MOROWALI – PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) tidak hanya fokus mengejar profit atau keuntungan yang besar dari setiap aktivitasnya.
Di sisi lain, dalam rangka menjaga kondusivitas dalam kawasan, PT IMIP yang mempekerjakan lebih dari 80 ribu karyawan dari latar belakang agama dan suku yang baraneka ragam ini, juga merasa penting untuk selalu menciptakan kerukunan dan keharmonisan antar karyawan maupun dengan masyarakat di luar kawasan.
Dengan puluhan ribu karyawan yang ada, perusahaan nikel terbesar yang berlokasi di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) ini, berusaha menjaga toleransi dan memberikan kebebasan penuh kepada karyawannya untuk melakukan aktivitas ibadah masing-masing.
Apa yang pernah disampaikan oleh Sekretaris II, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Morowali, I Wayan Budiarta, mengenai terjaganya kerukunan dan diberinya kebebasan bagi karyawan untuk beribadah, juga diakui oleh Human Resources (HR) Payroll di PT IMIP, I Ketut Sari Mertaba.
Ketut, kepada Media Alkhairaat, Sabtu (27/09), mengatakan, saat ini terdapat ribuan karyawan hindu yang ada di PT IMIP.
“Kalau kita yang di kawasan sini untuk semua agama itu diberikan kesempatan untuk mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan. Kami karyawan dari agama hindu biasanya melaksanakan kegiatan keagamaan di desa masing-masing yang terdapat rumah ibadah,” kata Ketut Sari Mertaba.
Menurutnya, kegiataan keagamaan khusus penganut hindu sejauh ini masih berlangsung di luar, karena dalam kawasan belum terdapat rumah ibadah pura.
“Kalau yang nasrani dan muslim memang kegiatan keagamaannya dilakukan dalam kawasan karena ada rumah ibadah. Cuma kita yang hindu karena memang ada di sini desa-desa tertentu yang banyak penganut hindunya, jadi karyawan-karyawan IMIP itu melakukannya di desa tersebut,” jelasnya.
Untuk pembangunan rumah ibadah dalam kawasan, kata dia, pihaknya sudah mengajukan ke PT IMIP dan telah disetujui.
“Sudah dianggarkan, hanya saja pembangunannya menunggu master plan dari perusahaan, karena sekarang ini masih ada perluasan atau pengembangan kawasan industri di IMIP,” katanya.
Intinya, kata dia, PT IMIP sudah menyetujui dan memberikan ruang bagi pengantu hindu untuk pembangunan rumah ibadah, tinggal menunggu ketersediaan lahan sesuai master plan.
Lebih lanjut Ketut mengatakan, secara umum budaya toleransi di dalam kawasan masih terjaga dengan baik. Selama 13 tahun ia bekerja di IMIP, belum pernah sekalipun ia mendapati adanya konflik yang mengatasnamakan agama.
“Sejauh ini rukun-rukun saja. Contohnya di divisi saya, di dalam itu ada islam, hindu, kristen, dan budha, enggak pernah saya dengar ada masalah. Secara umum juga di Kabupaten Morowali, sejauh ini aman-aman saja, tidak ada gesekan antar agama,” ungkapnya.
Menurutnya, kerukunan beragama di dalam kawasan industri memang selalu dijaga dengan baik. Semua karyawan sangat menghindari masalah yang berbau agama.
“Karena memang kalau sudah isu agama, rentan sekali menjadi konflik. Jadi kita yang berbeda-beda latar belakang ini, saling menghargai,” katanya.
Selain itu, kata dia, di dalam kawasan juga terdapat penganut agama lain, seperti budha. Mereka rata-rata merupakan juru bahasa di PT IMIP.
Sebelumnya, Sekretaris II, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Morowali, I Wayan Budiarta, mengatakan, para penganut agama hindu di dalam kawasan PT IMIP, cukup nyaman dalam melaksanakan ibadahnya. Ia belum pernah mendapatkan keluhan adanya pembatasan dari pihak perusahaan untuk melakukan ibadah bagi umat hindu.
“Umat hindu dalam perusahaan (IMIP), itu tidak ada larangan dan tetap diberi kebebasan untuk melaksanakan ibadahnya,” kata Budiarta, dihubungi dari Palu, Selasa (17/09).
Sejauh ini, kata dia, nuansa kerukunan umat beragama dalam kawasan PT IMIP juga masih terjaga dengan baik.
“Kami melihat dalam kawasan perusahaan itu belum pernah terjadi konflik antar agama,” kata Pengawas Sekolah Dasar (SD) di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Morowali itu.
Budiarta menambahkan, untuk merawat kerukunan beragama di PT IMIP, masing-masing bidang agama turun mengadakan kegiatan pembinaan.
“Kalau dari saudara kita muslim ada dari MUI, dari hindu ada dari Parisada Hindu Dharma (PHD),” ujarnya. (RIFAY)