JAKARTA – Pansus I DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melakukan konsultasi mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, di Jakarta, Selasa (12/04).

Rombongan yang dipimpin Ketua Pansus I Yahdi Basma itu diterima oleh Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa dan Perdesaan Muh. Fachri.

Yahdi Basma mengatakan, Raperda ini merupakan inisiatif Komisi I DPRD Sulteng, sebagai upaya kongkret memastikan uang negara yang telah digelontorkan ke desa, bernilai produktif.

“Yakni dapat mendongkrak kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan,” jelas Yahdi.

Anggota pansus, Sri Indraningsih Lalusu, menambahkan, inisiatif pembentukan Raperda ini karena banyaknya permasalahan di desa yang dikeluhkan ke DPRD.

“Olehnya kami berkonsultasi ke sini agar mengetahui sejauh mana kewenangan kami, karena mereka butuh pengawasan yang pasti,” ujarnya.

Sebab, kata dia, sejauh ini perangkat desa mengaku diawasi dan ada pendampingan kejaksaan yang dianggap sangat menyiksa.

“Apalagi selama ini kita ketahui penggunaan dana desa itu kadang diintervensi oleh kepala daerah,” ungkap Ketua Komisi I DPRD Sulteng itu.

Anggota Pansus lainnya, Ronald Gulla, menyampaikan, keberadaan aparat pemerintah desa yang silih berganti, membuat pengelolaan dana desa masih amburadul, ditambah lagi SDM beberapa kepala desa yang masih sangat terbatas.

“Olehnya, adanya Raperda ini, maka provinsi menjadi penengah agar pemerintah kabupaten tidak asal-asalan dalam pengawasan dan tidak serampangan dan sembarang mengintervensi dana desa,” katanya .

Mohammad Fahri selaku Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa dan Perdesaan, mengatakan, selama ini tidak ada yang mampu mengaudit 1842 desa di Sulteng karena objeknya banyak sekali dan sumber dayanya terbatas.

“Auditor yang turun ke desa tidak sampai 10 orang, apalagi jika ditarik ke provinsi. Kecuali yang kita dorong adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri,” jelasnya.

Ia menambahkan, saat ini dana desa merupakan satu dari tujuh sumber pendapatan desa, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor: 6 Tahun 2014 tentang Desa.

“Belum lagi adanya UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka dana desa masuk dalam skema transfer ke daerah. Maka di sinilah intervensi kepala daerah akan lebih tinggi lagi,” ujarnya.

Untuk itu, ia merekomendasikan Raperda ini dibahas setelah adanya peraturan turunan dari UU No 1 tentang HKPD tersebut karena dikhawatirkan Raperda ini akan bertentangan dengan peraturan di atasnya.

“Selanjutnya jika ini tetap diteruskan, maka saya menyarankan untuk mengubah judul atau beberapa pasal yang ada di dalamnya,” sarannya.

Selain Yahdi, Sri Indraningsih Lalusu, dan Ronald Gulla, turut hadir sejumlah anggota Pansus I lainnya, yakni Abdul Karim Al Jufri, Ambo Dalle, H. M Tahir H. Siri, Ellen Esther Pelealu, Naser Djibran dan Rosmini A. Batalipu. ***