PALU – Sudah beberapa hari terakhir ini, masyarakat Kota Palu diresahkan dengan langkanya gas elpiji 3 kilogram, baik di tingkat pangkalan maupun pengecer. Jika pun ada, namun harganya jauh melebihi Harga Eceran Tetap (HET) yang telah ditetapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Palu.
HET yang biasanya sebesar Rp16 ribu, melambung naik mencapai Rp35 ribu per tabung.
Terkait itu, Wakil Ketua II DPRD Kota Palu, Erfandy Suyuti menyatakan bahwa pihaknya pernah mengusulkan kepada Pemkot untuk menata kembali pangkalan-pangkalan yang menjual elpiji tersebut. Sayangnya, usulan tersebut tidak digubris.
Sepengetahuannya, saat ini jumlah pangkalan di satu kelurahan, terkadang mencapai tiga sampai lima. Sementara, ada beberapa kelurahan yang tidak memiliki pangkalan.
“Padahal kalau pangkalannya ditata, maka tidak susah mengontrol distribusi gas,” kata Erfandy, Rabu (06/09).
Politisi Partai Hanura itu menambahkan, untuk mengontrol kebutuhan gas elpiji tersebut, maka cukup dengan mengetahui berapa kebutuhan gas per kelurahan. Setelah itu, pangkalan direkomendasikan untuk menjual gas tersebut sesuai kebutuhan masyarakat.
Jika sudah dilakukan penataan, namun tetap terjadi kelangkaan, maka akan ketahuan pangkalan atau agen mana yang “bermain”.
“Kalau pun sampai terjadi hal demikian, makanya konsekwensinya harus dicabut izinnya,” pungkasnya.
Kelangkaan elpiji yang terjadi sejak Hari Raya Idul Adha itu, juga mendapat respon serius dari Wali Kota Palu, Hidayat.
Untuk itu, secara khusus, Pemkot telah menurunkan tim berlapis-lapis dari seluruh OPD terkait, pihak kecamatan, hingga kelurahan.
“Kita sudah turunkan tim yang dipimpin Wawali untuk bisa mengambil langkah kongkrit mengatasi masalah ini,” tegasnya.
Dia juga berharap kepada camat dan lurah, bersama Satgas K5 untuk membuka pos pengaduan sehingga ketahuan masyarakat mana yang pantas mendapatkan gas elpiji 3 kg tersebut.
Kelangkaan gas elpiji juga dirasakan masyarakat Kabupaten Sigi. Kepala Bagian (Kabag) Ekonomi, Pemkab Sigi, Ma’mun Maragau, mengatakan, pihaknya telah melakukan inspeksi bersama Ombudsman dengan mendatangi pangkalan maupun pengecer di sejumlah wilayah.
“Kita menemukan ada beberapa kois yang menjual diatas harga sebenarnya. Kita sudah beri peringatan,” tegasnya.
Dia menduga adanya permainan di tingkat pengecer yang dengan sengaja menimbun kebutuhan masyarakat tersebut.
“Kita ini sebagai pedagang sangat butuh dengan gas, kalaupun ada, harganya sampai Rp30 ribu,” keluh salah satu warga Sigi Biromaru.
Terpisah Sales Eksekutif LPG Wilayah Sulawesi Tengah, Bastian Wibowo, mengatakan, pihaknya mengsinyalir adanya ulah pengecer. Modusnya adalah dengan cara membeli secara acak, kemudian menimbunnya.
“Sejauh ini kami masih terkendala dengan kekurangan Personil pengawas, apalagi luasan area pengawasan yang begitu besar menyebabkan tidak maksimalnya pengawasan kepada agen atau pangkalan yang terindikasi “nakal. Sulit kami deteksi tanpa melibatkan Pemda,” ungkap Bastian.
Pihaknya sendiri mengaku sudah memperketat pengawasan terhadap agen dan pangkalan, namun yang ditemukan, masalahnya ada di tingkat pengecer yang menjual diatas HET.
“Kami dari pihak Pertamina meminta bantuan Pemkot untuk menindak pengecer yang melakukan penimbunan dan menjualnya dengan harga yang tidak wajar,” bebernya.
Camat Tawaeli, Nawab Kursaid dan Pemerintah Kelurahan Lolu Selatan langsung turun ke pangkalan dan pengecer.
“Namun dari beberapa pengecer yang kami datangi, tidak ditemukan ada kejanggalan. Mereka mengaku bahwa stoknya habis. Demikian pula dengan pangkalan, kami tidak menemukan adanya masalah,” singkat Lurah Lolu Selatan Hardiyanty. (YUSUF/ HAMID/HADY)