PALU – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Prof. Dr. Zainal Abidin, menyatakan, tidak boleh membandingkan antara kebijakan menutup masjid selama Ramadhan dengan kebijakan tetap membiarkan aktivitas di pasar.
Pemerintah dan ulama, kata dia, mengambil langka terbaik bagaimana melaksanakan ajaran agama dan menyelamatkan ummat manusia dalam situasi pandemi virus corona atau Covid-19 saat ini.
“Masjid bisa dikosongkan karena ada alternatif bisa beribadah di rumah masing-masing. Sementara pasar, kalau dikosongkan, maka banyak orang yang akan mati kelaparan,” ujar Zainal, Kamis (23/04).
Guru Besar IAIN Palu itu menekankan, setiap orang berbeda saat berbelanja untuk mencukupi kebutuhannya setiap hari.
“Kalau mall dikosongkan, pasar dikosongkan, maka orang tidak bisa belanja. Kalau ada orang yang tidak bisa belanja untuk kebutuhan satu bulan, pasti dia belanja satu minggu bagi orang yang ada uangnya. Tapi kalau yang tidak ada uangnya, bisa saja kebutuhannya satu, dua atau tiga hari habis lagi,” terangnya.
Dia juga menjelaskan, pasar tidak mendatangkan orang secara serentak. Orang berbelanja secara berpisah-pisah, waktu dan tempat berbelanja juga tidak bersamaan.
Sementara masjid, lanjut dia, orang akan datang bersamaan di waktu yang sama pula.
“Menurut teori kesehatan, virus ini suka di tempat yang banyak orang. Kita ingin menyelamatkan ummat manusia. Karena virus ini cukup berbahaya. Dan ajaran agama kita juga selalu ada alternatif,” pungkasnya. (NANANG IP)