Di antara yang harus diimani setiap orang mukmin ialah adanya takdir dalam hidup ini.
Ini penting dipahami sekaligus dihayati karena hidup adalah rangkaian ikhtiar demi ikhtiar, yang berawal dari sebuah tekad (azam) yang mulia tentunya.
Dan tak selamanya ujung dari sebuah ikhitar berakhir pada kesuksesan. Ada soal yang mesti kita sadari di sini, soal di mana setiap ikhitiar tak dapat kita ketahui ujungnya, soal yang benar-benar sangat gelap bagi kita semua. Ruang itu adalah kehendak Allah. “dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang diusahakannya besok.” (QS. Luqman :34).
Keberhasilan, kesuksesan serta keselamatan adalah jalan yang memang mesti kita tuju, namun dalam hasilnya Allah jua lah yang menentukan. Dalam setiap usaha yang telah kita tempuh harus di akhiri dengan ruang pengharapan hanya kepada Allah.
Di ruang pengharapan itu hanya ada satu cara menyikapinya yaitu dengan berdoa serta bertawakkal kepada Allah SWT.
Mengapa? Sederhana saja. Karena Allah Maha Berkehendak. Ini semua menunjukkan bahwa ada perbedaan posisi kita selaku makhluk dan Allah selaku Khaliq. “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki” (QS. Ar – Rad : 39)
Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah swt., seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah swt.
Ia akan berubah menjadi batu karang yang tegar menghadapi segala gelombang kehidupan dan senantiasa sabar dalam menyongsong badai ujian yang silih berganti. Ia juga selalu bersyukur apabila kenikmatan demi kenikmatan berada dalam genggamannya. Perhatikan beberapa ayat Allah dan hadits Rasul berikut ini.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [QS. Al-Hadiid (57): 22-23]
Lazimnya ada takdir yang baik, juga ada yang buruk. Namun dua-duanya penting dihadapi dengan penuh kesabaran. Berhadapan dengan takdir yang baik pun, jika tidak dihadapi dengan penuh kesabaran bisa berubah menjadi suatu malapetaka.
Seseorang yang ditakdirkan memperoleh suatu kedudukan tinggi, misalnya, perlu melihatnya sebagai suatu amanah yang harus dijalankan dengan penuh kesabaran dan hati-hati. Kesabaran itu penting dalam menjaga ketaatan kepada Allah dalam menjaga amanah. Bila tidak, maka kedudukan itu bisa berujung penderitaan. Misalnya, selama menjabat menjadi rakus sehingga mengambil yang bukan hak, yang selanjutnya menjadi penghuni penjara dunia dan neraka di akhirat.
Demikian juga dengan takdir yang buruk, seperti berhadapan dengan bencana yang meluluhlantakkan harta benda seketika. Perlu adanya kesabaran dalam menghadapinya, dengan senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Bila tidak, maka akan muncul rasa putus asa terhadap rahmat Allah. Disebutkan dalam Alquran: “Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir” (QS. Yusuf: 87).
Semoga tulisan yang sederhana ini mampu menambah khazanah kita untuk menyikapi takdir secara lebih bermakna dan menghasilkan tindakan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah SWT
Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan untuk mencapai derajat sebagai manusia yang terbaik yaitu yang apabila dilihat mengingatkan kita pada Dzat yang Menciptakan kita serta bermanfaat bagi makhluk Allah SWT lainnya. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)