PALU – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) melakukan audensi ke Kantor Komnas HAM Perwakilan Sulteng, Selasa (08/07).

Audiensi ini dalam rangka mengawal penegakan hukum yang serius terkait kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) di Sulteng.

JATAM menilai, kegiatan PETI yang berlangsung harus dimaknai juga sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM), karena ada warga yang dilanggara haknya, berupa dampak lingkungan dari kegiatan PETI.

“Hak yang kami maksud adalah bisa menikmati udara yang sehat dan bersih. Selain itu juga perekonomian negara yang hilang dari PETI dan menguntungkan segelintir orang adalah pelanggaran HAM,” jelas Kordinator JATAM Sulteng, Moh. Taufik.

Selain audensi dengan Komnas-HAM, JATAM juga mengadukan dugaan kegiatan PETI yang dilakukan PT Adijaya Karya Makmur (AKM) di Kelurahan Poboya.

Menurut Taufik, kegiatan tersebut diduga hanya dibiarkan oleh aparat penegak hukum khususnya Polda Sulteng dan Polresta Palu. Selama ini, kata dia, tidak ada penindakan secara tegas dan transparan.

Padahal, kata Taufik, kegiatan ini sangat berpotensi merugikan negara, lingkungan dan masyarakat.

“Ini juga ada indikasi telah melanggar hak asasi. Kami khawatir, tidak adanya penindakan serius terhadap kegiatan yang pertambangan ilegal yang diduga dilakukan oleh PT AKM, akan berdampak pada lahirnya inisiatif di beberapa wilayah untuk melakukan kegiatan yang sama secara melawan hukum,” jelasnya.

Ia berharap, Komnas HAM Perwakilan Sulteng bisa melakukan pengawalan terhadap penegakan hukum kasus PETI di Sulteng, termasuk penegakan hukum terhadap PT. AKM di Keluarahan Poboya, Kota Palu.

Lebih lanjut ia mengatakan, Kapolda saat ini menjadi ambigu dan tidak tegas karena terdapat seniornya yang masuk dalam jajaran komisaris di PT AKM.

Berdasarkan investigasi JATAM Sulteng, laporan terhadap dugaan pertambangan ilegal oleh PT AKM yang sudah masuk tahapan penyelidikan oleh Polda Sulteng.

“Ada indikasi ingin diberhentikan penyelidikannya. Informasi ini menampar kita sebagai pegiat lingkungan, pegiat HAM dan pegiat hukum. Bahwa hukum saat ini tidak lebih dari semacam alat sandera menyandera kepentingan,” ungkapnya.