Jaringan Internet Jadi Isu Krusial Pembentukan Badan Adhoc

oleh -
Anggota KPU Sulteng, Dr Sahran Raden (tengah) saat menjadi pemateri rakor pembentukan bada adhoc, di Kabupaten Morowali, Senin (24/10). (FOTO: HUMAS KPU SULTENG)

MOROWALI – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjadwalkan pembentukan badan adhoc yang akan bertugas pada tahapan Pemilu dan Pemilihan tahun 2024 mendatang.

Badan adhoc yang dimaksud adalah Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).

Sesuai jadwal yang telah ditetapkan, pembentukan PPK akan dimulai pada tanggal 15 November 2022-1 Januari 2023. PPK yang telah terbentuk akan bertugas mulai dari 2 Januari 2023-1 April 2024.

Sementara itu, pembentukan PPS akan berlangsung mulai 1 Desember 2022-15 Januari 2023 dengan masa kerja dari 16 Januari 2023 hingga 1 April 2024.

Untuk sistem informasi, pembentukan PPK, PPS dan KPPS menggunakan SIAKBA sebagai alat bantu untuk pendaftaran dan pendataan.

Dalam rangka pembentukan badan adhoc tersebut, maka KPU Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) telah melakukan rapat koordinasi bersama KPU kabupaten/kota, di Kabupaten Morowali, Senin (24/10).

Hadir sebagai narasumber Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Sulteng, Dr Sahran Raden.

Sahran membawakan materi tentang Kebijakan dan Regulasi Pembentukan Badan Adhoc Pemilu 2024.

Pada kesempatan itu, Sahran mengungkap beberapa isu krusial di tahap seleksi badan adhoc, di antaranya tidak adanya ketersediaan jaringan internet yang menyulitkan pelamar untuk mendaftar melalui SIAKBA.

“Selain itu juga rendahnya pengetahuan calon pelamar dalam menggunakan aplikasi SIAKBA yang berbasis teknologi informasi,” ungkap Sahran.

Isu krusial lainnya adalah ketersediaan masyarakat yang mendaftar sehingga mengakibatkan jumlah pendaftar kurang dari yang dibutuhkan.

Selanjutnya, syarat pendidikan yang sulit dipenuhi bagi daerah terisolir dan keterlibatan lembaga pendidikan/lembaga profesi dalam proses rekrutmen.

“Keterlibatan lembaga pendidikan atau profesi ini menyulitkan KPU dan membutuhkan waktu yang lebih lama serta mengurangi prinsip kemandirian KPU dalam rekrutmen,” ungkapnya.

Isu lainnya, lanjut dia, adalah persyaratan terkait ikatan perkawinan dengan sesama penyelenggara pemilu yang multitafsir.

“Rekrutmen sekretaris PPK dari unsur ASN yang ditetapkan oleh SK Bupati atau Wali Kota juga menyulitkan KPU dalam pelaksanaan tahapan.

Ia juga menyampaikan sejumlah tantangan yang akan dihadapi badan adhoc nanti.

“Beberapa tantangan tersebut adalah mulai dari penyusunan daftar pemilih, kampanye pemilu dan pemungutan suara. Di mana nantinya akan ada lima surat suara yang akan dicoblos. Tantangan yang ditemui nanti adalah kerumitan dalam memilih atau disparitas surat suara yang tidak sah,” ungkap Sahran.

Tantangan lainnya, lanjut dia, adalah distribusi logistik pemilu. Hal ini berkaitan dengan kondisi medan pendistribusian logistik tersebut, serta hal lainnya.

Tak sampai disitu, Sahran juga membeberkan beberapa permasalahan yang biasanya akan dialami oleh badan adhoc, salah satunya adalah pelanggaran kode etik.

“Ini bisa terjadi apabila badan adhoc tidak netral, tidak bekerja secara professional. Sementara itu, penanganan dugaan pelanggaran kode etik badan adhoc yang selama ini dilakukan cukup panjang juga bisa menimbulkan ketidakpastian,” tandasnya. (RIFAY)