OLEH : Moh. Ahlis Djirimu*
Perempuan merupakan entry point dalam mereduksi jumlah kemiskinan di masyarakat perdesaaan di dunia ini. Muhammad Yunus, seorang Pemenang Nobel Perdamaian Tahun 2006 dan Michael P. Todaro, ahli Ekonomi Pembangunan ternama, secara lugas menyatakan bahwa Perempuan dalam Rumah Tangga sangat berperan besar dalam mengurangi angka kemiskinan di dunia ini.
Di Indonesia, untuk mengurangi angka kemiskinan, telah disepakati bahwa perempuan seyogyanya harus diperkuat kapasitas sosial ekonominya. Tidaklah mengherankan, jika banyak program pengetasan kemiskinan, menjadikan perempuan sebagai sasaran utama. Namun, tidak sedikit perempuan di Indonesia menjadi orang tua tunggal, sehingga perlakuan atas peran perempuan dalam ruang tangga dan Rumah Tangga Perempuan (RTP) tentu berbeda.
Memang, penanganan kemiskinan tidak dapat diserahkan sepenuhnya melalui pendekatan kedermawanan (charity), tetapi perlu memanfaatkan kelembagaan lokal yang mampu memahami denyut nadi kompleksitas persoalan nyata di perdesaan dan di perkotaan. Organisasi perempuan dapat menjadi entry point. Tetapi tidak sedikit di antaranya berusaha secara individu.
Di Provinsi Sulteng, di Tahun 2015, Basis Data Terpadu Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (BDT-TNP2K) menunjukkan bahwa ada 26.044 RTP miskin atau proporsinya 13,30 persen dari Rumah Tangga Miskin.
Konsentrasinya dominan berada di Kabupaten Banggai mencapai 3.870 RTP miskin atau 14,86 persen, lalu diikuti oleh RTP miskin di Kabupaten Parigi Moutong mencapai 3.695 RTP miskin atau 14,19 persen. Sebaliknya, jumlah RTP miskin tersedikit berada di Kabupaten Banggai Laut mencapai 651 RTP miskin atau 2,50 persen.
Di Tahun 2020, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020 menunjukkan ada 31.448 RTP miskin atau proporsinya terhadap keseluruhan rumah tangga miskin (RTM) mencapai 9,71 persen. Hal ini berarti, proporsi RTP miskin menurun selama lima tahun terakhir.
Namun, bila dibedah lebih jauh, terdapat 16.367 RTP miskin atau 52,04 adalah RTP miskin berusia di atas 60 tahun dengan jumlah terbesar berada di Kabupaten Banggai mencapai 3.618 RTP miskin. Selanjutnya, RTP miskin berusia 45-59 tahun mencapai 10.231 RTP miskin atau proporsinya mencapai 32,53 persen, serta ada 4.850 RTP miskin atau proporsinya 15,42 persen adalah RTP miskin berusia di bawah 45 tahun.
Pada sisi jumlah individu, jumlah penduduk perempuan miskin berusia 60 tahun ke atas mencapai 48.428 jiwa, diikuti oleh jumlah perempuan miskin berusia 45-59 tahun mencapai 77.953 jiwa, serta penduduk perempuan miskin berusia 15-44 tahun mencapai 238.544 jiwa.
Pada sisi kebijakan, dalam RPJMD Sulteng Tahun 2021-2026, terdapat 33 program yang menyasar pada RTP miskin. Secara rinci, bila merujuk pada Kepmendagri 0503708 tentang nomenklatur keuangan daerah, maka ada 134 kegiatan yang menyasar RTP miskin tersebar pada beberapa perangkat daerah selain Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), yakni Dinas Sosial, DP2KB, Dinkes, Dikbud, Disnakertrans, DPMD, Dispora, Diskop dan UMKM, Disprindag, dan lain-lain. Namun, pada sisi implementasinya belum berjalan secara optimal baik secara parsial maupun holistic dan integrated.
Permasalahanya adalah, pertama, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Sulteng mengalami penurunan dari 92,01 poin pada 2019 menjadi 91,87 poin pada 2020 sebagai baseline data bagi RPJMD Sulteng Tahun 2021-2026. Penurunan ini terjadi pada Kota Palu, Sigi, Tojo Una-Una, Parigi Moutong, Buol, Tolitoli, dan Poso.
Selanjutnya, IPM laki-laki meningkat lebih tinggi dari 73,19 poin pada 2019 menjadi 73,31 poin pada 2020 atau meningkat 0,12 poin, sedangkan IPM perempuan hanya meningkat 0,01 poin dari 67,34 poin menjadi 67,35 poin.
Usia Harapan Hidup (UHH) Perempuan lebih tinggi dari UHH laki-laki. UHH perempuan meningkat sebesar 0,46 poin dari 70,26 poin pada 2019 menjadi 70,72 poin pada 2020. Sedangkan UHH laki-laki meningkat setingkat di bawahnya yakni 0,45 poin dari 66,32 poin menjadi 66,77 poin pada periode tersebut.
Hal ini berarti dimensi kesehatan laki-laki masih tertinggal empat poin ketimbang perempuan. Inilah akar masalah pertama yang dapat menjadi rencana aksi Bersama Dinas Kesehatan dan DP3A. Harapan Rata-Rata Lama Sekolah (HLS) perempuan hanya meningkat 0,01 dari 13,50 poin pada 2019 menjadi 13,51 poin pada 2020, sedangkan HLS laki-laki meningkat 0,12 poin dari 12,95 poin menjadi 13,07 poin.
Bila HLS laki-laki 1 tingkat di bawah HLS perempuan, sebaliknya, Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) laki-laki justru lebih tinggi setengah tingkat ketimbang perempuan. RLS laki-laki naik dari 8,98 poin pada 2019 menjadi 9,07 poin pada 2020, sedangkan RLS perempuan meningkat dari 8,50 poin menjadi 8,58 poin pada periode tersebut.
Hal ini berarti, walaupun perempuan Sulteng mempunyai kesempatan lebih panjang menikmati Pendidikan, tetapi laki-laki lebih diutamakan dalam keluarga bersekolah ketimbang perempuan.
Pada sisi purchasing power parity (PPP), selama periode 2019-2020, terjadi penurunan pengeluaran perkapita yang disesuaikan baik laki-laki maupun perempuan. PPP laki-laki menurun dari Rp 13,46 juta menjadi Rp 12,99 juta. Sebaliknya, PPP perempuan menurun dari Rp 7,95 juta menjadi Rp 7,73 juta. Kesenjangan PPP antara laki-laki dan perempuan mencapai hampir Rp 5,26 juta. Penurunan pengeluaran inilah merupakan dampak pandemi covid-19 sejak 2 Maret 2020.
Kedua, program yang dijalankan oleh DP3A tidak berfokus dan berlokus spasial pada enam daerah yang menurun IPGnya dan pada akar masalah IPG tersebut. Program dan kegiatan yang dijalankan hanya berupa sosialisasi dan riset. Selain itu, dokumen perencanaan yang disusun selama periode 2021-2026 belum memadai indikator output dan outcome dari rasionalitas karena masih menganut paradigma money follow function.
Ketiga, DP3A sebagai leading sector pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak belum dapat bersinergi dengan OPD lain saling bekerjasama menurunkan angka kemiskinan perempuan sebanyak 31.448 RTP dan/atau 490.225 jiwa. Padahal perempuan menyimpan potensi berdaya secara mandiri.
Berbagai studi di daerah ini seperti di Kabupaten Poso menunjukkan bahwa pada program microfinance Simpan Pinjam Perempuan, tingkat pengembali pinjaman oleh perempuan mencapai 98 persen lebih tinggi daripada laki-laki yang hanya 85 persen (Balebu; 2013). Usaha mengatasi kemiskinan pada RTP secara langsung pasti mengentaskan 9,71 persen kemiskinan 31.448 RTP dan/atau 490.225 jiwa.
Solusi dari permasalahan di atas, adalah sebaiknya Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak fokus pada dukungan pencapaian Misi 1 Meningkatkan Kualitas Manusia Sulteng melalui Reformasi Sistem Pendidikan dan Kesehatan Dasar, Misi 2 Mewujudkan Reformasi Birokrasi, Supermasi Hukum dan Penegakkan Nilai-Nilai kemanusiaan dan HAM, Misi 3 Mewujudkan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan dan Penguatan Kelembagaan dan 5 Menjalankan Pembangunan Masyarakat dan Wilayah Yang Merata dan Berkeadilan bersama jabaran program, kegiatan dan sub kegiatan yang telah terukur dalam logiciel framework dalam RPJMD.
Selain itu, membangun kerjasama dengan OPD lain mutlak dilakukan sehingga usaha mencapai penurunan angka kemiskinan perempuan Sulteng dapat terukur sesuai indikator baik dalam Indikator Kinerja Utama maupun Indikator Kinerja Kunci.
*Penulis adalah Staf Pengajar FEB-Untad dan Regional Economist Kemenkeu Provinsi Sulteng