Kapolresta Palu Imbau Pelaku PETI Tinggalkan Lokasi, Penegakkan Hukum Segera Dilakukan

oleh -
Kapolresta Palu, Kombes Pol. Barliansyah

PALU – Kepolisian Resort Kota (Polresta) Palu telah memulai kegiatan sosialisasi terhadap pelaku penambangan tanpa izin (PETI), di Kelurahan Poboya.

Kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan di beberapa titik, termasuk bantaran sungai, tambang lama, dan wilayah Vavolapo yang berada di wilayah konsesi PT Citra Palu Minerals (CPM).

Pihak kepolisian juga memasang spanduk di beberapa titik bertuliskan imbauan kepada para penambang ilegal agar segera meninggalkan lokasi paling lambat Rabu, tanggal 31 Juli 2024. Pihak kepolisian sudah mulai melakukan penertiban di hari Kamis, 01 Agustus 2024.

Menurut Kapolresta Palu, Kombes Pol Barliansyah, sosialisasi akan berlanjut selama 10 hari ke depan dengan fokus mendekati pemilik modal dan lubang, bukan hanya para pekerja di lapangan.

Untuk itu, Barliansyah mengimbau seluruh pihak yang terlibat dalam aktivitas PETI agar segera menghentikan kegiatan mereka untuk menghindari konsekuensi hukum.

“Jika setelah sosialisasi masih terdapat aktivitas PETI, maka tindakan penegakan hukum akan dilakukan, termasuk pemanggilan pemilik lubang dan pemodal oleh satuan reserse,” tegas Barliansyah, Jumat (02/08).

Kata dia, penindakan hukum mengacu pada Undang-Undang Minerba, Undang-Undang Lingkungan Hidup, dan undang-undang terkait lainnya.

Saat ini, kata dia, langkah pertama yang diambil adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai dampak negatif dari kegiatan PETI, termasuk kerugian negara dan risiko keselamatan.

Ia menekankan bahwa kegiatan PETI adalah ilegal dan berbahaya, serta berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Dia mengingatkan bahwa penambangan ilegal tersebut telah menyebabkan beberapa insiden, termasuk tanah longsor yang menimbun para penambang di berbagai wilayah, seperti yang baru-baru ini terjadi di Provinsi Gorontalo.

“Dalam upaya menciptakan situasi keamanan kondusif menjelang Pilkada 2024, sosialisasi tersebut diharapkan dapat menghentikan aktivitas PETI,” harapnya.

Pihaknya juga telah melakukan rapat dengan pemerintah kota dan melibatkan para lurah untuk mendata pemilik lubang di wilayah konsesi PT CPM.

Sebelumnya, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng), Moh Taufik, menilai, langkah persuasif berupa sosialisasi yang dilakukan pihak kepolisian cukup baik, karena menjadi semacam bentuk peringatan kepada penambang ilegal.

Namun, kata dia, jika melihat konteks pertambangan ilegal di Poboya, maka ada pihak yang perlu diberi sosialisasi, ada pula yang tidak perlu lagi, namun harus langsung ditertibkan.

“Dari kacamata JATAM, kalau melihat Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Poboya itu ada dua konteks. Yang pertama kalau dari hasil data olahan JATAM, di citra satelit itu ada empat titik PETI yang menggunakan perendaman, di wilayah Kelurahan Poboya sampai ke Vatutela,” ungkap Taufik, Kamis (01/08).

Menurutnya, bagi pelaku PETI yang sudah menggunakan perendaman di beberapa titik itu, harusnya tidak perlu disosialisasikan lagi, tapi langsung ditertibkan.

“Pertama jelas, bagaimana kerugian negara yang timbul dari proses penambangan tanpa izin yang menggunakan perendaman. Belum lagi kalau kita melihat dari sisi kerusakan lingkungan,” ujarnya.

Lain halnya, kata dia, dengan penambang tradisional yang hanya sebatas menggunakan tromol, tanpa perendaman.

“Mereka-mereka inilah yang jadi sasaran sosialisasi, kemudian diberi alternatif. Ketika dia tidak bisa menambang lagi, apa jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka,” jelasnya.

Reporter : Ikram
Editor : Rifay