PALU – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan gabungan komisi di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) bersama sejumlah pihak terkait, salah satunya mengungkap dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam praktik pertambangan tanpa izin (peti).

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, Taufik, kepada media ini, Rabu (26/01), mengatakan, pihaknya memang sudah sering mendapatkan informasi mengenai keterlibatan oknum aparat dalam peti. Bahkan, kata dia, hal itu sudah menjadi rahasia umum.

Ia mengatakan, keterlibatan oknum aparat kepolisian, menjadi salah satu penyebab mengapa praktik tambang ilegal sangat sulit dihentikan.

“Ketika ada oknum aparat kepolisian yang terlibat, maka penindakan tidak akan sampai pada pemodal kegiatan tambang ilegal. Maksimal hanya sampai pada  mereka yang bekerja di lapangan. Karena dengan adanya aparat, maka pemodal-pemodal ini justru dilindungi. Itulah yang menyulitkan penindakan PETI sampai tuntas, karena pemodalnya tidak bisa disentuh hukum,” ujarnya.

Hal senada juga dikatakan Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Sulteng, Deddy Askari.

“Dengan keterlibatan oknum aparat, maka tidak heran kalau praktik-praktik haram itu menjadi berlarut-larut dalam penindakannya. Seandainya polisi secara institusi merasa tidak pernah terlibat, maka lakukan tindakan segera,” ujarnya.

Di bagian lain, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulteng, Sofyan Farid Lembah mengatakan, isu keterlibatan aparat kepolisian dalam praktik tambang ilegal, memang sudah menjadi rahasia umum.

Olehnya, kata dia, sejak tahun lalu, Ombudsman sudah menawarkan bentuk pengawasan bersama atau joint monitoring yang di dalamnya banyak stakeholders terlibat, termasuk dari Kepolisian lewat Irwasda dan NGO.

“Sayangnya sejak Irwasda pindah tugas ke Sulsel, konsep ini tidak berjalan lagi,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulteng, Sofyan Farid Lembah.

Padahal, kata dia, lewat joint monitoring ini, pihak kepolisian secara internal bisa melakukan pengawasan terhadap anggotanya.

“Misalkan di PETI Kayubuko, ada oknum kepolisian yang beraktivitas di sana. Nah tentu pihak Irwasda bisa memanggil oknum tersebut, manakala ada masyarakat yang mempertanyakan. Apakah oknum tersebut sedang menjalankan tugas atau tidak, yang dibuktikan lewat surat tugas misalkan,” terangnya.

Wajar, kata dia, ada dugaan seolah ada oknum yang mem-backing tambang ilegal.

Pada RDP kemarin, Anggota Komisi III DPRD Sulteng, Muhaimin Yunus Hadi, mengatakan, pihaknya mendapatkan laporan bahwa ada oknum polisi yang terlibat, termasuk pada aktivitas tambang di wilayah Kabupaten Tolitoli, tepatnya di Dusun Ogotaring, Desa Oyom, Kecamatan Lampasio.

“Kami prihatin dengan keterlibatan oknum-oknum ini,” ujarnya.

Politisi PAN itu meminta agar jajaran penegak hukum bersikap tegas menghadapi persoalan pertambangan Ilegal di Sulteng, apalagi pertambangan yang hanya dikuasai oleh pemodal yang tidak memberi asas manfaat bagi masyarakat sekitar serta tidak berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dalam RDP tersebut, Wakapolda Sulteng, Brigjen Hery Santoso, mengakui, pihaknya menjadi pihak yang paling sering disasar pertanyaan seputar penegakan hukum di kawasan pertambangan Ilegal, baik di Dongi-Dongi, Parigi Moutong, Donggala hingga yang ada di Dusun Ogotaring.

Sejauh ini, lanjut dia, pihaknya juga sudah memetakan pelaku-pelaku illegal mining. Namun, kata dia, jika dilakukan penertiban secara fisik, maka pasti akan terjadi benturan.

“Ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan, ada sosialisasi terlebih dahulu. Setelah pertemuan ini kami mengusulkan agar membentuk tim bersama untuk menempuh langkah preventif,” ujarnya. (RIFAY)