Di dalam Al-Quran, kita mengenal sepenggal kisah Musa dan Harun As sebagai dua orang saudara kandung sekaligus Nabi Allah.
“Teguhkanlah kekuatanku dengan adanya dia, dan jadikan dia teman dalam urusanku” (QS. 32-33) begitu permintaan Nabi Musa As saat memohon kepada Allah untuk menjadikan Harun As sebagai sekutu dalam perjuangannya. Keberadaan Harun As seakan mendorong keberanian Nabi Musa untuk menghadapi tantangan yang ada. Dua Nabi Allah itu berjalan beriringan, saling melengkapi kekurangan.
Hubungan Nabi Musa dan Harun As itu mungkin juga mengingatkan kita kepada sepasang saudara lainnya: Almarhum Habib Saggaf bin Muhammad Al-Jufri dan adiknya Habib Abdillah.
Habib Idrus bin Salim Al Jufri pernah berkata untuk kedua cucunya ini:
“Kedua cucuku ini, هما كالعيني, mereka berdua ini adalah bagaikan kedua mataku. (maksud guru tua disini jangan membedakan antara kedua cucunya)”. Kata-kata tersebut dilontarkan Habib Idrus saat menjemput Habib Saggaf yang baru pulang setelah menuntaskan pendidikannya di Mesir selama kurang lebih 8 atau 9 tahun.
Diceritakan, dengan suka cita masyarakat Donggala mengalungkan bunga kepada Habib Idrus dan Habib Saggaf. Di momen itulah, kalungan bunga yang dikenakan oleh Habib Idrus beliau berikan kepada cucunya yang kedua, Habib Abdillah. Ini mengingatkan kita dengan sikap Rasulullah SAW yang tak membedakan cintanya kepada Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain.
Sejak kecil dua kakak beradik, Habib Saggaf dan Habib Abdillah memiliki semangat belajar yang tinggi. Di sekitar tahun 50-an mereka sudah terbiasa berjalan kaki, pagi dan sore untuk Qiraah kepada sang Kakek, Habib Idrus. Begitupun, mereka punya keinginan yang sama untuk belajar keluar negeri.
Diceritakan bahwa keduanya menemui Habib Idrus untuk mengutarakan harapan tersebut. Saat Habib Saggaf menyampaikan, Habib Idrus lalu menyetujui. Namun belum Habib Abdillah menyatakan niatan yang sama, Habib Idrus lantas berpesan “Wahai Abdillah, engkau dengan saya (di Indonesia), Insya Allah engkau akan bahagia, rezekimu akan selalu ada”, meski ridha dengan keputusan tersebut, Habib Abdillah muda menitikkan air mata, terbayang harus berpisah dengan abangnya yang sehari-hari selalu bersama.
Saat ini, kita menyaksikan makam dua guru yang kita cintai itu terletak berdampingan, seakan mengamini kata-kata datuknya, Habib Idrus, bahwa dua saudara ini seperti sepasang mata, tidak bisa terpisahkan.
Jika mundur ke belakang, saat Habib Abdillah wafat di tahun 2006, Habib Saggaflah yang meminta agar sang adik dimakamkan di belakang Masjid Al-Khairaat demi berdekatan dengan kubur datuknya, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri. Tak disangka, malam harinya, Habib Saggaf mengaku bermimpi bertemu dengan Habib Idrus, yang berkata bahwa beliau senang Habib Abdillah telah berdekatan dengannya, diciuminya kening Habib Saggaf sambil berkata “Jazakallah khairan”.
Pertemuan dalam mimpi tersebut, dikatakan oleh Habib Saggaf, baru dialaminya lagi setelah sekian lama. Di saat kematian Habib Abdillah itu juga, Habib Saggaf berpesan agar nanti beliau bisa dimakamkan di sisi adiknya, sambil menatap ke bagian makam yang masih kosong. Kini keinginan Habib Saggaf telah terpenuhi.
Juga seperti membuktikan isyarat kakeknya, Habib Idrus, bahwa Habib Saggaf dan Habib Abdillah janganlah dibedakan: Jika kita runut, masa mengabdi Habib Abdillah menurut Habib Saggaf telah genap 52 tahun, karna menurut Habib Saggaf adiknya tersebut tidak pernah sekalipun meninggalkan Al-Khairaat hingga wafatnya di tahun 2006. Dan ternyata Habib Saggaf pun sama, beliau telah mengabdikan dirinya di Al-Khairaat genap selama 52 tahun (1968-2021). Entah ini kebetulan saja, namun seakan keduanya memang tak ingin berbeda.
Hal menarik diceritakan oleh cucu dari Habib Abdillah, bahwa jika mereka yang masih kecil bertengkar, yang mendapat teguran duluan malah pihak adik. Kata beliau, “hormati dan sayangi kakak”, “adik harus mengalah pada kakak”. Saking tidak biasanya, nasihat ini masih teringat sampai sekarang. Karena umumnya kakak yang disuruh mengalah kepada adik, bukan sebaliknya. Tapi ternyata memang seperti itu sikap Habib Abdillah kepada sang kakak. Beliau begitu menyayangi dan memuliakan Habib Saggaf.
Suatu hari ayah saya, Habib Abdillah, pernah memberi tahu saya, kata beliau “Amimu (Habib Saggaf) itu Wali (Waliyullah). Subhanallah.. Saya teringat ayat ini:
وَمَا كَانُوْا أَوْلِيَاؤُهُ، إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلَّا الْمُتَّقُوْنَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ .
“Dan tiadalah mereka itu wali-wali-Nya. Tidaklah ada wali-wali-Nya kecuali orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”. QS al-Anfal[8]: 34.
Kini Al-Habib Idrus sudah menjemput kedua cucu yang telah menyelesaikan amanahnya dalam memimpin Al-khairaat. Mereka telah berkumpul di alam barzakh, dua saudara yang saling mencintai dan dicintai oleh kakeknya.
Kita yakin bahwa mencium tangan Habib Saggaf seakan mencium tangan Guru tua, juga memandang wajahnya seakan-akan kita memandang wajah datuknya. Sekarang tinggal foto mereka yang menjadi pengobat rasa rindu, ketika teringat pada sosok sang guru atau nasihat yang masih melekat.
رب فانفعنا ببرگتهم ، واهدناالحسنی بحرمتهم
Ya Allah, dengan barokah mereka, berilah kami kemanfaatan. Dan dengan kehormatan mereka, tunjukkan kami kepada kebaikan
وأمتنا فی طريقتهم ، ومعافاة من الفتن
Dan wafatkanlah kami di jalan mereka, dan selamat dari segala fitnah.
Catatan kecil dari Al-Habib Thalib bin Abdillah Al-Jufri