PALU – Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid, didampingi Sekretaris Kota (Sekkot) Palu, Irmayanti Pettalolo, memantau harga komoditi di Pasar Masomba, Kamis (16/03).
“Kita coba memastikan harga, ketersediaan stok dan memastikan bulan puasa ini pasar kita siap. Karena biasa dan umumnya kebutuhan menjelang bulan puasa meningkat,” ujar Hadianto.
Ia berharap, walaupun ada peningkatan-peningkatan harga, namun inflasi di Kota Palu dapat terkendali dengan baik.
Menurutnya, salah satu faktor inflasi karenakan naiknya harga. Namun berdasarkan pemantauan yang dilakukannya bersama sejumlah pihak kali ini harga kebutuhan pokok relatif stabil.
“Hanya memang untuk cabai cukup mengalami kenaikan. Tapi kalau misalnya dihitung secara akumulatif berdasarkan kebutuhan belanja, sebenarnya kalau diambil rata-ratanya masih pada posisi yang terjangkau,” ungkapnya.
Kata dia, kenaikan harga cabai tersebut disebabkan besarnya ekspor cabai, baik cabai kriting maupun cabai kecil yang keluar. Meski begitu, Hadi meyakini kenaikan tersebut terjadi saat menjelang puasa saja.
“Ini biasa mekanisme pasar. Jadi kalau kenaikan hari ini disebabkan karena ekspornya yang besar, ya dikarenakan memang daerah lain yang bukan penghasil harus mengamankan logistik atau ketersediaan bahan pokok pasarnya. Tapi ketika itu sudah masuk, maka suplai barang yang masuk ke pasar itu akan normal. Sehingga nanti awal atau minggu kedua bulan puasa itu mulai melandai lagi,” jelasnya.
Lajut dia, Pemerintah Kota (Pemkot) Palu bersama pihak terkait akan melihat apa yang menjadi penyebab kenaikan, sehingga bisa dilakukan berbagai intervensi, bukan hanya operasi pasar, namun kebijakan dan hal lainnya.
Sementara itu, kata dia, harga gas elpiji itu relatif normal karena penyalurannya diyakini sudah tepat sasaran ke masyarakat yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Dia menyatakan, Pemkot Palu terus melakukan upaya agar penyaluran gas di masing-masing kelurahan sesuai dengan kebutuhan.
“Jangan sampai jumlah pangkalan di kelurahan itu over yang mengakibatkan suplai barang berlebih, namun pembelinya tidak ada,” katanya.
“Akhirnya, yang seharusnya untuk DTKS, dia jual lepas. Kalau sudah dia jual lepas, akhirnya harganya bermain di Rp35 ribu hingga Rp45 ribu. Seharusnya itu bukan untuk masyarakat yang mampu, sehingga harganya harusnya bermain di Rp18 ribu hingga Rp20 ribu toleransi. Kalau sudah naik dari itu dianggap tidak wajar, maka kita terus lakukan pemantauan dan operasi,” tandasnya.
Reporter : Hamid
Editor : Rifay