JAKARTA – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT), dalam hal ini Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembangunan Desa dan Perdesaan (PDP), Muhammad Fachri, menyarankan agar komisi I merancang peraturan daerah (perda) tentang pengentasan kemiskinan di desa.

Ia menyatakan siap mendampingi tim penyusun raperda. Pihaknya mempunyai data IDM (Indeks Desa Membangun) yang mencakup semua desa di Sulteng. Dari data itu bisa dipetakan potensi dan masalah yang ada di desa.

“Itu keren. Kita bisa langsung detailkan activity-nya apa. Kalau terkait pemberdayaan desa itu masih rancu, kita mau melakukan apa?,” katanya, saat menerima kunjungan konsultasi anggota Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), di lantai II gedung B, Kemendes PDTT, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (10/11).

Sedianya, komisi I datang dalam rangka berkonsultasi terkait rencana pembentukan raperda inisiatif tentang pemberdayaan desa yang saat ini sedang dalam tahap penyusunan naskah akademik

Menurut Fachry, lebih baik langsung fokus di raperda pemberantasan kemiskinan, dengan catatan harus dimulai dengan data yang valid.

“Susun instrumen datanya, berikan anggarannya ke desa untuk menyusun itu, standarisasi musyawarah desa,” ujar mantan Kabag Humas Pemkab Sigi itu.

Terkait pemberdayaan desa adat, ia juga mempertanyakan apa target yang ingin dicapai.

Jika ingin mencontoh Bali, kata dia, karakter desanya dengan Sulteng berbeda. Di Bali, kata dia, ada desa dinas dan ada desa adat.

Kata dia, untuk desa dinas terdiri dari kepala desa dan perangkatnya, sama dengan desa lain.

“Tapi desa adat tidak, semua tanah dan aset lainnya milik desa adat karena itu memang berlaku sejak turun temurun. Makanya saya bingung pada desa-desa yang menuntut pembentukan desa adat, targetnya apa. Cukup penguatan lembaga adat dan itu dimungkinkan dengan dana desa,” tekannya.

Ia pun kembali menyarankan kepada DPRD Provinsi Sulteng untuk membuat raperda yang fokus pada pengentasan kemiskinan di desa yang intervensinya mulai dari provinsi, kabupaten hingga ke desa.

“Itu cakep, karena belum ada di Indonesia yang membuat seperti itu. Jadi tidak semua terfokus pada arahan pemerintah pusat. Misalnya soal DTKS, ketika masih ada ditemukan inclusion error dan exclusion error berarti datanya tidak valid,” ujarnya.

Pihaknya, lanjut dia, ingin mendorong program pemerintah daerah yang fokus pada pengentasan kemiskinan di desa. Sebab jika menunggu program pusat, persoalannya akan kembali ke masalah data.

Ia juga menyinggung pelaksanaan musyawaran rencana pembangunan (musrenbang) tingkat desa yang dianggapnya hanya ritual saja.

“Negeri kita ini negeri seremoni. Saya pernah jadi kepala desa, saya pernah jadi lurah, hampir tidak pernah terpenuhi usulan kita itu di musrenbang desa,” imbuhnya.

Di tempat yang sama, Koordinator Pendampingan Desa, Suhandani, berpendapat bahwa raperda yang direncanakan oleh komisi I tetap terkait pemberdayaan desa yang goalnya untuk mengentaskan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan.

“Tetapi harus diingat bahwa uraian masalah di lapangan itu yaitu tidak adanya keterpaduan antara desa, OPD di kabupaten, provinsi, dan pusat,” ujarnya.

Sebenarnya, kata dia, yang penting dilakukan adalah meluruskan benang yang bengkok jauh lebih bagus, di mana musrenbang desa harus selaras dengan kabupaten, provinsi hingga ke pusat.

“Itu dulu, karena di situ ada yang terputus. Musrenbang desa nggak nyambung dengan kabupaten. Kabupaten juga kadang nggak nyambung dengan provinsi,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Sulteng, Wiwik Jumatul Rofi’ah, mengatakan,pihaknya akan melakukan diskusikan kembali mengenai saran tersebut. Sebab, kata dia, kedatangan mereka kali ini masih sekadar menyampaikan kondisi di desa, salah satunya adalah kemiskinan.

“Apakah kemudian perdanya bertemakan pengentasan kemiskinan yang kemudian bagian-bagian di dalamnya termasuk soal desa adat, itu yang akan kami diskusikan,” katanya.

Selain Wiwik, turut hadir anggota komisi I lainnya, Elisa Bunga Allo dan Enos Pasaua beserta staf Sekretariat DPRD Sulteng.(RIFAY)