OLEH: Moh. Ahlis Djirimu*
Selama periode 2016-2019, angka kemiskinan di Kota Palu meningkat secara absolut dari 26,24 ribu jiwa pada 2016 menjadi 26,62 ribu jiwa pada 2019.
Selama periode 2017-2018, angka kemiskinan ini mengalami penurunan masing-masing sebesar 25,49 ribu jiwa dan 25,26 ribu jiwa. Penurunan ini merupakan dampak dari implementasi program dan kegiatan anti kemiskinan pada rezim sebelumnya baik kegiatan Padat Karya Kelurahan pada 5000 Rumah Tangga Miskin (RTM) maupun Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM).
Program dan kegiatan tersebut bersifat bantalan social, yakni menjaga daya beli masyarakat agar tidak tergerus oleh kenaikan harga.
Selama periode 2018-2019, angka kemiskinan meningkat 1,36 persen dari 25,26 persen pada 2018 menjadi 26,62 persen pada 2019. Kenaikan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yakni kebijakan yang memarginalkan RTM seperti pengurangan ‘paksa’ peserta Padat Karya dan PDPM, bencana 28S2018, kegiatan yang bersifat charity dan karikatif ketimbang transformatif pada wilayah pertambangan.
Selama periode tersebut tersebut, angka kemiskinan di Kota Palu menurun dari 7,06 persen pada 2016 menjadi 6,83 persen pada 2019. Namun, dalam dua periode terakhir yakni 2018-2019, kemiskinan di Kota Palu meningkat dari 6,58 persen menjadi 6,83 persen. Kenaikan tersebut merupakan dampak rambatan dari bencana 28S2018 yang hingga saat ini belum selesai setelah dua tahun.
Adanya Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD) di kalangan penyintas sepatutnya jangan dianggap merupakan masalah biasa-biasa saja. Adanya kasus bunuh diri penyintas merupakan dampak rambatan yang harus dicarikan solusi jiwa.
Pada periode tersebut, angka Kedalaman Kemiskinan (P1) menurun dari 1,19 poin pada 2016 menjadi 0,99 poin pada 2019. Namun, pada dua tahun terakhir, angka tersebut justru meningkat dari 0,91 poin menjadi 0,99. Hal ini berarti RTM Kota Palu semakin banyak menjauh ke bawah dari garis atau menuju dasar kemiskinan.
Sedangkan Keparahan Kemiskinan (P2) menurun dari 0,32 poin pada 2016 menjadi 0,22 poin pada 2019. Namun, pada dua tahun terakhir angka tersebut mengalami peningkatan dari 0,19 poin menjadi 0,22 poin. Hal ini berarti ketimpangan antar sesama RTM melebar atau semakin timpang.
Dalam kondisi pandemi seperti sekarang, berbagai solusi dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Palu asalkan mempunyai komitmen dan konsisten.
Solusi pertama, melakukan verifikasi dan validasi rutin setiap triwulan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sesuai Kepmensos Nomor 133/HUK/2019. Kedua, berdasarkan hasil verifikasi dan validasi, maka diluncurkan program anti kemiskinan bagi desil 1, desil 2, desil 3, desil 4 (infrastruktur), desil 5, baik melalui kegiatan Padat Karya, Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM), Bantuan Langsung Tunai Usaha Mikro Kecil Menengah (BLT-UMKM), subsidi bunga kredit bagi UMKM, asuransi kepala RTM melalui BPJS-TK, BLT-Milenial, pemberdayaan masyarakat lingkar tambang Ulujadi, pemberdayaan masyarakat kelurahan perbatasan Palu-Donggala, Palu-Sigi, pemberdayaan kelurahan pesisir Teluk Palu, pemberdayaan rumah tangga perempuan (RTP),kegiatan retrieval bagi anak usia sekolah PAUD, SD/MI, SMP/MTs, kegiatan deteksi stunting di Kota Palu, serta penyiapan peningkatan daya saing penduduk KotaPalu mulai dari rumah dan perempuan, pemberdayaan masyarakat penyintas, pemberdayaan masyarakat disabilitas.
Kegiatan Padat Karya dapat dilakukan seperti di masa lalu. Datanya tetap diverifikasi yakni pada desil 1 dan desil 2. Hal yang membedakan hanyalah kategori penyintas atau bukan, RTM laki-laki RTP.
Untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan berbasis digital pada kalangan milenial, kegiatan PDPM dapat diarahkan bagi desil 3 dan 5.
Bagi UMKM yang terdampak pandemi dapat diberikan BLT-UKKM dan sekaligus memberikan subsidi bunga atas kredit mereka bila memang mempunyai kredit. Bagi generasi milenial yang sedang menjalankan usahanya, Pemerintah Kota Palu dapat menjalankan kegiatan BLT-Milenial, sekaligus dapat mengatasi angka pengangguran terbuka yang meningkat dari 5,81 persen di Tahun 2018 menjadi 6,36 persen di Tahun 2019.
Bagi masyarakat Kelurahan Tipo, Buluri, Watusampu di Kecamatan Ulujadi, selain menggalakkan kembali budidaya sirsak, sarikaya, jambolan, yang pernah jaya di masa lalu sebelum kegiatan pengerukkan pasir meruntuhkan pranata sosial di daerah ini meninggalkan warisan kapitalisme kota dan hanya akan meninggalkan kesengsaraan bagi Teluk Palu.
Dalam kegiatan Retrieval yakni melakukan penelusuran, dan menyekolahkan kembali anak usia Kota Palu yang mengalami putus sekolah akibat alasan ekonomi, Pemerintah Kota Palu mengambil tanggung jawab menyekolahkan kembali mereka hingga menanggung biaya pendidikannya hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Selain itu, Pendidikan vokasi menjadi pilihan jangka menengah agar ketika Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu berjalan, mereka dapat terserap pada KEK tersebut. Dinas Kesehatan Kota Palu melalui puskemas di berbagai wilayah kecamatan selain melakukan deteksi stunting, mereka dapat melakukan pula deteksi perempuan produktif dan mengadvokasinya dala konteks penyiapan generasi produktif dan berdaya saing sejak dalam rumah tangga, deteksi dini ibu hamil berbasis masyarakat seperti di Kelurahan Lambara agar tertangani dengan baik kondisi kesehatannya.
Di Kota Palu, sesuai data Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi berbasis Masyarakat (e-PPGBM) Agustus 2020 mencapai 1.326 balita atau merepresentasi 10,71 persen dari keseluruhan balita. Balita stunting tersebut terdiri dari 381 balita bertubuh sangat pendek dan 945 balita bertubuh pendek, 10.868 balita bertubuh normal dan 192 balita bertubuh tinggi. Selain itu, pada wilayah terpencil kota seperti Uventumbu, Lekatu, Limoyo Limran, Salena, dan lain-lain diluncurkan kegiatan padat karya dan PDPM daerah terpencil.
Di Kota Palulast but not least, penyintas yang menjadi prioritas utama menyelesaikan bukan hanya jaminan hidupnya, tetapi jaminan tempat tinggal, jaminan berusaha dan jaminan melanjutkan Pendidikan serta penanganan PTSD.
Dalam masa pandemi, para penyintas ini tidak dapat dilupakan karena mereka sangat terdampak ganda baik 28S2018 maupun pandemi covid19. Semua ini akan terlaksana secara baik kita semua komponen pemangku kepentingan di Kota Palu kolaboratif melalui Palu Incorporated berbasis pentahelix: Pemerintah, Perguruan Tinggi, Organisasi Masyarakat Sipil, Swasta, DPRD, jurnalis, kaum disabilitas.
*Penulis adalah Staf Pengajar FEB-Untad