PALU – Empat fraksi di DPRD Kota Palu mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri dugaan aliran dana fee pembayaran utang proyek jembatan Palu IV sebesar Rp2 miliar ke DPRD Kota Palu.
Dorongan itu disampaikan disela sidang paripurna Penyampaian Laporan Pansus atas tiga Raperda, Kamis (20/06).
Empat fraksi tersebut yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gerindra dan Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Ketua Fraksi PKB, H. Alimudin H. Alibau, mengaku pertama kali menghembuskan masalah tersebut atas dasar keresahannya terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat yang menuding DPRD Kota Palu menerima Rp2 miliar dari PT Global sebagai fee pembayaran utang Pemerintah Kota Palu (Pemkot).
Ia kemudian melakukan konfrensi pers untuk membantah isu liar tersebut, bahkan menantang penegak hukum untuk menelusurinya.
“Sebagai anggota DPRD maka saya merasa wajar jika meminta penegak hukum untuk menelusurinya, karena saya merasa itu tidak benar. Ini adalah bagian dari upaya untuk menyelamatkan kewibawaan institusi ini,” katanya.
Langkah tersebut dianggap menyalahi kode etik DPRD, yang kemudian dalam sidang BK dirinya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik yang dimaksud.
“Maka di kesempatan ini saya meminta KPK untuk menelusuri isu tersebut,”tegasnya.
Anggota Fraksi PDIP, Sofyan Aswin sepakat dengan Alimudin. Menurutnya hal tersebut harus secepatnya diklarifikasi. Dia mengakui saat pembahasan pembayaran hutang tersebut di DPRD, ada beberapa anggota yang sangat ngotot agar hutang tersebut harus dibayarkan.
“Saya setuju untuk diungkap agar citra DPR terselamatkan,” cetusnya.
Hal senada juga disampaikan Anggota Fraksi Gerindra, Tompa Yotokodi. Sebagai Aleg yang terpilih kembali, dirinya ingin menghilangkan image bahwa aleg terpilih karena menggunakan dana tersebut untuk cost politik.
Begitu juga dengan Wakil Ketua I DPRD Kota Palu asal Fraksi Hanura, Erfandi Suyuti. Kata dia, di penghujung periode ini, terlebih dirinya memang tidak terpilih lagi, agar meninggalkan instansi tersebut dengan keadaan fitrah, husnul khotimah.
“Jadi kalimat husnul khotimah bukan hanya untuk yang meninggal, kami yang sudah dipenghujung jabatan ini ingin meninggalkan instansi ini dengan keadaan fitrah,” ujarnya.
Sementara anggota Fraksi Golkar, Jaruddin Wartabone menilai, sikap diam menandakan bahwa isu itu benar. Maka menurutnya, sebaiknya Badan Kehormatan (BK) melakukan klarifikasi bahwa isu tersebut tidak benar, setelah Alimudin Alibau melakukan klarifikasi di BK beberapa waktu lalu.
“Di akhir masa jabatan seperti ini sangat sedih rasanya ketika kita meninggalkan sesuatu yang tidak baik di lembaga terhormat ini,” ujarnya.
Menurutnya, jika isu itu benar, maka tidak generalisir bahwa lembaga yang DPRD menerima.
“Karena ketika lembaga DPRD yang disebut, maka logikanya semua 35 anggota DPRD menerima. Saran saya, sebaiknya difokuskan siapa yang menerima supaya jelas itu oknum bukan lembaga,” tandasnya. (FALDI/YAMIN)