PALU- Pihak keluarga Suciati Yuslih dari PT Destik Energi Mandiri pemilik stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Nomor 023/E2700/SPBU/2006- B1 menduduki kembali SPBU Jalan Dewi Sartika Kota Palu, usai pengadilan agama Palu melakukan eksekusi Kamis (3/8) lalu.
Pendudukan SPBU itu dilakukan pihak keluarga, sebab eksekusi dilakukan Pengadilan Agama Palu dinilai ilegal, sebab perkara masih proses kasasi di Mahkamah Agung (MA) dengan perkara nomor 982 K/AG/2023, sehingga perkara belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pemilik tanah Suciati Yuslih melalui kuasa hukumnya dari DF Law And Partners Dian Fariska meminta kepada Pengadilan Agama harus obyektif dan bersabar dalam melakukan eksekusi, sebab harus sesuai prosedur hukum sebab dalam Perkara aquo masih dalam tahap upaya hukum kasasi di MA dengan Perkara Nomor 982 K/AG/2023.
“Sehingga perkara tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap. “Lalu kenapa harus cepat-cepat eksekus,”tanya dia.
Ia juga menjelaskan, pokok permasalahan merujuk dengan Perjanjian No. 110 tanggal 12 Oktober 2016 dihadapan Notaris Saharuddin Syarief antara Suciati Yuslih ,KT (kliennya) dengan Heru dan Ny Heritan akan membeli tanah dan bangunan sebagaimana SHM Nomor 1209/Mamboro dan SHM No. 1208/Mamboro yang sebelumnya dijadikan usaha stasiun pengisian dan pengangkutan elpiji khusus dengan harga Rp11,5 miliar.
“Tetapi keduanya belum mempunyai uang sebesar Rp 11.5 M sehingga timbul kesepakatan pembayarannya dengan cara termin atau bertahap sampai dengan 3 kali,” bebernya.
Antara lain sebut dia, Rp4 miliar dibayarkan Agustus 2015, untuk SHM Nomor 1209/Mamboro luas 10.375 M2, Rp4,7 miliar dibayarkan 23 September 2016 SHM Nomor 2652/Petobo luas 2000 M2 (berdiri SPBU).
Lalu lanjutnya, berhubung Heru dan Ny Heritan tidak bisa membayar dilakukanlah take over kredit ke BNI Syariah Cab. Palu dengan Penambahan S 2653/Petobo dalam jangka 5 tahun terhitung sejak 23 September 2016 sampai September 2021.
“Setelah lunas wajib dikembalikan ke Suciati meskipun SHM tersebut dilakukan penggabungan dan Nomornya berbeda,” tuturnya.
Lebih lanjut ucap dia, Rp1,3 miliar belum dibayar untuk tiga SHM masing-masing SHM No. 2383/Lolu Utara Luas 126 M/2, SHM No. 80/Lolu Utara Luas 128 M/2, SHM No. 81/Lolu Utara Luas 126 M/2.
“Rp1.5 Miliar akan dibayarkan dengan tidak diatur dalam Perjanjian No. 110 ini,” katanya.
Sementara Suciati melalui kuasa hukum lainnya Salmin Hedar menerangkan, ada dua perkara saat ini sedang berjalan yakni Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Palu.
Ia menjelaskan perkara di Pengadilan Agama yang melakukan perlawanan terhadap eksekusi, ialah Suciati sebagai Pelawan. Lalu perkara di Pengadilan Negeri ada ahli waris tidak terlibat dalam jual beli dibuat oleh notaris Hasna.
“Jadi diduga ada konspirasi yang dibangun antara notaris , PT Gasmindo Utama dan BSI,” tuturnya.
Yang mana ucap dia ,akta jual beli yang dilakukan oleh notaris Hasna tidak ditandatangani ahli waris seluruhnya.
Ia menegaskan, adanya akta jual beli antara PT Gasmindo dan BSI terungkap di persidangan, dimana semua ahli waris tidak ada bertandatangan.
Olehnya tegasnya, eksekusi dilakukan Pengadilan agama itu ilegal. Bahwa pemenang lelang yang bermohon eksekusi PT Butol Raya Nusantara SHM itu belum balik nama.
“Dan Alhamdulillah BPN sampai saat ini belum balik nama atas nama PT Butol Raya Nusantara sehingga belum memiliki legal standing bermohon ekseskusi,” tegasnya.
Olehnya status tanah dan SPBU pasca eksekusi, menurutnya, berpulang kembali kepada Suciati, sebab eksekusi tersebut Ilegal, sehingga tidak sah.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG