“Tidak ada sesuatu kesusahan (atau bala bencana) yang ditimpakan di bumi dan tidak juga yang menimpa diri kamu, melainkan telah sedia ada di dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menjadikannya; sesungguhnya mengadakan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kamu diberitahu tentang itu) supaya kamu tidak bersedih hati akan apa yang telah luput daripada kamu dan tidak pula bergembira (secara sombong dan bangga) dengan apa yang diberikan kepada kamu dan (ingatlah), Allah tidak suka kepada tiap-tiap orang yang sombong takbur, lagi membanggakan diri”. Surah Al Hadid (57) : ayat 22-23
Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan, “Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia.
Di kalangan ulama mahsyur, jika terjadi gempa bumi, maka mereka berkata, ‘Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian’.”
Sebuah kisah inspirasi mungkin bisa menjadi petunjuk sekaitan dengan surah dan hadits diatas.
Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya diatas tanah dan berkata, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu. “Lalu, Nabi SAW menoleh kearah para sahabat dan berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah “berbuatlah supaya Allah ridha kepada kalian!”
Seorang sahabat terdekat Nabi, Umar bin Khattab RA, rupanya mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, “Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi”
Seorang dengan ketajaman mata bashirah seperti Umar bin Khattab bisa, merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana.
Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah. Ia bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.
Riwayat diatas ternyata bukan sekadar dongeng atau hanya cerita fiktif belaka yang menjadi bahan ceramah para ulama atau ustaz.
Sebagian besar ummat penghuni bumi, tak hanya kalangan Islam, pasti meyakini berbagai fenomena alam sebagai dampak ulah sesat manusia. Riwayat ini benar-benar nyata di kehidupan sekarang.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), mencatat sebanyak 10 bencana alam sepanjang tahun 2017 ini. Tak hanya di satu titik, bencana ini meluas hampir di seluruh wilayah di provinsi paling tengah wilayah Sulawesi ini.
10 bencana alam berupa musibah banjir, gempa bumi, dan tanah longsor.
Bahkan, Kepala BPBD Sulteng, Bartholomeus Tandigala, menyatakan, data yang tercatat saat ini masih bersifat sementara.
BANJIR BANDANG DAN GEMPA BUMI
Belum lama ini, sebagian besar wilayah di Provinsi Sulteng terendam banjir bandang akibat guyuran hujan deras yang berlangsung terus menerus selama beberapa hari. Tak hanya materi, banjir juga mengakibatkan dua korban jiwa di Kabupaten Tolitoli. Keduanya bernama Salma (60) yang beralamat di Jalan Anoa dan Rahmi (62), tinggal di Dusun Pilado Tambun.
Dua warga lainnya ini dinyatakan hilang, yakni Mea (43) dan Sastro (41) yang beralamat di Dusun Doyan.
Sejauh ini, hujan masih mengguyur daerah penghasil cengkeh itu. Sejumlah wilayah sulit dijangkau karena terendam dan akses jalan di beberapa titik permukiman masyarakat terputus akibat jembatan putus dan tanah longsor.
Banjir itu merupakan yang terbesar yang pernah melanda daerah itu. Banjir tersebut merendam ribuan rumah penduduk dan fasilitas publik. Jalan-jalan raya juga tidak dapat dilintasi karena tertutup banjir.
Banjir juga menyebabkan warga tidak dapat melaksanakan aktivitas shalat tarwih karena sejumlah masjid ikut terendam banjir.
“Air masuk ke dalam masjid seperti di Masjid Mujahidin di Kelurahan Panasakan, dekat rumah saya,” kata warga Panasakan, Pranajaya Rais.
Selain itu, Masjid Alfatah di Kilometer Satu, Kampung Buol dan Masjid di Perumnas Kelurahan Baru juga terkena dampak banjir sehingga tidak ada aktivitas ibadah di masjid tersebut.
Tak hanya itu, lebih 100 santri di pesantren Alkhairaat Tolitoli juga terpaksa ikut mengungsi ke rumah pimpinannya karena kawasan pemondokannya ikut terkena dampak banjir. Pesantren di Kampung Arab, Kelurahan Baru yang menampung 150 santri itu tergenang air banjir dengan ketinggian hingga di dalam ruangan mencapai 50 centimeter.
Pimpinan Pondok Pesantren Alkhairaat Tolitoli M Marjan, mengatakan, saat banjir datang, perangkat elektronik pesantren seperti komputer masih sempat diselamatkan. Namun mesin cuci dan kulkas yang selama ini digunakan santri ikut terendam banjir.
Selain santri dirinya juga menampung sejumlah warga sekitar yang rumahnya tidak bisa ditempati karena masih tergenang banjir.
Dia mengatakan selama pesantren tersebut berdiri dan beberapa kali banjir menerjang Tolitoli, baru kali ini banjir terbilang besar hingga menggenangi dalam pesantren.
Hingga Sabtu malam, ribuan orang masih berada di pengungsian khususnya warga di dekat daerah aliran sungai seperti di Kelurahan Tuweley.
Di beberapa titik yang tergenang, air masih bervariasi antara 1-4 meter dan aliran listrik sejak Sabtu (3/6) sampai Minggu masih padam.
Musibah yang sama juga dialami warga Kota Palu, Ahad. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu, ada enam kelurahan yang terdampak banjir kiriman Sungai Palu.
Enam kelurahan itu yakni, Kelurahan Tatura Selatan, Kampung Baru, Ujuna, Nunu, Besusu Barat dan Lolu Utara.
Suai data sementara, tercatat sekitar 600 rumah yang masih terendam banjir sehingga sebagian besar warga terpaksa mengungsi sementara ke rumah tetangga dan tempat aman lainnya.
Di Sigi pun demikian. Ratusan hektar lahan persawahan milik warga, ikut terendam air.
Jembatan gantung yang menghubungkan Desa Kalukubula dan Tinggede ikut ambruk tergerus. Jembatan dengan panjang sekira 115 meter yang belum selesai dikerja tersebut, roboh sekira pukul 01.00, Kamis awal bulan ini.
Diperkirakan ambruknya jembatan ini dikarenakan kikisan air di bawah tiang jembatan sebelah Timur (Desa Kalukubula). Akhirnya air yang mengitari tiang tersebut tidak mampu dilawan oleh pondasi yang kedalamannya sekitar tujuh meter.
Tampak dari tiang yang jatuh ke sebelah timur itu patah dan membuat tali labrang terlepas. Hanya saja, tali labrangnya tidak putus.
Ditaksir kerugian negara akibat robohnya jembatan ini sekira Rp1 miliar lebih.
Dengan ini, maka jembatan yang dibangun tahun 2016 dan akan diresmikan tahun 2017 ini, mesti dikerjakan kembali.
Bagian Teknis Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sigi, mengatakan, robohnya jembatan gantung tersebut merupakan musibah, apalagi dengan kondisi alam yang terjadi saat ini, dimana curah hujan diatas rata-rata sehingga menyebabkan banjir.
“Jadi ini merupakan force majeure. Kita tidak bisa melawan kekuatan alam, apapun itu,” katanya.
Pihaknya sendiri belum bisa menaksir jumlah kerugian akibat robohnya jembatan yang dianggarkan sebesar Rp2,7 miliar itu.
Tak sampai disitu, di wilayah Kabupaten Donggala, banjir juga mengakibatkan sejumlah rumah terendam.
“Di Siraurang ada 14 rumah yang terendam banjir. Penghuninya terpaksa mengungsi ke rumah tetangga,” kata seorang tokoh agama di Kecamatan Dampelas, Ridwan Sandepa, pekan lalu.
“Ada yang hanya dapurnya saja yang tergenang,” katanya.
Ratusan hektare lahan pertanian di Kecamatan Sojol dan Dampelas, juga terkena dampaknya.
“Akibat banjir, banyak sarana dan prasarana yang dibangun pemerintah rusak, termasuk lahan pertanian milik warga,” kata Bupati Donggala Kasman Lassa.
Ia mengatakan bahwa banjir yang terjadi pada hari Sabtu juga merusak sarana dan prasarana berupa drainase, jalan, dan saluran irigasi.
“Infastruktur yang dibangun oleh Pemerintah rusak total, termasuk bendungan sungai untuk mencegah abrasi juga hancur,” katanya.
Dampak banjir juga dialami warga di Tojo Una-Una (Touna). Puluhan rumah warga di Kelurahan Dondo, Kecamatan Ampana Kota, terendam banjir setinggi satu meter. Warga terpaksa mengungsi ke tempat yang aman.
Sebelumnya, banjir bandang juga terjadi di Kecamatan Mamosalato, Kabupaten Morowali Utara. Empat desa di wilayah itu terisolasi
Banjir juga mengakibatkan tiga jembatan yang merupakan akses utama penghubung sejumlah desa di Kecamatan Mamosalato, putus. Akibatnya, aktivitas warga menjadi terganggu bahkan pasokan sembako yang biasa didatangkan dari daerah tetangga seperti Luwuk Banggai kini tidak bisa lagi.
Selain merendam areal pemukiman warga di empat desa tersebut, banjir ini juga merusak sekitar 60 hektar sawah milik warga siap panen.
Tak hanya banjir, dalam kurun waktu akhir bulan Mei hingga awal Juni 2017 ini, sejumlah wilayah di Sulteng juga diguncang gempa bumi. Daerah yang mengalami bencana tersebut, yakni Kabupaten Morowali, Tolitoli, Poso, dan Kabupaten Sigi.
Semua getaran gempat tersebut terasa sampai di Ibu Kota Provinsi Sulteng, yakni Kota Palu.
Gempa bumi diawali dari Kabupaten Morowali dengan kekuatan 4,0 skala Richter (SR). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, gempa itu terjadi pada pukul 03.23 WIB yang berlokasi di 2,85 derajat Lintang Selatan dan 122,14 derajat Bujur Timur pada kedalaman 10 kilometer.
Pusat gempa dengan guncangan lemah berada di darat 31 kilometer tenggara Morowali dan dirasakan di daerah Bahodopi dalam skala intensitas II SIG BMKG atau (IV MMI).
Beberapa waktu kemudian, daerah itu kembali diguncang gempa dengan kekuatan M 5,6 atau 5,6 skala Richter (SR).
Berdasarkan informasi, banyak warga yang merasakan guncangan tersebut dan sempat keluar rumah karena takut rumah mereka runtuh.
Gempa tersebut sempat mengakibatkan sejumlah rumah masyarakat di daerah itu mengalami kerusakan.
Tak berlangsung lama, musibah yang sama juga melanda Kabupaten Tolitoli. Daerah ini digucang gempa bumi berkekuatan 4,2 Skala Ritcher.
Dilansir web BMKG, pusat gempa berada di darat 27 Km Timur Laut Tolitoli. Pusat gempa bumi terletak pada koordinat 0.98 Lintang Utara, 120.98 Bujur Timur.
“Getarannya cukup keras sehingga banyak warga bergegas keluar rumah dan kantor,” kata Salman Supari, salah seorang pegawai kantor pemerintah di Tolitoli.
Baru beberapa hari setelah itu, giliran Kabupaten Poso yang digoyang gempa. Tidak seperti daerah lainnya, gempa di daerah ini cukup keras, dengan kekuatan 6,6 Skala Richter (SR). Gempa terjadi pada pukul 22.35 Wita. Lokasi gempa berada di koordinat 1,33 LS (Lintang Selatan) dan 120,41 BT (Bujur Timur).
Titik gempa berada sekitar 38 kilometer ke arah barat laut dari Poso dengan kedalaman gempa berada di 10 kilometer di bawah permukaan laut.
Meskipun tidak berpotensi menimbulkan gelombang tsunami, namun gempa ini membuat ratusan rumah warga di Poso mengalami rusak berat dan ringan.
Selain rumah penduduk, terdapat belasan bangunan fasilitas umum berupa rumah ibadah, gedung sekolah dan kantor kesehatan ikut mengalami kerusakan berat.
Kepala BNPB kabupaten Poso, Masdian Mentiri, merinci, total rumah penduduk yang rusak berat mencapai 164 unit dan rusak ringan 86 unit. Sementara bangunan fasilitas umum yang rusak berat 18 unit dan rusak ringan 4 unit.
Wilayah yang mengalami kerusakan terdapat di Desa Wuasa, Desa Sedoa, Lore Utara, Desa Tamadue, Lore Timur.
Tak hanya bangunan, gempa juga mengakibatkan lima orang luka berat dan 16 lainnya mengalami luka ringan. 170 orang dikabarkan mengungsi.
Bias gempa juga mengkibatkan jalan yang menghubungkan Desa Tongoa dengan Desa Manggalapi di Kabupaten Sigi putus karena badan jalan longsor.
Huber Supari, salah seorang warga Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, mengatakan, selama beberapa hari, kendaraan dari arah Desa Manggalapi, Salumbanga dan Lembantongoa menuju Desa Tongoa, Kecamatan Palolo tidak bisa lewat. Hanya sepeda motor masih bisa lewat.
“Itupun sangat sulit dan harus ekstra hati-hati, sebab jalannya licin dan di sisi kiri dan kanan tebing dan jurang cukup dalam,” kata dia.
Kala itu, warga Desa Manggalapi dan Salumbanga menjual dan membeli berbagai kebutuhan sehari-hari ke Desa Sausu, Kabupaten Parigi Moutong.
Sementara warga Desa Tokelemo dan Lembantonga terpaksa menyimpan hasil panen berupa kakao, kopi, jagung, dan ubi-ubian di rumah dan baru akan menjual ke Kota Palu setelah jalan selesai diperbaiki kembali.
Ia berharap Pemkab Sigi segera melakukan penanganan perbaikan agar transportasi bisa kembali normal.
Guncangan terakhir terjadi di Kabupaten Sigi, dengan magnitudo 4.0 SR, berlokasi di 1.06 LS, 119.95 BT (di darat, 1 Km arah Selatan Bora Kabupaten Sigi pada kedalaman 31 Km.
ADAKAH HUBUNGANNYA DENGAN MAKSIAT?
Terdapat dua ayat dan surat dalam Al-Qur’an yang menggambarkan apakah musibah-musibah yang terjadi sebagai akibat dari perbuatan maksiat yang dilakukan umat manusia.
Hal ini terdapat dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 dan surat As-Syuura ayat 30.
Allah Swt berfirman dalam QS Ar-Ruum: 41, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Untuk memahami ayat itu, Ustadz Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya, Shafwatut Tafasir, menjelaskan sebagai berikut:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, tampaklah musibah dan petaka di darat dan lautan karena perbuatan maksiat dan dosa umat manusia. Al-Baidhawi berkata: Yang dimaksudkan kerusakan adalah paceklik, banyak kebakaran, tenggelam, sirnanya berkah dan banyaknya kerugian karena maksiat manusia.
Ibnu Katsir berkata, jelaslah bahwa kerusakan pada tanaman dan buha-buahan adalah akibat kemaksiatan manusia, sebab baiknya bumi dan langit adalah berkat ketaatan.
Supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, hal itu agar Allah membuat mereka merasakan sebagian akibat dari perbuatan mereka di dunia sebelum menghukum mereka semuanya dengan hal itu di akhirat.
agar mereka kembali (ke jalan yang benar), agar mereka bertaubat dan meninggalkan maksiat serta dosa yang ada pada mereka.
Sedangkan dalam QS Asy-Syuura ayat 30, Allah Swt berfirman: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar.”
Terhadap ayat ini, Ash-Shabuni menjelaskan: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, apa yang menimpa kalian wahai umat manusia berupa musibah jiwa atau harta adalah karena maksiat yang kalian lakukan. Imam Jalalain berkata, Allah menyebutkan ‘tangan’ sebab kebanyakan perbuatan dilakukan oleh tangan.
dan Allah memaafkan sebagian besar. Maksudanya adalah Allah memaafkan sebagian besar dosa, sehingga tidak menyiksa mereka karena dosa-dosa itu. Seandainya Allah menyiksa kalian karena apa yang kalian lakukan, tentu kalian binasa. Dalam hadits disebutkan, “Anak Adam tidak tertimpa cakaran kayu atau terpelesetnya telapak kaki maupun bergetarnya otot, kecuali karena dosa. Dan apa yang dimaafkan Allah Adalah lebih banyak.” (Ibn Katsir menyatakan hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Hasan sebagai hadits mursal).
Lantas bagaimana pemahaman para Sahabat Nabi terhadap musibah. Apakah mereka juga memahami bencana sebagai buah dari kemaksiatan atau seperti yang banyak dipahami kebanyakan orang pada zaman sekarang bahwa bencana hanyalah fenomena alam?.
Umar bin Khattab sebagaimana yang disebutkan di awal, jelas menyatakan bahwa bencana (gempa) adalah akibat kemaksiatan yang dilakukan penduduk Madinah. Sahabat Ka’ab bin Malik mempunyai pendapat yang mirip dengan Umar bin Khattab.
Ka’ab menyebut bahwa goncangan bumi adalah bentuk gemetarannya bumi karena takut kepada Allah yang Maha Melihat kemaksiatan dilakukan di atas bumi-Nya.
Bagaimana dengan pendapat ummul mukminin Aisyah ra?.
Suatu saat Anas bin Malik bersama seseorang lainnya mendatangi Aisyah. Orang yang bersama Anas itu bertanya kepada Aisyah: Wahai Ummul Mukminin jelaskan kepadaku tentang gempa. Aisyah menjelaskan, “Jika mereka telah menghalalkan zina, meminum khamar dan memainkan musik. Allah azza wajalla murka di langit-Nya dan berfirman kepada bumi: “goncanglah mereka. Jika mereka taubat dan meninggalkan (dosa), atau jika tidak, Dia akan menghancurkan mereka.
Orang itu bertanya kembali: Wahai Ummul Mukminin, apakah itu adzab bagi mereka?. Aisyah menjawab, “Nasehat dan rahmat bagi mukminin. Adzab dan kemurkaan bagi kafirin.” Anas berkata: Tidak ada perkataan setelah perkataan Rasul yang paling mendatangkan kegembiraan bagiku melainkan perkataan ini.
Dua ayat Al-Qur’an beserta penuturan para Sahabat dan Istri Rasulullah sudah sangat jelas dan gamblang bahwa terjadinya musibah adalah karena kemaksiatan yang dilakukan oleh umat manusia.
Tanpa menyebut siapa dan dari daerah mana mereka-mereka yang berlaku maksiat di negeri ini. Baik perorangan maupun berkelompok, nampak jelas apa yang telah mereka lakoni, mulai dari menguras sumber daya alam seenak perut sampai dosa-dosa individu akibat buaian syaitan.
Menguras sumber daya alam, dengan istilah kekinian sebagai aktivitas pertambangan, boleh dikata cukup massif di provinsi ini.
Bupati Donggala, Kasman Lassa secara tegas mengatakan, bencana banjir yang melanda daerah yang dipimpinnya adalah buah penambangan pasir dan batu di bagian hulu sungai.
“Salah satu faktor yang membuat air sungai menghantam permukiman warga Desa Balukang, yaitu penambangan sirtu besar-besaran di bagian hulu sungai,” ungkap Kasman.
Kata Bupati Kasman, kegiatan pengambilan material di bagian hulu sungai Desa Balukang antara lain dilakukan oleh mantan anggota DPRD Kabupaten Donggala Nasar Haji Tongko yang juga mantan pengurus DPD Partai Golkar Donggala.
Sejak menjadi anggota DPRD kabupaten, politisi Golkar tersebut membuat kegiatan usaha penambangan di hulu sungai Desa Balukang I.
“Iya, sejak ia menjadi anggota DPRD Kabupaten Donggala, sejak itu ada perusahaan tambangnya dan kegiatan pengambilan material di sungai Desa Balukang I,” kata Kasman.
Menurut Bupati kegiatan pengambilan material yang tidak diikutkan dengan pengendalian lingkungan memberikan dampak buruk terhadap keberlangsungan hidup masyarakat.
Karena itu, Bupati Kasman Lassa mendesak Nasar Haji Tongko untuk segera melakukan perbaikan alur sungai tempat ia menambang serta memberikan kepedulian sosial terhadap korban bencana banjir.
“Nasar Haji Tongko harus memperbaiki sungai serta memberikan bantuan sosial kepada masyarakat di Desa Balukang I,” desak Bupati Kasman Lassa.
Bupati mengakui selain faktor tersebut, faktor alam juga mempengaruhi sehingga terjadi banjir yang berdampak meningalnya satu warga di Kecamatan Sojol.
“Ini luka lama. Karena permukiman warga saat ini, itu sebelumnya adalah alur sungai. Karena itu, air pasti akan mencari jalannya semula,” jelasnya.
Kondisi yang sama juga menyeruak dalam pertemuan antara Pemkab Sigi bersama seluruh camat dan kades serta tokoh masyarakat. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Pemkab Sigi akan mengeluarkan surat edaran guna menertibkan aktivitas perusahaan yang mengeruk material sungai atau Galian C di daerah itu. Maraknya aktivitas ini diduga sebagai pemicu terjadinya bencana banjir.
Bupati Sigi Moh Irwan Lapatta mengatakan, penertiban Galian C di sepanjang bantaran sungai, tidak lain untuk mewasapadai hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, saat ini sejumlah wilayah di Sulteng tengah dilanda musim hujan yang berdampak banjir dan berdampak pada rusaknya lahan pertanian dan perkebunan warga serta fasilitas umum.
Dari sisi konsumsi khamar (minuman keras), juga tidak bisa dipungkiri sedang marak-maraknya di daerah ini.
Najis dan perbuatan syaitan itu malah dilegalisasi dengan Keppres Nomor: 3/1997. Akibatnya, minuman keras dengan kadar alkohol dibawah 5% kini bebas beredar di swalayan-swalayan kecil di pinggir jalan. Anehnya, beberapa daerah yang memberlakukan Perda Anti Miras, malah dianggap bertentangan dengan Keppres tersebut dan diminta oleh Kemendagri agar dicabut.
Ya, inilah semua kemaksiatan yang terjadi di negeri ini sebagaimana dikatakan ummul mukminin Aisyah ra. Belum lagi kemaksiatan yang lebih besar dari itu. Riba yang dilakukan oleh negara karena membayar cicilan bunga utang dalam jumlah ratusan triliyun, korupsi para penyelenggara negara hingga rencana menaikkan harga BBM. Semua itu adalah bentuk kemaksiatan dan kezhaliman yang dilakukan oleh pemerintah yang mampu mengundang bencana.
Pantaslah kalau Allah SWT terus menerus memberikan musibah kepada bangsa ini. Karena ternyata satu musibah saja tidak cukup membuat bangsa ini sadar dan bertaubat kepada-Nya. Selama kemaksiatan terus merajalela di permukaan bumi Indonesia, selama itu pula negeri ini akan terus dirundung musibah. Maka segeralah bertaubat.
Jika saja saat ini, dua Sahabat Nabi SAW (Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Azis) sedang bersama kita, mereka tentu akan marah dan menegur dengan keras, karena rentetan “peringatan” Allah itu tidak kita hiraukan bahkan cenderung diabaikan.
Dalam pemandangan di jagat langit, mendung hitam masih mengelayung. Dan badai pun masih menjadi ancaman. Puting beliung mungkin bakal terjadi, meski biasanya angin membahayakan ini terjadi saat musim pancaroba.
Nestapa pilu akibat rumah roboh menjadi salempang kemeranaan.
Saat ini, tidak ada cara yang lebih efektif untuk mengantisipasi sejumlah bencana yang bisa memakan korban jiwa dan harta benda itu, kecuali waspada. Untuk membuat langkah teknis, tentu tidak cukup waktu.
Waspada tidak sekadar memahami tanda-tanda alam munculnya bahaya sehingga bisa cepat menyelamatkan diri, tapi waspada juga dalam makna memahami cara-cara menyelamatkan diri saat menghadapi bencana.
Penyiapan masyarakat menghadapi kemungkinan akan datang bencana yang lebih dahsyat haruslah dimulai dari sekarang. (RIFAY/ANT)