PALU – Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Sulteng, H Lukman S Thahir, menyatakan keretakan suatu bangsa itu disebabkan karena hanya mengunakan agama menjadi satu-satunya sumber, tanpa melihat aspek sosial dan budaya setempat.
Dia menilai, merajut keberagaman dalam berbangsa itu harus mengunakan antropologi atau sosial dan budaya. Hal ini diungkapkanya sebagai narasumber workshop bagi lintas agamawan muda, Kamis,(20/7) di salah satu hotel Kota Palu.
“Jadi firman Tuhan itu tidak akan mungkin dipahami tanpa memahami budaya, kalau tidak dipahami maka pasti mispresepsi dan inilah penyebab terjadinya keretakkan bangsa. Nah, itulah sebabnya rajutan ini yang kita pakai ini benangnya ada benang doktrin keagamaan dan ada juga antropologi sosiologi budaya dan adat istiadat.
“Harus dipahami oleh tokoh tokoh agama masing masing agar supaya kita mengencangkan kesatuan dan kebhinekaan kita justru menjadi rahmat bukan menjadi bencana,” ungkapnya.
Dia menambahkan, bagi Nahdiyin, tidak ada masalah saling berikteraksi atau membangun hubungan relasi dengan agama yang lain, karena kultur kehidupan sejak dari dulu itu sudah terbangun.
Sementara itu, Sahran Raden, yang juga Sekretaris ISNU Sulteng, menilai di daerah tertentu agama sudah menjadi alat politisasi dalam setiap hajatan pesta demokrasi. Karena diyakini, politisasi agama itu bisa membangkitan solidaritas sektarian di masing-masing agama.
“Dan tenyata memang politisasi agama itu, penggiringan opini untuk mendapatkan simpati masyarakat itu sangat kuat. Tapi ada hal yang beberda, ketika di Banggai Kepulauan ada calon bupatiya yang beragama Kristen dan wakil bupatinya beragama Islam itu tidak pernah dipersoalkan masyarakat di sana, nah ini saya kira ada di daerah tertentu tidak menjadikan agama sebagai bahan kampanye,” jelasnya. (NANANG IP)