas data sebelumnya, yaitu Pusdatina.

“Pusdatina pada periode pemerintahan lalu kan masa kerjanya sudah selesai. Nah harusnya di kepemimpinan Pak Cudy ini, juga punya Pusdatina yang terintegrasi, karena urusan penangulangan bencana ini pasti dinamis,” ujar politisi Partai NasDem itu.

Ia sendiri mengaku memiliki data kebutuhan huntap tersebut sebanyak 11788 unit. Sesuai komitmen saat itu, kata dia, 8788 di antaranya adalah kewajiban negara, sementara 3 ribuan ditangani oleh swasta.

BACA JUGA :  Hadianto-Imelda Siapkan 35 Program Kerja untuk Periode Kedua

Namun, kata dia, yang disampaikan oleh pihak BPBD sebanyak 8788 unit tersebut, sudah termasuk yang dibangunkan oleh pihak lain, seperti Budha Tzu Chi, AH Center dan Pemkot Surabaya.

Ia mengatakan, patokan pembangunan huntap tersebut adalah perencanaan awal yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10 tahun 2019 tentang Rehab Rekon Bencana Pasigala.

“Akhirnya, data yang bersumber dari ingatan saya justru yang betul yaitu sebanyak 11.788 unit, hampir sama dengan data dari Perkimtan juga 11 ribu lebih. Jadi memang betul ada yang tidak sinkron antara stakeholder. Dari pansus DPRD beda, Perkimtan beda, apalagi BPBD yang cuma bilang 8000-an,” katanya.

Untuk itu, kata dia, pada Rabu mendatang, pihak Bappeda telah menjanjikan akan mengharmonisasi data dari pihak-pihak terkait dan akan diserahkan kepada pansus.

BACA JUGA :  Isu HAM Diharap Tidak Dijual untuk Menutupi Kegiatan Tambang Ilegal

“Nanti akan kita liat di lapangan kebutuhan yang sebenarnya. Di Pombewe berapa unit, di Duyu berapa dan di Tondo berapa termasuk varian-varian masalah yang muncul, semisal ada huntap yang sudah selesai terbangun tapi tidak dihuni,” ungkapnya.

Saat RDP berlangsung, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Rekonstruksi BPBD Sulteng, Darussalam, mengatakan, angka kebutuhan huntap sesuai data yang mereka miliki adalah sebanyak 8788 unit.

“Untuk huntap kawasan yang sudah terbangun itu di Tondo I sebanyak 1611 unit, Duyu 232 unit, dan di Pombewe Sigi 1200 unit. Jadi totalnya 3043,” katanya.

Sementara itu, Kepala Balai Prasaran Pemukiman, Sahabuddin juga mengatakan, bahwa pihaknya memiliki data yang sama dengan BPBD, yaitu sebanyak 8788 unit.

BACA JUGA :  Menakar Starting Point Posisi Elektabiltas Paslon Gubernur dan Wagub Jelang Kampanye 2024 di Sulteng

Menurut dia, dari total unit tersebut dianggarkan melalui loan atau pinjaman dari World Bank dengan dua skenario, yakni sebanyak 1679 hunian melalui NSUP dan sisanya 7153 unit melalui program Central Sulawesi Rehabilitation and Reconstrucsion Project (CSRRP)  atau Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Sulawesi Tengah dari mulai Maret 2021 dan berakhir 2023.

RDP yang dipimpin Ketua Pansus, Yahdi Basma itu dihadiri sejumlah anggota Pansus lainnya, yakni Ridwan Yalidjama, Elisa Bunga Allo, Enos Pasaua dan I Nyoman Slamet.

Terkait perbedaan data tersebut, anggota Pansus, Ridwan Yalidjama, menilai bahwa penyelesaian bencana di Sulteng adalah yang paling buruk. Sampai saat ini, kata dia, masih ada masyarakat yang tinggal di hunian sementara (huntara) dan belum terdata.

“Kita memang perlu mengikuti regulasi, tapi kemanusiaan yang lebih utama,” tegasnya. (RIFAY)