Alam nasyrakh laka shadrak. Wa wadza’na anka wizrak. Alladzii anqazadzahrak. Wa rafa’naa laka dzikrak. Faa’inna ma’a al-‘usyri yusyra. Inna ma’a al-yusyri yusyra. Faa’idza faraghta faanshab. Wa iilaa rabbika faarghab

Sebagian besar di antara kita pasti hafal betul ke dua potongan ayat surat di atas, yang sering disebut surat Alam Nasyrah karena bunyi awal surat tersebut memang demikian.

Meski mungkin dalam penerapan kesehariannya tidak semua orang memahami dan menguasai ayat pamungkas mengatasi kesulitan tersebut.

Kesulitan dalam hidup adalah hal biasa. Bahkan hidup tanpa sedikitpun kesulitan rasanya tidak akan menarik. Karena justru dengan adanya kesulitan atau masalah maka kemudahan akan lebih terasa nikmatnya. Inilah tantangan hidup.

Setiap orang pasti pernah mengalami masalah yang kurang menyenangkan dalam hidupnya. Entah itu sakit, kecewa, sakit hati atau berbagai kegagalan dalam hal apapun.

Kegagalan dalam mengikuti pelajaran sekolah, dalam berkarier atau dalam cinta dan berumah-tangga, misalnya. Walaupun mungkin berbeda tingkat kesulitannya, bagaimana cara memandang dan menghadapinya.

Akan tetapi “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu? Yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan bagimu sebutanmu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.

Dengan ayat itu Allah Taala menyatakan bahwa Ia telah memberikan kelapangan dada setiap manusia. Menghilangkan beban yang kerap kali menghimpit derap langkah kehidupan manusia. Tetapi Allah juga berjanji bahwa setiap kali ada kesulitan yang menerpa kita, akan ada pula kemudahan menghampiri kita.

Setiap kali kita melangkahkan kaki keluar rumah, berjalan menyusuri lorong kota atau desa, dan meniti gang-gang sempit, kita sadar bahwa di hadapan kita terbentang jalan yang tak datar.

Pada kalanya kita melewati jalan menurun, tapi tak jarang pula kita harus mampu meniti jalan mendaki yang kadangkala terasa berat.

Sejumlah ulama mengatakan, pengulangan lafadz pada kedua ayat tersebut di atas adalah sebagai bentuk penekanan atau penguat, yang berfungsi sebagai penghibur dan pemberi motivasi untuk Nabi.

Allah hendak menguatkan hari Nabi dengan meyakinkan bahwa dibalik kesulitan dalam berdakwah, yang beliau hadapi, terdapat kemudahan-kemudahan,

Puncak kemudahan yang Allah ta’ala berikan kepada Nabi- Muhammad SAW adalah ketika penaklukan kota Mekkah (fathu makkah). Peristiwa yang memicu orang-orang musyirikin quraisy masuk Islam secara berbondong-bondong, sebagaimana yang diabadikan dalam surat an-Nashr.

Diantara pelajaran yang bisa kita petik, dari dua ayat ini adalah anjuran menghibur orang yang sedang tertimpa kesulitan.

Terkait jenis kemudahan yang Allah, gariskan menjadi dua bagian yaitu kemudahan dalam syari’at dan kemudahan dalam takdir.

Contoh kemudahan dalam syari’at adalah, tatkala seseorang tidak mampu menjalankan shalat dengan berdiri, maka syari’at membolehkannya untuk shalat dengan duduk.

Adapun kemudahan dalam takdir, mencangkup kemudahan yang sifatnya konkrit dan abstrak. Ketika Allah ta’ala memberikan kelebihan harta bagi orang miskin inilah kemudahan konkrit.

Dan apabila Allah menguatkan orang yang tertimpa musibah dengan kesabaran, yang membuatnya lebih tenang, maka yang bersangkutan mendapat kemudahan abstrak. Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)