Kemiskinan : Mengurangi dan Mengentaskan

oleh -
Ilustrasi. (FOTO: PIXABAY)

OLEH : Viko Dardika, S. Tr. Stat*

Reformasi ekonomi yang sampai saat ini menjadi upaya negara-negara di seluruh dunia masih dihadapkan dengan dilema-dilema kebuntuan ekonomi.

Terdapat kebuntuan ekonomi yang menjadi perenungan oleh seluruh negara baik negara maju maupun berkembang, salah satunya adalah masalah kemiskinan.

Untuk mengukur kemiskinan secara makro, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach), yang mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh World Bank.

Selain memang mengikuti kaidah internasional, metode itulah yang digunakan banyak negara berkembang. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Jadi, penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan.

Pada bulan Maret 2022, jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah mencapai 388,35 ribu orang, meningkat sebanyak 7,14 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin September 2021 yang berjumlah 381,21 ribu orang.

Garis Kemiskinan pada Maret 2022 tercatat Rp530.251,-/kapita/bulan, meningkat dibandingkan bulan September 2021 sebesar Rp505.608,-/kapita/bulan.

BACA JUGA :  Anwar Hafid Sebut Pertumbuhan Ekonomi Sulteng tidak Berdampak pada Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Indeks kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Sedangkan indeks keparahan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks keparahan kemiskinan, maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Pada periode September 2021 – Maret 2022, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan maupun Indeks Keparahan Kemiskinan, Provinsi Sulawesi Tengah cenderung mengalami kenaikan.

Indeks Kedalaman Kemiskinan mengalami kenaikan pada Maret 2022, yaitu sebesar 2,41 dibandingkan tahun sebelumnya September 2021 sebesar 2,24.

BACA JUGA :  Etika dan Perilaku Politik dalam Menghadapi Pilkada

Hal ini mengindikasikan tingkat pengeluaran rata-rata penduduk miskin Sulawesi Tengah mengalami penurunan.

Begitu pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan, yang sebelumnya pada September 2021 berada pada level 0,62 kini naik pada Maret 2022 menjadi 0,68.

Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa tingkat kesenjangan antar penduduk miskin Sulawesi Tengah sedikit melebar. Namun, kedua indeks ini masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata masing-masing indeks di wilayah Sulawesi lainnya.

Dengan demikian, program pengentasan kemiskinan seperti bantuan sosial berupa modal dan pendampingan usaha serta penyediaan sembako harga murah dapat diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari penduduk sangat miskin tersebut, di samping perlu dilakukan peningkatan kompetensi penduduk miskin agar dapat bersaing dengan kelompok yang lain untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui pendidikan baik formal maupun kelompok belajar (Kejar) Paket.

Persoalan lain dari kemiskinan secara mikro, masih banyak dijumpai masyarakat yang merasa bahwa dirinya miskin, hal ini juga perlu menjadi perhatian khusus.

BACA JUGA :  Menakar Starting Point Posisi Elektabiltas Paslon Gubernur dan Wagub Jelang Kampanye 2024 di Sulteng

Srategi maupun kebijakan dalam bentuk bantuan secara psikologis dapat juga diterapkan.

Pemerintah daerah perlu membuat gambaran terhadap masyarakat miskin, agar lebih tepat sasaran untuk bentuk bantuan yang akan diberikan. Ada kelompok masyarakat yang hanya sebagai penerima bantuan konsumtif saja, ada kelompok masyarakat yang masih produktif.

Pendampingan dan pengawasan terhadap bantuan program pengendalian kemiskinan harus dilaksanakan agar masyarakat penerima dapat meneruskan usahanya secara berkelanjutan.

Tujuan pertama dalam Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) adalah mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimana pun (end poverty in all its forms everywhere).

Kemiskinan merupakan masalah bersama, sehingga semua pihak wajib ikut serta dalam mengakhirinya. Upaya pemerintah daerah maupun pusat bukan hanya sekedar mengurangi tingkat kemiskinan, namun bagaimanapun harus dapat mengentaskan kemiskinan itu.

*Penulis adalah ASN BPS Kabupaten Donggala