Penulis : Dr. Lindanur Sipatu, S.Kep.,Ns, MM*

Sayyid Habib Idrus Bin Salim Al-Jufri merupakan orang pertama yang menyebarkan pendidikan modern di Sulawesi Tengah dan di luar Sulawesi Tengah. Sebelumnya, masyarakat Sulawesi Tengah hanya mengenal pendidikan di lingkungan keluarga.

Guru Tua, itulah gelar yang diberikan kepada Sayyid Habib Idrus Bin Salim Al-Jufri. Seorang pemangku adat tanah Kaili mengungkapkan bahwa Guru Tua menurut bahasa Kaili, memiliki makna “Gurunya Guru”.

Guru Tua memiliki nilai tinggi dan hanya diberikan kepada orang yang memiliki ilmu duniawi dan ilmu ukhrawi yang diajarkan kepada orang lain. Gelar Guru Tua diberikan sebagai bentuk penghargaan tertinggi dari masyarakat Kaili kepada Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri.

Guru Tua merupakan anak dari Sayyid Salim bin Alawi Al-Jufri yang berasal dari Kota Taris (sekitar 5 km dari kota Siwun, Ibu Kota Hadhramaut Yaman). Ia merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Guru Tua berasal dari keluarga Al’Alawy Al Husainy yang masih memiliki jalur keturunan dari Sayyidina Husain Ibni Fathimah Az Zahra, putri Rasulullah SAW.

Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri lahir pada hari Senin tanggal 14 Sya’ban tahun 1309 H/1890 M, dari seorang Ibu bernama Syarifah Nur Al Jufri, merupakan keturunan bugis dan memiliki hubungan kekeluargaan dengan Arung Matoa, Raja Wajo Sengkang.

Ayah Sayyid Idrus mendirikan lembaga pendidikan “Alkhairaat”, pertama kali di Taris Hadramaut. Setelah ayah Guru Tua meninggal, maka lembaga pendidikan “Alkhairaat” dipimpin oleh Sayyid Idrus.

Walaupun saat itu Guru Tua masih berusia 18 tahun, namun Guru Tua sangat tekun belajar, memiliki daya ingat yang luar biasa, berpengetahuan luas dan berwibawa, sehingga disegani dan dikagumi oleh rekan rekan seusianya.

Sejak tahun 1925, Guru Tua meninggalkan Yaman menuju Indonesia dan menetap di Jakarta, Pekalongan dan Solo. Guru Tua mengajar dan berdakwah serta berdagang. Setelah menetap di Palu tahun 1930, Guru Tua mendirikan Perguruan Islam Alkhairaat di Palu.

Alkhairaat merupakan lembaga swasta yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial serta bermitra dengan pemerintah. Lembaga ini tidak berafiliasi pada kelompok tertentu, namun landasannya bersifat agamis dan sasarannya adalah membangun watak manusia.

Pendidikan Islam Alkhairaat bertujuan membentuk insan muslim Indonesia yang Pancasilais, cerdas, arif, bijaksana dan bertanggung jawab terhadap pembangunan agama, bangsa dan negara.

Hal ini diharapkan dapat menunjang terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri dalam memimpin Perguruan Islam Alkhairaat (1930-1969), telah menerapkan kepemimpinan transformasional.

Hal ini tercermin dalam sikap dan perbuatan Sayyid Idrus dalam kehidupan sehari hari. Kepemimpinan transformasional sangat diperlukan saat ini, karena seorang pemimpin harus mampu melakukan kebijakan secara cepat dalam menerapkan berbagai perubahan kebijakan yang terjadi.

Secara konsep, seorang pemimpin transformasional memiliki beberapa karakter, yaitu : memiliki strategi yang jelas, terarah dan disampaikan dengan komunikasi yang baik dengan para anggotanya, memiliki kepedulian terhadap permasalahan anggotanya dan memotivasi anggotanya serta memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan kenyamanan kerja, menginspirasi anggotanya dan membantu anggotanya untuk mencapai tujuan positif dengan cara yang menyenangkan, selalu menjaga kekompakan tim serta menghargai dan menghormati adanya perbedaan dan keyakinan (Emron et al., 2018).

Adapun sifat dan karakter Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri, yang mencerminkan gaya kepemimpinan transformasional, antara lain :

1. Memiliki tujuan, strategi yang jelas dan terarah.

Guru Tua menempatkan peranan dan program pendidikan pada urutan prioritas, karena mampu memberikan nilai tambah terhadap peningkatan kualitas umat.

    Perguruan Islam Alkhairaat terus berkembang dalam bidang pendidikan, hal ini terbukti dengan tersedianya pendidikan Alkhairaat mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi dan beberapa pondok pesantren Alkhairaat yang tersebar di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia Timur.

    Selama kepemimpinan Guru Tua (1930-1969), beliau sangat giat dan penuh perhatian dalam mengembangkan pendidikan agama Islam.

    Guru Tua memiliki sikap pantang menyerah, berani menerobos daerah-daerah terpencil, hanya untuk membawa misi pendidikan dan dakwah memenuhi permintaan umat dan masyarakat muslim dimana pun mereka berada.

    Guru Tua jarang menyia-nyiakan waktu luang berlalu begitu saja tanpa diisi dengan belajar dan mengajar. Salah satu pesan penting Guru Tua kepada Sayyid Sagaf Al-Jufri, adalah : “Curahkanlah semua waktumu untuk mengajar umat, jangan cari jabatan yang lain dan meninggalkan tugas ini”. Totalitas Guru Tua dalam berjuang mengembangkan pendidikan Alkhairaat, tertulis dalam pernyataan berikut : “Jiwa dan hartaku, semuanya untuk Alkhairaat”

    2. Memiliki kemampuan beradaptasi terhadap berbagai perubahan yang terjadi dan mampu menerapkan kebijakan sesuai perubahan tersebut serta menyampaikannya dengan baik kepada guru dan murid muridnya.

      Sayyid Idrus dalam kepemimpinannya mengembangkan pendidikan Islam Alkhairaat, menggabungkan sistem pendidikan tradisional dan sistem pendidikan modern, memadukan ilmu agama dan ilmu umum.

      Sayyid Idrus merupakan pribadi yang terbuka terhadap perubahan sistem yang terjadi. Guru Tua selalu mengikuti perkembangan dunia melalui radio, khususnya perkembangan dan pergolakan dunia Arab dan dunia Islam.

      Acuan yang digunakan Guru Tua dalam menerapkan suatu kebijakan terhadap adanya perubahan adalah berdasarkan hasil diskusi dengan para guru dan muridnya. Pendapat terbaik akan digunakan sebagai acuan dalam menjalankan kebijakan.

      3. Memiliki kepedulian terhadap permasalahan orang lain, peduli dengan lingkungan dan selalu memberikan motivasi.

        Guru Tua selalu memberikan kesempatan kepada guru dan murid muridnya untuk menyampaikan permasalahan yang mereka hadapi dan selalu memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut, disertai pemberian nasehat nasehat sebagai bentuk motivasi.

        Guru Tua selalu mengarahkan pada cita-cita yang tinggi berdasarkan nilai-nilai moral, seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan.

        Guru Tua memiliki sifat bijaksana dalam menghadapi berbagai keadaan masyarakat di lingkungannya. Memiliki sikap ikhlas, sabar dan ramah terhadap semua orang, sehingga banyak masyarakat yang mendukung cita cita perjuangannya.

        Guru Tua memiliki jiwa sosial yang tinggi dan sangat dermawan. Rumah Guru Tua selalu terbuka untuk siapa saja yang membutuhkannya. Jika ada guru atau murid yang mengalami kesulitan ekonomi, Guru Tua langsung memberikan bantuan pribadi secara sukarela.

        Selain itu, Guru Tua memfasilitasi para muridnya yang berasal dari luar kota Palu dalam jumlah yang banyak, saat mereka menempuh pendidikan. Guru Tua menyiapkan tempat tinggal dan semua kebutuhannya dipenuhi tanpa ada perbedaan.

        4. Menjadi Role Model dengan cara yang menyenangkan.

        Perjuangan Guru Tua dalam mengembangkan pendidikan Alkhairaat di Indonesia, khususnya di berbagai wilayah Indonesia Timur, selalu mengedepankan metode ”uswatun hasanah” (suri tauladan yang baik).

        Guru Tua dalam pergaulannya dengan masyarakat dari tingkat atas sampai rakyat biasa, selalu menunjukkan sikap merakyat, yaitu memahami apa yang menjadi keinginan orang banyak dan selalu berusaha untuk menepati janji serta melakukan apa yang diperintahkannya.

        Prinsip Guru Tua dalam kehidupannya adalah ingin membahagiakan orang lain dan tidak mau menyusahkan orang lain.

        Salah satu bentuk kedekatan Guru Tua dengan murid muridnya adalah melakukan aktifitas sehari hari secara bersama sama, misalnya : makan bersama dan bermain sepakbola dan pencak silat bersama.

        Selain itu, Guru Tua juga sangat konsisten pada ajaran agama dalam hal memelihara kebersihan dan kerapian. Saat kedatangan tamu di rumah, walaupun Guru Tua dalam kondisi sakit, Guru Tua tetap memakai pakaian lengkap, bersih dan rapi. Begitu pula saat melaksanakan shalat, selalu mengenakan pakaian lengkap sama seperti saat menerima tamu.

        5. Menghormati adanya perbedaan dan keyakinan.

        Guru Tua tidak membenarkan diskriminasi antara laki laki dan perempuan dalam pengabdian kepada umat, lebih mementingkan prinsip profesionalisme dan kualitas.

        Guru Tua berpedoman kepada Alquran dan Sunnah yang tidak membedakan laki laki dan perempuan. Perbedaan hanya tergantung pada kualitas ketaqwaannya dan perbedaan fungsionalnya, akibat perbedaan jenis kelamin masing masing.

        Perbedaan tidak dianggap sebagai pertentangan, namun saling melengkapi dan tolong menolong serta kerjasama.

        Hal ini terbukti dengan direstuinya pembentukan organisasi Wanita Islam Alkhairaat pada tahun 1964, sebagai wadah yang berfungsi untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan kaum wanita.

        Guru Tua memiliki sikap toleransi yang sangat luar biasa, menghormati adanya perbedaan dan keyakinan serta bersikap profesional. Hal ini dibuktikan dengan adanya perekrutan profesional pengajar yang disesuaikan dengan kualifikasi akademi dalam bidang tertentu.

        Seorang guru bernama P.K.Entoh yang beragama Kristen, menjadi pengajar pelajaran ilmu hitung dan ilmu dagang di madrasah Mu’allimin dan MLP Alkhairaat. Guru tersebut menyatakan bahwa Guru Tua sangat menghargai dan memperlakukannya dengan baik.

        Semoga dengan HAUL Sayyid Habib Idrus Bin Salim Al-Jufri (HAUL Guru Tua) yang dilaksanakan setiap tahun, dapat meningkatkan jati diri Abnaul Khairaat dalam memahami semangat dan perjuangan Guru Tua, sehingga para Abnaul Khairaat dapat meneruskan cita-cita dan harapan “Sayyid Habib Idrus Bin Salim Al-Jufri”, yaitu : memiliki kemampuan memadukan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan IMTAK (Iman dan Taqwa) serta mampu memadukan antara tradisionalisme dan modernitas.

        Aamiin Ya Rabbal Aalamiin…

        Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal” (QS.Yusuf : 111).

          Sumber :

        1. Yanggo, H., Ahmad, B., Hasan, A.-J. A., Al-Jufri, A. S., Al-Jufri, M. S., Jumat, A. G., & Hidayatullah, S. (2014). Sayyid Idrus Bin Salim Al-Jufri, Pendiri Alkhairaat dan Kontribusinya dalam Pembinaan Umat (Revisi). Gaung Persada (GP) Press Jakarta.
        2. Emron, E., Yohny, A., & Imas, K. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia (Strategi dan Perubahan dalam rangka meningkatkan Kinerja Pegawai dan Organisasi). Penerbit Alfabeta.

        *Penulis adalah Dosen Poltekkes Kemenkes Palu, Jurusan Keperawatan dan alumni Aliyah Alkhairaat Palu angkatan 1997.