MOROWALI- Momentum pelaksanaan ibadah di bulan suci Ramadhan di tengah pandemic Covid-19 menuai banyak pendapat, tanpa terkecuali di Kabupaten Morowali.
Ketua DPRD Kabupaten Morowali Kuswandi menyebutkan di kabupaten ini dan bahkan dihampir semua daerah telah melakukan pelarangan sholat berjamaah di masjid atau musholla. Namun dalam praktiknya masih ada orang atau kelompok-kelompok kecil, secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan melaksanakan ibadah berjamaah di masjid, baik sholat Jum’at maupun sholat tarwih.
“Bahkan tidak jarang Tim Gugus Tugas Covid-19 harus saling berbantahan, adu pendapat dan beruntung tidak terjadi kontak fisik,” kata Kuswandi, kepada Mal Online, Ahad (17/5).
Menurutnya, hal itu sangat berisiko, karena tidak berada dalam pengawasan serta protokol kesehatan, segingga penularan Covid-19 berpotensi akan semakin tinggi. Olehnya akan lebih baik sholat berjamaah resmi dilaksanakan secara terbuka, daripada dilarang tapi tetap dilaksanakan, dengan memperhatikan protokol Covid-19.
“Nah apalagi ini menjelang pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri 1441 H. Potensi pelanggaran, melaksanakan sholat Ied berjamaah sekalipun ada himbauan atau pelarangan untuk itu akan semakin besar,” kata dia.
Menurut Kuswandi, mencermati kondisi yang ada dan melihat usulan MUI di dua Kecamatan yakni Bungku Selatan dan Bungku Timur yang meminta sholat berjamaah selama pandemi, maka penting untuk mengkaji kembali, dan berdiskusi dengan semua pihak tentang kemungkinan adanya pelonggaran aktivitas sosial di tempat-tempat ibadah.
Menurut Kuswandi, pelaksanaan sholat di masjid termasuk Ied itu berlandaskan, pertama adanya Fatwa MUI tentang panduan kaifiah takbir dan sholat Idul Fitri saat pandemic, dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut sudah berada dalam situasi kawasan terkendali atau bebas covid-19. Kedua, adanya surat edaran bupati tentang rapid test bagi yang memasuki wilayah kabupaten Morowali.
“Atas dua perihal tersebut saya berpikir untuk mengusulkan melalui rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) agar mempertimbangkan untuk diterbitkannya kebijakan pelonggaran aktivitas sosial, yang memungkinkan terjadinya kerumunan, sehingga pelaksanaan ibadah secara berjamaah (sholat Id) dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan penanganan penyebaran covid-19,” ujarnya.
Teknis penangan itu di antaranya, menjaga jarak dengan mengatur posisi saf, pakai masker serta cuci tangan dengan menggunakan sabun sebelum berwudhu. Tempat-tempat ibadah harus dilakukan penyemprotan disinfektan dan lebih penting adalah, menempatkan petugas kesehatan di titik-titik tertentu untuk melakukan tes suhu badan.
“Sehingga ketika ada jamaah yang mengalami panas suhu badan melebihi dari 38 derajat ini bisa langsung diarahkan untuk kembali ke rumah dan tidak berbaur dengan jemaah lainnya,” usulnya.
Menurutnya, Morowali memiliki banyak petugas medis untuk membantu penangan covid-19 di Morowali yang direkrut khusus untuk itu.
Kuswandi menambahkan, tidak hanya itu, rapid tes massal juga harus dilakukan sebelumnya. Ini untuk mencegah dini.
Rapid test ini dapat dilakukan secara acak dengan memilih orang tertentu, yang di langgap punya riwayat penyakit.
“Kita kan punya 10.000 alat rapid tes yang bantuan itu, itu bisa dimaksimalkan, sehingga pelaksanaan sholat Id semakin lebih baik. Saya kira kita masih punya banyak waktu dan kesempatan sampai pelaksanaan Idul Fitri untuk mempersiapkan segala kebutuhan-kebutuhan kita di lapangan.
“Secara khusus kepada orang yang berada dalam status OTG, ODP serta PDP tidak diperkenankan. jadi pengecualiannya ada di situ,” imbuhnya.
Menurutnya, hal terkait teknis ini bisa diatur oleh Tim Gugus Covid-19 kabupaten dan lebih lanjut oleh masing masing tim covid-19 di setiap kecamatan, kelurahan ataupun desa.(HARIS)