PALU – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng), menlai adanya tantangan serius yang akan dihadapi pemerintahan baru Gubernur Sulteng, Anwar Hafid bersama wakilnya, Reny A Lamadjido.
Tantangan yang dimaksud khususnya masalah pada sektor industri ekstraktif pertambangan.
Sehari sebelumnya, Gubernur Sulteng Anwar Hafid telah berjanji akan menangani permasalahan di sektor pertambangan dengan membentuk satuan tugas (satgas) khusus yang akan mengawasi langsung aktivitas pertambangan dan memastikan tidak ada eksploitasi yang merugikan masyarakat.
“Kegiatan pertambangan di pesisir Palu-Donggala, menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan segera, karena dampak yang ditimbulkan kegiatan pertambangan ini cukup serius,” ungkap Koordinator Jatam Sulteng, Moh. Taufik, Selasa (04/03).
Menurut Taufik, dampak yang dimaksud bukan hanya pada warga sekitar tambang yang terdampak penyakit ISPA dan bencana banjir serta tanah longsor, namun dampaknya juga menyasar masyarakat Kota Palu dan sekitarnya.
Taufik menambahkan, pertambangan pasir dan batuan di sepanjang pesisir Palu-Donggala perlu dievaluasi secara serius.
Kata dia, sangat penting pemerintah provinsi di bawah kepemimpinan Anwar Hafid dan Reny Lamadjido memberikan tindakan tegas sampai dengan pencabutan izin tambang jika perusahaan-perusahaan yang beraktivitas bertentangan dengan peruntukkan ruang di lokasi tambang tersebut.
“Apalagi beberapa hari sebelum dilantik, kejadian longsor terjadi di salah satu Lokasi tambang yang di wilayah pesisir Donggala. Ini menjadi salah satu contoh kenapa pemerintah Anwar Hafid dan Reny Lamadjido harus punya ketegasan terhadap kegiatan pertambangan pasir dan batuan di sepanjang pesisir Palu-Donggala,” tegas Taufik.
Taufik juga menyinggung potensi konflik dan kerusakan yang akan ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan di wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep).
Di wilayah tersebut, kata Taufik, telah ada rencana penambangan batuan gamping.
Jatam Sulteng pun memberikan catatan serius agar pemerintahan Anwar-Reny meninjau kembali izin-izin tambang batuan gamping yang berstatus pencadangan untuk dicabut.
“Kenapa hal ini perlu dilakukan, Jatam mencatat kawasan Kabupaten Banggai Kepulauan 97 persen adalah kawasan karst yang fungsi ekologinya sangat terganggu jika ditambang,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, Kabupaten Bangkep merupakan wilayah konservasi laut dan zona ekonomi eksklusif yang sudah ditetapkan oleh kementerian terkait sebagaimana peruntukkan fungsinya.
Hal-hal tersebut harus menjadi pertimbangan serius untuk mencabut seluruh izin pencadangan tambang batuan gamping yang ada di banggai kepulauan.
Ia berharap, Pemprov Sulteng bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tengah, untuk meninjau kembali kegiatan pertambangan nikel yang ada di Sulawesi Tengah.
Tak sampai di sini, Jatam juga menyentil aktivitas pertambangan nikel di beberapa daerah yang dinilai telah memberikan dampak serius bagi warga setempat, berupa tercemarnya sumber air, tercemarinya lahan-lahan pertanian akibat lumpur tambang nikel.
“Bahkan kegiatan pertambangan nikel ini juga memberikan kerusakan serius di wilayah- wilayah pesisir berupa hilangnya mata pencarian warga setempat,” ungkapnya.
Ia berharap, di masa pemerintahan Anwar-Reny agar merekomendasikan Kementerian ESDM untuk melakukan evaluasi seluruh kegiatan pertambangan nikel yang telah menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat.
“Evaluasi ini harus dikerjakan segera untuk mencegah konflik dan kerusakan lingkungan yang semakin parah di Sulawesi Tengah,” katanya.
Tak hanya itu, bagi Jatam, pekerjaan rumah lainnya yang penting diselesaikan dalam 5 tahun ke depan adalah mendorong penegakan hukum yang serius untuk kegiatan pertambangan tanpa izin yang semakin massif di wilayah Kota Palu, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Buol dan Kabupaten Donggala.
“Ini menjadi penting untuk segera diselesaikan demi menyelamatkan kerugian negara dari segelintir orang yang mengambil keuntungan dengan cara merusak lingkungan secara massif tanpa mau bertanggung jawab. Jika ini tidak dikerjakan segera, maka yang terjadi adalah kebangkrutan ekologi dan konflik yang terus berlangsung tanpa henti,” tutupnya. */RIFAY