Jurus PPIH Sulteng Menambah Kemanjuran Obat Bagi Calhaj Yang Sakit

oleh -
Pemeriksaan Jamaah Haji (ilustrasi)

Pemberangkatan Calon Haji (Calhaj) Sulawesi Tengah telah berakhir pada tanggal 9 Agustus 2017 ke Balikpapan dan 10 Agustus ke Madinah. Walau sebelumnya  beberapa jama’ah harus melalui perawatan medis oleh tim kesehatan Embarkasi baik di klinik, maupun yang dirujuk ke RS Kanujoso Balikpapan. Alhamdulillah semua jama’ah Calhaj yang telah masuk Asrama Haji Transit Palu dan Asrama Embarkasi Haji Balikpapan dapat diberangkatkan. Merupakan kesyukuran yang luar biasa sebab, tahun-tahun sebelumnya ada beberapa Calhaj Sulteng yang harus tunda dan dikembalikan ke Sulteng karena sakit.

Hal itu tidak lepas dari andil petugas haji Sulteng yang proaktif  memberikan dorong semangat serta motovasi pada Calhaj dengan cara-cara yang khusus.

H. Arifin

Seperti yang dilakukan oleh Kepala Seksi Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU) Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sulteng, H. Arifin. Selaku PPIH Sulteng yang sudah standby di Embarkasi Balikpapan sebelum kedatangan Calhaj Sulteng, dirinya ternyata sudah mempersiapkan jurus-jurus jitu untuk menghadapi Calhaj Sulteng yang sakit. Cara yang digunakannya adalah melakukan pendekatan psikologi dengan sentuhan bahasa daerah, dan terbukti itu sangat mumpuni.

Pada media ini akhir pekan kemarin, H. Arifin mengungkapkan, sebenarnya pemeriksaan kesehatan haji merupakan salah satu hal yang wajib bagi proses perjalanan ibadah haji, karena Calhaj sehat maka kesempatan beribadahpun lebih banyak hingga semua syarat dan rukun haji dapat tertunaikan dengan baik.

Kata dia, Jama’ah Calhaj Sulteng tersebar di 12 kabupaten dan 1 kota dengan beragam suku, pendidikan, pekerjaan dan tingkat pengalaman bepergian dengan pesawat. Bagi dia, hal sederhana seperti itu harus dikenali oleh petugas dan dimanfaatkan dalam mengenal psikologi dan membangun kepercayaan diri Calhaj.

BACA JUGA :  Momen Harpelnas 2024, PLN ULP Ampana Temui Pelanggan dengan Pakaian Adat

Dari beberapa Calhaj yang dirawat di Rumah Sakit (RS) Embarkasi Balikpapan salah satunya adalah ibu berumur 71 tahun asal Kelurahan Lasoani, Kota Palu yang bernama Hadidja.

Memang kata dia, penyakit yang diderita oleh Hadidja dianggapnya lumrah karena faktor usia. Hanya saja, yang membuat ibu Hadidja sangat sulit dan membingungkan adalah, tempat dia dirawat dimana sekelilingnya tidak ada satu orangpun dikenal dan mengenal dirinya. Hal itu dipastikan menambah beban baginya, ditambah lagi perasaan was-was untuk berhaji, jadi atau tidak diberangkatkan ke Madinah.

Demikian kisah H. Arifin saat bersama Calhaj Ibu Hadidja  dan Mahmud Lamasi Latana:

Ketika saya masuk di klinik embarkasi, saya melihat nenek Hadidja ini berbicara dengan seorang perawat menanyakan statusnya dan memohon agar ia bisa diberangkatkan. Perawat itupun hanya tersenyum dan dengan ramah membujuknya untuk kembali beristirahat,  “Tidur agar kesehatannya segerah pulih Nek”.

Nenek Hadidja terus membujuk sambil memeluknya perawat itu. Belum terlepas pelukan itu dari perawat saya langsung menyapanya menggunakan bahasa Kaili, “Berimba kareba miu Nek (Bagaimana kabar Nek)?”

BACA JUGA :  Debat Publik Kedua Pilbup Touna Sukses Digelar
Nenek Hadidja

Sontak nenek Hadidja mengalihkan pandangannya ke arah saya, dengan tatapan mata yang berbinar. Sekilas saya melihat air matanya berlinang. Nenek nampak terkejut dengan pertanyaan saya. Dia lalu melepaskan pelukannya pada perawat dan balik memeluk saya. Nenek Hadidja lalu membalas pertanyaan saya dengan bahasa kaili, “Sema Kamiu? (Siapa kamu).  

Saya jawab, “Yaku dako ri Palu (Saya dari Palu)”.

Nenek bertanya lagi, “Riumba ponturo miu ri Palu (Di mana tempat tinggal kamu di Palu).”

Saya jawab, “Yaku ri Boyaoge (Saya tinggal di Kelurahan Boyaoge).”

Dalam diskusi itu wajah ibu Hadidja nampak terlihat semangat seakan dirinya merasakan di saat kondisi yang sulit itu, ada keluarga yang mendapingi dirinya.  Terlebih menurutnya dirinya memiliki banyak keluarga di Kelurahan Boyaoge. Bahkan tidak segan-segan Nenek Hadidja pun menyampaikan kepada perawat, bahwa saya adalah ponakannya.  Nenek Hadidja nampak  semangat dan terus berkisah dengan dialek kKaili khas Lasoani yang kental.

Melihat  kondisi Nenek Hadidja yang begitu bahagia dan bersemangat, perawat itu nampak ikut tersenyum bahagia sambil mengelus-elus pundak Nenek Hadidja. Sayapun terus memberi motivasi pada Nenek Hadidja, memberikan semangat, keyakinan, bahwa dirinya baik-baik saja dan bisa melanjutkan perjalanan ke tanah suci.
“Paturumo ulu ne, poistirahat paka belo, domo rapekirimiu dua. Ane mabelo kamonjo miu Insya Allah masalisa komiu maseha. Maile damo ralike kami komiu ane mobarangka. Aginamo komiu rarawat ri si supaya hamai ngena domo komiu madua, masehamo komiu mempene haji”.(Tidur saja dulu nek, istirahat dengan baik, tidak usah dipikir penyakit, kalau bagus tidur Insyaallah cepat sembuh, besok nanti kita bangunkan kalau sudah mau berangkat. Lebih baik ibu dirawat disini supaya disana nanti tidak sakit lagi, selama proses haji sehat).

Mendengarkan hal tersebut, perlahan Nenek Hadidja melepaskan pelukannya, dan perawat menuntunya naik di ranjang perawatan. Sebelum berbaring saya pun meminta nenek untuk memotretnya “Kufoto sakide komiu nek (Saya foto dulu nek).” Nenek Hadidja lalu bersiap dan menengok ke kamera handpone saya, sebelum ia merebahkan diri untuk beristirahat. Setelah itu saya dan perawatpun pamit meninggalkan Nenek Hadidja yang nampak berusaha memejamkan matanya.

Demikian juga dengan salah satu Calhaj Sulteng atas nama Mahmud Lamasi Latana (67) yang ditemui di Kamar Klinik Embarkasi Balikpapan. Dia juga terkejut ketika saya menyapanya dengan bahasa daerah sambil menanyakan asal saya dari mana. Saya menyampaikan padanya. “Om nangandemo komiu. Berimba perasaan miu sekarang? Paka belo kamonjo miu maturu, asupaya membangu ra like kami maseha, mobarangka komiu maile bobayana maseha, (Sudah makan om?, bagaimana perasaan sekarang?  Kasih bagus perasaan tidur agar saat dibangunkan besok sehat, besok subuh kamu berangkat sudah sehat).

Demikian seterusnya saya berdialog bahasa daerah dengannya. Subhanallah, ternyata motivasi dengan sentuhan bahasa lokal bisa menumbuhkan semangat dan menambah kemanjuran obat. Wasalam….