PALU – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) meminta kepada aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian agar transparan kepada publik terkait proses hukum dua Warga Negara Asing (WNA) asal China yang terlibat aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di Dusun Vatutela, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikore, Kota Palu, 20 Mei lalu.

Koordinator JATAM Sulteng, Moh Taufik, Selasa (02/07), mengatakan, proses penegakan hukum pertambangan ilegal yang dilakukan Polda Sulteng, seharusnya bukan hanya sebatas konferensi pers di hadapan media massa.

Kata dia, jika dilihat saat konferensi pers Mei lalu, maka proses penanganan kasus itu sudah masuk dalam tahap penetapan tersangka. Artinya, kata dia, sudah ada yang ditersangkakan dari kegiatan ilegal.

“Tapi kita tidak mau proses penegakan itu hanya sampai pada mengumumkan siapa yang melakukan, tapi penting juga Polda melakukan penyampaian ke publik sudah sejauhmana proses hukum yang dilakukan, misalnya sudah sampai pada tahap pelimpahan ke kejaksaan atau seperti apa,” kata Taufik.

Menurutnya, hal itu perlu dilakukan oleh pihak kepolisian agar tidak ada kecurigaan publik bahwa kasus ini didiamkan oleh penegak hukum.

“Begitupun di kejaksaan, jika berkasnya sudah P21 atau siap untuk disidangkan, maka harus ada juga penyampaian ke publik bahwa prosesnya sudah sejauh itu. Sehingga memang proses penanganan kegiatan pertambangan ilegal itu tidak terkesan didiamkan dan tidak menimbulkan kecurigaan publik bahwa ada institusi tertentu yang berpotensi dalam tanda kutip dimainkan,” katanya.

Nantinya, lanjut dia, jika prosesnya sudah di kejaksaan, maka kejaksaan juga harus berani mengumumkan sampai dimana perkembangannya. Demikian juga nantinya di pengadilan, publik harus tahu proses itu sampai di tahap putusan.

“Kalau proses-proses itu tidak diketahui oleh publik, maka kita akan bertanya, ini ada apa,” ujarnya.

Kembali di proses penyidikan, dia juga mengingatkan pihak kepolisian untuk tetap mengusut pihak-pihak terkait lainnya yang terlibat pada aktivitas PETI, bukan hanya sekadar memproses dua pekerjanya saja.

Sebab, kata dia, jika dilihat dari kegiatan tambang ilegal selama ini, tidak mungkin hanya ada dua orangyang terlibat, pasti ada orang-orang lokal di Sulawesi Tengah yang memfasilitasi dan memobilisasi alat berat dan sebagainya, termasuk pihak-pihak yang menunjukkan di mana lokasi pertambangan itu.

“Jadi memang sebenarnya desakan kita adalah proses penegakan hukum ini tidak hanya berhenti pada dua orang itu, tapi menyasar siapa semua pihak yang terkait, termasuk yang memodali, sehingga kegiatan pertambangan ilegal di Sulawesi Tengah bisa terungkap dengan jelas,” tandasnya. (RIFAY)