PALU – Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Dr Sahran Raden, merilis hasil penelitiannya mengenai Hukum Tata Negara Adat terhadap Penerapan Sistem Pemerintahan Kerajaan Banggai.
Sahran Raden melakukan ekpslorasi mendalam terhadap sistem pemerintahan adat Kerajaan Banggai yang menjadi kesultanan pertama di Sulawesi Tengah (Sulteng).
Dalam penelitian ini, Sahran Raden menemukan adanya kontribusi hukum tata negara adat Kerajaan Banggai, baik dalam gagasan maupun praktik ketatanegaraan di Indonesia.
Ia pun mengungkap karakter unik tata kelola pemerintahan Kerajaan Banggai pada abad ke-16 yang telah mengadopsi prinsip pengawasan rakyat terhadap pemerintahan kerajaan, yang kemudian menjadi cikal bakal demokrasi modern.
“Raja Banggai bergelar Tomundo sebagai pemegang otoritas kekuasaan eksekutif sedangkan Basalo Sangkap sebagai pemegang kekuasaan legislatif yang memilih raja melalui musyawarah,” kata Sahran, kepada Media Alkhairaat, Rabu (04/12).
Kata dia, sistem hukum tata negara adat pada pemerintahan Kerajaan Banggai terdiri dari lembaga-lembaga kerajaan yang dibentuk oleh Raja Banggai sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam semua organ jabatan pemerintahan kerajaan.
“Kerajaan-kerajaan di nusantara berdiri dengan memperkuat struktur dan sistem pemerintahannya, sebenarnya bertujuan untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Demikian pula Raja Banggai yang membentuk struktur dan sistem pemerintahan kerajaan yang kuat agar bisa menyejahterkan masyarakatnya,” ungkap Sahran.
Sejauh ini, kata dia, bentuk kontribusi sistem pemerintahan Kerajaan Banggai kepada negara Indonesia, dapat dilihat dari kekuasaan lembaga negara yang berada pada eksekutif, legiatitif, dan kekuasaan kehakiman atau yudikatif.
Secara keseluruhan, kontribusi hukum tata negara adat kerajaan Banggai, dilihat dari aspek kekuasaan legislatif, di mana pemegang kekuasaan tertinggi dalam tatanan adat Banggai adalah Basalo Sangkap, yakni empat Basalo yang secara kolegial menjadi pilar penegak dan menjaga adat Banggai.
Keempat Basalo yang dimaksud adalah Basalo Kokini, Basalo Babolau, Basalo Katapean, dan Basalo Singgolok. Basalo Sangkap mengangkat Tomundo atau Raja.
Kontribusi pada kekuasaan kehakiman. Pada masa Kerajaan Banggai, jabatan kekuasaan di bidang kehakiman telah diatur dan ditetapkan oleh raja. Jabatan-jabatan hukum ditetapkan oleh Bobato, yakni Penobela Langkai atau hukum tua, Penobela Tololak atau hukum tololak, Penabela Buju yang disebut dengan hukum buju, Sodaha Kie yang disebut penjaga kampung dan Gimalaha yang disebut orang baik.
Kemudian, kontribusi pada sistem pemerintahan daerah. Pada masa itu, orang-orang yang tinggal di wilayah kekuasaan Raja Banggai, wajib tunduk pada kekuasaan dan perintah raja. Dengan demikian, warga menempatkan dirinya dalam suatu hubungan yang lebih tinggi di bawah pemerintahan Kerajaan Banggai.
Dari hasil penelitiannya, Sahran Raden tak lupa memaparkan sejarah dan periodesasi Kerajaan Banggai.
Kerajaan Banggai berdiri di periode abad ke-17, yang dimulai pada tahun 1648-1689. Di masa ini, Raja Banggai dalam kekuasaan Raja Benteng Paudagar. Pada periode 1689-1705, Raja Banggai kemudian dipimpin oleh Raja Balantik Mbulang.
Pada abad ke-18 (periode tahun 1795-1728) Raja Banggai dipimpin oleh Kota Abdul Gani. Tahun 1728-1753 dipimpin Raja Bacan Abu Kasim. Tahun 1753-1768 Kerajaan Banggai dipimpin Mondonu Kabudo.
Selanjutnya pada tahun 1768-1773 oleh Padongko Ansyara, dan pada Tahun 1773-1809 dipimpin oleh Dinadat Mandaria.
Pada periode abad ke-19 (1809-1821), Kerajaan Banggai dipimpin Raja Galila Atondeng. Tahun 1821-1827 dipimpin Raja Sau Tadja, Tahun 1827-1847 dipimpin oleh Raja Tenebak Laota.
Selanjutnya, tampuk kekuasaan Raja Banggai dilanjutkan oleh Bugis Agama pada 1847-1852. Pada Tahun 1852-1858 dipimpin Raja Jere Tatu Tanga (Jere Dg Masikki).
Pada tahun 1858-1870 kepemimpinan dilanjutkan oleh Banggai Soak. Kemudian kekuasaan Raja Banggai di 1870-1882 dipegang oleh Raja Haji Labusana Nurdin.
Pada abad ke-19 (1882-1900) kerajaan dipimpin oleh Raja Haji Abdul Aziz.
Kerajaan Banggai pada abad ke-20, terhitung sejak Tahun 1900-1922, Kerajaan Banggai dipimpin oleh Raja Haji Abdul Rahman. Selanjutnya dipimpin oleh Majelis Perwalian Banggai pada tahu 1922-1925.
Kerajaan Banggai selanjutnya dipimpin oleh Raja Haji Awaluddin pada tahun 1925-1939. Tahun 1939-1941 dipimpin Raja Nurdin Daud-Pemangku Tomundu. Tahun 1959-2005 perantaraan Kerajaan Banggai dipimpin oleh Raja Syukuran Aminuddin Amir.
Selanjutnya pada abad ke-21, (periode 2005-2010) dipimpin oleh Iskandar Zaman Awaluddin, sebelum akhirnya Banggai menjadi wilayah hukum pemerintah daerah Kabupaten Banggai Kepulauan.
Struktur susunan rakyat dalam Kerajaan Banggai dibagi dalam tiga susunan keluarga dan struktur pemerintahan daerah kerajaan yang bertanggungjawab kepada raja, dimulai dari Raja – Masyarakat Daerah Popisi – Masyarakat Daerah Kintom (Vaste wal) – Lingkenting. (RIFAY)