Jelang Konser ShouHar, Mari Mengenal Nasyid

oleh -
Ilustrasi (Dok ShouHar)

Grup Nasyid Nasional Shoutul Harokah (ShouHar) akan menggemakan suaranya di Kota Palu, dalam Konser Amal Kemanusiaan Palestina dan Rohingya, di Gedung Almushinin Komplek Alkhairaat Pusat,  pada Ahad  29 Oktober mendatang. Ini adalah konser nasyid terbesar pertama di Kota Palu yang melibatkan penasyid nasional. Nasyid sendiri masih belum familiar di kalangan musisi, maupun pegiat seni Islami di Sulawesi Tengah. Jenis musik ini memiliki corak yang berbeda dengan musik-musik lainnya, bahkan dibanding dengan musik religius sendiri.

Nasyid mulai masuk ke Indonesia sekitar era tahun 80-an, dipelopori oleh aktivis-aktivis Islam yang tumbuh di kampus-kampus. Nasyid baru menemui eranya di Indonesia, pada tahun 1990 hingga awal 2000-an— nasyid turut bersaing di belantika musik Indonesia. Lagu nasyid di Indonesia mulai populer, setelah group asal dari negeri Jiran Malaysia, yaitu Raihan diperdengarkan di televisi-televisi dan radio di Indonesia. Lagu-lagu mereka yang sampai kini masih sering dibawakan di acara-acara panggung spesial Islami di antaranya, “Peristiwa Shubuh” , “I’tiraf”, dan “Rasulullah”. Setelah populernya Raihan di panggung musik Indonesia, munculah grup asli Indonesia bernama SNADA, lewat lagu “Neo Shalawat (2000)”.

Akan tetapi di balik penasyid-penasyid populer di panggung on-air, sesungguhnya ada banyak para penasyid yang sebenarnya jauh lebih dikenal oleh para pencinta lagu ini. Di Indonesia, grup kawakan seperti Justice Voice, Gradasi, Shoutul  Harokah, Izzatul Islam, dan beberapa kelompok nasyid lainnya sangat lekat di telinga penikmat nasyid.  Dan pada pertengahan tahun 2000-an, grup-grup nasyid yang hadir di panggung on-air meredup. Hal ini kemungkinan dikarenakan munculnya alternatif musik Islami, yang dibawakan oleh grup band papan atas. Katakanlah Band Ungu dengan album religi pertamanya, “Surga-Mu (2006)”, atau Band Gigi dengan album “Raih Kemengan (2004)” dan “Pintu Sorga (2006)”.

BACA JUGA :  Lembaga Pelayanan Publik Diminta Layani Warga yang Bisa Tunjukkan KTP Digital

Boomingnya lagu-lagu religi dari grup band Indonesia saat Ramadhan dengan ganas membungkus popularitas grup nasyid, bahkan tidak sedikit para pencinta nasyid pun lebih beralih dengan musik religi ala grup-grup band ini.

Sekalipun demikian, di kalangan munsyid (penyanyi nasyid) dan aktivis Islam, nasyid adalah musik dakwah, tidak berpaku pada pasar. Matinya pasar untuk nasyid tidak mematikannya sebagai dakwah. Sampai sekarang, masih banyak tumbuh grup-grup nasyid yang hanya dinikmati oleh komunitas atau kalangan Islami saja.

Grup-grup nasyid memiliki prinsip yang berbeda dengan grup band yang hanya mengikuti selera pasar. Grup-grup Nasyid memasukan prinsip dan semangat dakwah dalam lagunya sehingga bila keluar dari koridor dakwah, terasa seolah tak memiliki “makna” nasyid.  Untuk menjaga semangat dakwah itu, kebanyakan grup nasyid kental dengan aktivitas Islam, bahkan bila latihan dimulai dengan sama-sama mengucapkan “basmalah dan alfatihah”. Ada juga membaca Alqur’an dan taushiyah terlebih dahulu  jika merasa sangat perlu. Kemudian latihan diakhiri dengan doa “kafaratul majelis”. Itulah yang membedakannya dengan grup-grup pasaran.

BACA JUGA :  Tim Hukum BERAMAL Minta Bawaslu Cegah Kegiatan Dies Natalis Unsimar Poso

Namun jangan salah menilai tentang Nasyid. Perlu diketahui, nasyid dapat masuk pada semua aliran musik. Mulai dari aliran musik klasik, musik populer, maupun musik tradisional. Semua lagu-lagu yang berisikan pesan-pesan Islami adalah nasyid.  Nasyid tidak berpaku pada satu aliran. Oleh karena itulah, Qasidah, Hadrah dan Marawis hampir tidak disebut Nasyid, sebab dia merupakan aliran musik tradisional dan tidak bisa berubah.   Sedangkan nasyid lazimnya dinyanyikan oleh grup dan dibawakan secara accapela, namun tidak berarti nasyid hanyalah dinyanyikan oleh grup, bahkan satu orang (solo) dan duo bisa disebut penasyid. Nasyid sangat fleskibel dan bahkan bisa dibawakan dengan berbagai aliran musik populer, seperti jazz, rap, pop, dangdut, reuge, blues, dan bahkan rock.

Nasyid bisa menempati segala gaya musik, tapi ada satu genre yang hampir hanya ada pada Nasyid, yaitu “Nasyid Haraki” atau “nasyid pergerekan”. Nasyid pergerakan ini biasanya memiliki lirik dan nada yang semangat, berisikan lirik perjuangan, dakwah, jihad, syahid, dan gelora membangun negeri.  Nasyid pergerakan ini lazimnya, hanya diiringi dengan alat musik drum persis marching. Sementara suara vocalnya cenderung lantang dan gagah, hampir sama dengan nyanyian militer, hanya saja ada pembagian suara. Saat ini Nasyid Haraki sudah semakin dikembangkan dengan instrumen lebih bervariasi. Salah satu grup Nasyid Haraki yang paling besar adalah Shoutul Harokah, grup yang akan menggelar konser amal di Kota Palu dan Poso, di akhir Oktober ini .

BACA JUGA :  Dapat Undangan Khusus Pelantikan Prabowo-Gibran, Ahmad Ali Tunda Kampanye di Banggai

Sekilas tentang Shoutul Harokah, grup ini lahir dari kalangan aktivis-aktivis muda sejak tahun 2003 di Bandung, dan kini para musisinya telah berkiprah di berbagai bidang dakwah, politik dan bisnis. Sekalipun begitu mereka tetap kukuh di tangga munsyid populer di jagad aktivis Islam. Agar lebih kenal lagi dengan nasyid ini, hadirilah konser gratis tersebut di Gedung Almuhsinin. Selamat menikmati nasyid! (Nurdiansyah)