Kejati Sulteng Gelar Wayang Kulit Semalam Suntuk

oleh -
Kajati Sulteng Sampe Tuah didampingi Kapolda Sulteng Brigjen Ermi Dwiatno dan Staf Ahli Gubernur Ardiyansah Lamasitudju saat menyerahkan cenderamata kepada dalang, pecan lalu. (FOTO: MAL/IKRAM)

PALU – Dalam rangka memperingati hari bakti Adhyaksa ke-58, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng menggelar pagelaran wayang kulit semalam suntuk, mulai pukul 21.00 Wita hingga 04.00 dini hari, di halaman Kantor Kejati, Sabtu (04/08) malam.

Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulteng, banyak pesan moral yang dapat dipetik dari pegelaran wayang tersebut, di antaranya mengenali hukum dan menjauhkan hukuman, berita bohong, narkoba, radikalisme dan terorisme.

Sampe Tuah mengatakan, wayang kulit merupakan salah satu kesenian tradisional asli Indonesia yang telah hadir sejak 1500 tahun sebelum Masehi. Wayang hadir dari para cendekia, nenek moyang suku Jawa di masa silam.

“Kesenian tradisional wayang kulit ini telah dianugerahi UNESCO sebagai salah satu warisan budaya, sejarah yang harus dijaga kelestarianya,” katanya.

BACA JUGA :  Cuti Kampanye, Wali Kota Palu Titip Urusan Kebersihan kepada Padat Karya

Bahkan kata dia, wayang kulit juga sempat meraih predikat warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur Indonesia.

“Dengan predikat ini, kita sebagai warga Indonesia harus bangga dengan kesenian tradisional ini,” ujarnya.

Menurut karakternya, tambah dia, tokoh wayang dibagi dalam beberapa golongan, yakni dewa, rohaniawan, raja, ksatria, putri, rakyat dan raksasa.

“Dahulu Sunan Kalijaga menjalankan dakwah dan pesan moral melalui pagelaran wayang,” katanya.

BACA JUGA :  Diseminasi Stunting Tahap 1: Pemkab Poso Fokus pada Gizi, Kesehatan, dan Pola Asuh Anak

Group kesenian wayang kulit pimpinan Gandang Musgini ini membawakan lakon Bima Mencari Jati Diri “Dewa Ruci” dengan dalang Mustiko Bayu Wibowo dari ISN Jogjakarta.

Dalam sinopsisnya menceritakan kegelisahan yang menghantui Durna. Keberadaannya di antara Kurawa dan Pandawa, membawanya ke dalam sebuah keadaan yang memaksanya untuk memilih antara kewajiban sebagai guru dengan sebuah pengabdian kepada penguasa yang memberikan kemakmuran.

Janjinya kepada Bima untuk mengajarkan ilmu sangkan Parani Dumadi, membuat kecemburuan Sengkuni. Dengan segala upaya, Sengkuni pun berusaha menggagalkan keinginan Bima. Durna yang mendapat tekanan dari Sengkuni terpaksa mencari jalan untuk menjerumuskan Bima. Ia meminta Bima mencarikan kayu gung susuhing angin di hutan serta mencari air suci di dalam samudra.

BACA JUGA :  Andono Wibisono: Terima Kasih Para Slankers Bisa Tepati Janjinya

Niat, tekad dan ketulusan Bima membuatnya berhasil bertemu dengan jati dirinya, yaitu Dewa Ruci yang mengajarkan ilmu kehidupan.

Pagelaran wayang kulit ini dihadiri Kapolda Sulteng Brigjen Ermi Widyatno beserta unsur Forkopimda lainnya.

Dalam kesempaan tersebut, Kajati juga bertukar cenderamata dengan dalang Mustiko Bayu Wibowo. (IKRAM)