SETIAP cobaan pasti ada hikmahnya, dan saya mengambil hikmahnya, bisa mandiri sekarang dalam membesarkan anak-anak sendiri, serta berbuat lebih baik, bahkan menjadi teman bagi pelaku/orang yang membuat hidupnya pernah terpuruk.
“Saya menyadari, ketika saya dendam saya sakit tidak bisa berbuat apa-apa. Saya harus bisa memaafkan, menyembuhkan diri sendiri, dengan begitu, saya sehat dan bisa bekerja kembali tanpa beban, ” kata Ni Luh Erniati istri dari mendiang suaminya I Gede Badraman korban aksi terorisme Bom Bali I 2002, Sari Club’ Jalan Legian, saat membagi kisahnya pada, Short Course Daring penguatan perspektif korban peliputan isu terorisme bagi insan media, diikuti media cetak, media daring, televisi dan radio dari berbagai daerah di Indonesia selama tiga hari, di laksanakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) Kamis (17/12) baru-baru ini.
Erniati mengatakan, kekerasan tidak boleh dibalas dengan kekerasan. kalaupun membalas dengan kekerasan lainnya, tidak akan mengembalikan suaminya telah meninggal.
Menurut, perempuan kelahiran Denpasar ini, memaafkan dan menyadarkan pelaku atas perbuatan mereka yang keliru, itu jauh lebih baik. Berlapang dada untuk menerima kenyataan itu sangat penting, sehingga dalam menjalani hidup itu tidak akan terjadi beban.
Anak pertama dari lima bersaudara ini menerima apa yang terjadi, sebagai bagian dari hidup yang harus dijalani.
“Saya kehilangan satu cinta yakni suami tercinta, tapi dengan seiring cerita ini saya berharap akan tumbuh seribu cinta di antara kita semua,” pesan dari Ibu dua putra ini.
Erniati mengatakan karena dari cinta akan tumbuh kasih sayang, dari kasih sayang akan tumbuh perdamaian sebagaimana harapan dan cita-cita kita bersama.
“Damai itu indah, maka perlu diciptakan, sebarkan dan dipertahankan, ” kata Erni.