PALU – Kementerian Kependudukan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) memperkuat sejumlah program strategis sebagai langkah menekan stunting serta mengurangi kerentanan keluarga di tengah meningkatnya tantangan kependudukan nasional.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Kemendukbangga/BKKBN, Prof. Budi Setiyono, S.Sos., M.Pol.Admin., Ph.D, dalam konferensi pers di Sriti Convention Hall Palu, Jumat (21/11).
Prof. Budi menjelaskan bahwa penguatan program dilakukan sebagai respons terhadap kondisi ketenagakerjaan dan sosial ekonomi yang masih rentan.
“Saat ini, 59,11 persen tenaga kerja Indonesia masih berada di sektor informal tanpa jaminan sosial dan akses pelatihan berkelanjutan,” katanya.
Sementara itu, kata Budi, kerentanan keluarga turut terlihat dari 516.344 kasus perceraian pada tahun 2022, stagnasi rasio tabungan di angka 30 persen PDB, serta peningkatan utang rumah tangga sebanyak 18 persen. Prevalensi stunting nasional juga masih berada pada angka 19,8 persen.
Di tengah situasi tersebut, Kemendukbangga memperkuat beberapa program utama, seperti Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya) yang menyediakan layanan penitipan anak untuk mendukung ibu bekerja, Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), serta program Lanjut Usia Berdaya (Sidaya) untuk meningkatkan kemandirian lansia. Selain itu, Gerakan Ayah Teladan Indonesia digencarkan untuk memperkuat peran ayah dalam pengasuhan dan ketahanan keluarga.
Prof Budi menyampaikan, untuk percepatan penurunan stunting, Kemendukbangga bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional. Program yang saat ini menyasar Busui, Bumil, dan Balita Non-PAUD (3B) akan diperluas ke wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dengan skema layanan yang lebih adaptif terhadap kondisi geografis. Kapasitas layanan 3B di wilayah 3T diperkirakan berada pada kisaran 500-1.000 penyedia.
Menurutnya, program tersebut ditargetkan berjalan mulai Januari 2026 setelah melalui tahap uji coba di Kabupaten dan Kota Bogor. Hasil uji coba akan menjadi dasar penyusunan peraturan Badan Gizi Nasional untuk pelaksanaan di tingkat nasional. Pemerintah juga tengah menyempurnakan struktur Tim Pencegahan Percepatan Penurunan Stunting guna memperkuat koordinasi lintas lembaga.
“Pemerintah mencatat progres positif dengan prevalensi stunting nasional tetap berada di angka 19,8 persen berdasarkan SSGI Februari 2025, turun dari 21,5 persen pada 2023. Target nasional pada tahun depan ditetapkan mencapai 18 persen. Memasuki awal Desember, Kemendukbangga/BKKBN akan melakukan pemantauan dan evaluasi lapangan sebagai dasar pemberian insentif fiskal bagi daerah,” terang Prof. Budi.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan BKKBN Sulawesi Tengah, Tenny C. Soriton, S.Sos., M.M., menyebut Sulawesi Tengah termasuk daerah dengan progres signifikan dalam penurunan stunting. Kota Palu dan Morowali telah menerima insentif fiskal, sementara Provinsi Sulawesi Tengah menjadi salah satu kandidat penilaian pembangunan kependudukan tingkat nasional.
“Sulteng salah satu dari sembilan provinsi yang dinilai Kemendagri dan Kemendukbangga/BKKBN untuk mendapatkan penghargaan atas komitmennya menuntaskan stunting,” ujarnya.

