Masjid Arrahman Labuan Bajo, Kota Donggala. Meskipun terbilang kecil, tapi tetap semarak, apalagi saat Ramadhan tiba.
Masjid yang berada di komplek Sekolah Dasar Muhammadiyah Donggala itu memiliki peran penting bagi dunia pendidikan di Sulawesi Tengah. Ada banyak tokoh penting di Donggala yang pernah menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Sebut saja Andi Cella Nurdin (1926-1992), termasuk putra-putrinya menamatkan di sekolah Muhammadiyah. Demikian halnya ratusan warga Donggala lainnya, pernah menamatkan pendidikan di SD tersebut.
Lebih dari sekadar sebagai wadah pendidikan, ada catatan sejarah dari keberadaan SD tersebut. Tempat berdirinya sekolah itu ternyata pernah menjadi saksi kehadiran kehadiran ulama besar Indonesia, Buya Hamka atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah di Donggala.
“Meskipun bangunan ini sudah beberapa kali direnovasi, tapi orang Donggala sangat mengenalnya sebagai sekolah yang dirintis terkait kedatangan Buya Hamka,” kata Abdul Rauf Thalib (71 tahun) beberapa waktu lalu.
Abdul Rauf Thalib yang akrab disapa Dorra itu adalah salah salah alumni SD yang ketika itu masih dinamai SR. Muhammadiyah. Di zaman pemerintah Hindia Belanda dinamai Diniyah School.
Komplek sekolah Muhammadiyah sudah sering dikunjungi mahasiswa dari berbagai daerah. Terakhir mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Padang, beberapa waktu lalu. Mereka datang untuk mengetahui jejak dakwah yang pernah dilakukan Buya Hamka di Donggala. Juga peneliti sejarah yang menjadikan tempat tersebut sebagai salah satu kunjungan.
Berbagai catatan sejarah Sulawesi Tengah menyebut, kedatangan pertama Buya Hamka di Donggala tahun 1932 dengan tujuan memperkenalkan organisasi Muhammadiyah dan menyiapkan pembentukan cabang dan pendirian sekolah tigkat dasar. Selain itu, ia datang dalam rangkaian konsolidasi Partai Syarikat Islam (PSI) di mana ia sendiri adalah anggota PSI.
Kedatangannya diawali dengan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, terutama dari kalangan Partai Syarikat Islam. Jabatan Buya Hamka ketika datang ke Donggala adalah sebagai Konsul Muhammadiyah di Makassar. Di antara tugasnya adalah membentuk cabang-cabang Muhammadiyah di wilayah Afdeling yang belum memiliki pengurus.
Kedatangan keduanya pada tahun 1933 (ada pula data tahun 1934). Tujuan utamanya adalah meresmikan Sekolah Muhammadiyah yang dirintis tahun sebelumnya. Sekolah tersebut dinamai Diniyah School. Kedatangannya sekaligus membawa guru-guru Muhammadiyah untuk mengajar di Donggala, seperti Saleh Dungga (dari Gorontalo), Abdul Djalil (dari Sumatra) dan Dehan (dari Makassar).
Menurut salah satu pemerhati sejarah Donggala, Fachri Marzukie, kedatangan Buya Hamka yang kedua kalinya adalah untuk mengukuhkan M.B. Latjanda.
“Ketika itu M.B Latjanda sedang menjabat Kepala Kampung Donggala, dan di dalam bukunya Buya Hamka “Tengelamnya Kapal Vander Wick” itu ada disebut Kepala Kampung Donggala. Nah, yang dimaksud itu adalah Latjanda,” kata Fachri.
Dalam sejarah disebut, M.B Latjanda menjadi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Donggala selama beberapa periode. Setelah pembentukan organisasi Muhammadiyah di Donggala, selanjutnya disusul pembentukan organisasinya di Wani, Tawaili, Tolitoli, Palu, dan Parigi.
Penulis : Jamrin AB
Editor : Rifay