PALU – Ketua DPRD Sulawesi Tengah, Dr Nilam Sari Lawira, MSi angkat bicara menanggapi sebuah artikel yang ditulis oleh Dr. Aminuddin Kasim, SH di salah satu media massa di Palu, Kamis, 12 Agustus 2021 kemarin. Dalam artikel itu, Aminudin secara tegas menyatakan bahwa Kelompok Peduli Kampus (KPK) Universitas Tadulako (Untad) tersesat di ruang DPRD Provinsi Sulteng.
Aminuddin yang dinilai tidak jelas mewakili siapa, namun secara langsung telah menuduh DPRD keliru karena menerima KPK Untad sebagai kelompok yang tersesat.
Terkait itu, Ketua DPRD Sulteng, Dr. Nilam Sari Lawira MSi, mengatakan, saat itu dirinya selaku Ketua DPRD sudah menyampaikan bahwa audiensi dengan KPK hanyalah seperti audiensi dengan komunitas-komunitas lain atau dengan masyarakat Sulawesi Tengah lain yang ingin didengarkan aspirasinya.
Kata dia, audiensi pada saat itu hanya didasari oleh kecintaan dan kepeduliaan lembaga DPRD sebagai wakil rakyat yang notabene punya konstituen, termasuk warga kampus dan seluruh civitas akademika sebagai masyarakat Sulawesi Tengah.
“Tidak ada maksud dari lembaga DPRD untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi seperti yang disampaikan karena memang itu bukan wewenang DPRD,” tegas Nilam, Jumat (13/08).
Jika ingin lebih jelas lagi, kata dia, ia sendiri sudah merekam jalannya pertemuan saat itu, agar tidak ada fitnah dan bisa jelas apa yang dibicarakan pada saat audiens itu.
Ia pun menyampaikan harapannya pada saat itu bahwa masalah-masalah yang ada seharusnya diselesaikan secara internal dengan membuka ruang-ruang diskusi dalam kampus bagi seluruh civitas akademika, sehingga bisa terjadi komunikasi yang baik dan terbuka.
Nilam Sari bahkan menilai, karena tidak terbukanya ruang-ruang diskusi di dalam kampus bagi civitas akademika dan warga kampus untuk membicarakan segala hal, maka terjadilah letupan-letupan, terutama dari pihak-pihak yang merasa dirugikan karena apa yang ingin mereka sampaikan tidak tersalurkan.
“Hal itulah yang paling penting harus dilakukan, membuka ruang-ruang diskusi dalam kampus,” tekannya.
Di kesempatan itu pun ia sudah menyampaikan bahwa siapapun yang diundang berhak untuk tidak hadir.
Ketua senat pada hari pelaksanaan audiensi sudah menyurat kepada DPRD untuk tidak menghadiri audiensi tersebut. Surat itu ditembuskan ke beberapa pihak yang berkepentingan, dan pihak DPRD sendiri bisa memahaminya karena ini hanyalah audiensi biasa yang dilakukan untuk mendengar aspirasi dari komunitas masyarakat Sulawesi Tengah yang peduli pada kampusnya.
Bahkan, Nilam Sari selaku Ketua DPRD sudah mencoba menghubungi Rektor pada saat itu, tapi sayangnya Rektor tidak mau menerima telepon darinya. Nilam Sari sendiri menerima hal itu sebagai kewajaran, Rektor mungkin sedang sibuk, walaupun sebenarnya ia sangat berharap Rektor lebih komunikatif sehingga KPK bisa lebih merasa diakomodir aspirasinya.
“Saya ini kan alumni dan mantan dosen Untad, jadi bisa memahami. Sebenarnya ini hanyalah masalah tersumbatnya komunikasi dan diskusi diskusi di antara civitas akademika. Dengan saya saja, Rektor tidak mau berkomunikasi, bagaimana dengan civitas akademika yang lain? Jadi, memang terkesan tertutup dan tidak beretika. Bukan menghargai saya, tapi hargailah lembaga DPRD,” pungkasnya.
Terkait itu, salah satu unsur KPK Untad, Dr Muh Nur Sangadji, mengatakan, sudah diketahui keadaban dan etika seorang ketua DPRD yang bertanggung jawab atas aspirasi masyarakat atau konstituen di daerah.
“Berbeda 180 derajat dengan pimpinan Universitas Tadulako saat ini (Rektor dan Ketua Senat) yang berusaha mencari semua dalil untuk menghindar,” ujarnya.
Terakhir, kata dia, muncul seorang ahli hukum tata negara. Dr. Aminuddin Kasim, SH. Ia berharap, dengan keahliannya, yang bersangkutan bisa menyoal substansi kebobrokan yang telah nampak terang benderang, terutama dari sudut pandang tata kelola kelembagaan yang baik (good governance).
“Sekalian ikut membela hak-hak masyarakat Indonesia yang menitipkan anak-anaknya untuk dididik di Universitas Tadulako. Ini malah beliau cuma sibuk urus prosedur fungsi DPRD. Sesuatu yang sudah sangat jelas. Kemudian, menuduh orang yang berjuang mengungkap kebenaran dan menegakan keadilan sebagai kelompok yang tersesat. Sayang sekali,” sesalnya.
Beberapa waktu lalu, tepatnya Rabu (04/08), pihak DPRD Sulteng menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait pengelolaan dana Badan Layanan Umum (BLU) secara virtual. RDP tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti pengaduan dari Kelompok Peduli Kampus (KPK) Untad yang menilai adanya penyimpangan dari pengelolaan dana BLU tersebut.
Sayangnya, rapat yang dipimpin langsung Ketua DPRD Sulteng, Nilam Sari Lawira itu tidak dihadiri pihak-pihak terkait, termasuk Rektor Untad sendiri.
Pihak DPRD sendiri sudah mengundang Rektor Untad, Ketua Senat, Ketua Dewan Pertimbangan maupun Auditor Internal dan External. Namun unsur pimpinan dan otoritas pemeriksa di lingkungan Untad tersebut tak satupun yang hadir.
Mereka sudah dihubungi berkali-kali oleh staf Sekretariat DPRD Sulteng, bahkan ada staf yang ditugaskan langsung ke Kantor Rektorat Untad untuk mengonfirmasi langsung kehadiran mereka. (RIFAY)