Pesta demokrasi kita maknai sebagai sebagai ladang ibadah dalam menegakkan kejujuran. Karena itu tidak boleh ada upaya untuk melakukan kecurangan dalam bentuk apa pun. Pilkada yang curang sudah tentu melahirkan pemimpin yang ujung-ujungnya akan menyalahgunakan jabatan dan kedudukan.

Sejumlah kasus hukum yang menimpa para pejabat saat ini karena dalam proses menggapai amanah dilalui dengan tidak jujur. Padahal perbuatan yang demikian mendapat ancaman keras dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti yang ternukil dalam haditsnya: “Tidaklah seorang hamba yang Allah berikan kepemimpinan atas orang lain, lalu ia mati dalam keadaan berbuat curang terhadap orang-orang yang dipimpinnya, melainkan Allah akan mengharamkan atasnya surga” (HR Muslim)

Oleh karena itu, kita harus senantiasa menjunjung tinggi kejujuran karena sesungguhnya orang yang menjunjung tinggi kejujuran adalah orang yang menjunjung tinggi keadilan. Jika kita membiasakan hidup sehari-hari dengan berlaku jujur, InsyaAllah hidup kita akan jauh dari kegelisahan.

Kita harus menanamkan dalam diri pentingnya berperilaku jujur dan memikirkan akibat dari berbohong. Salah satu akibat dari berbohong adalah hilangnya kepercayaan orang lain terhadap diri kita.

Rasulullah SAW bersabda, “Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke syurga. Hendaknya seseorang itu selalu berkata benar dan berusaha agar selalu tetap benar, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang shiddiq (amat benar). Dan berhati-hatilah dari dusta, karena dusta akan menuntun kita berbuat curang, dan kecurangan itu menuntun ke neraka. Seseorang yang selalu berlaku curang akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR Bukhari Muslim).

Dusta dan curang adalah perbuatan tercela dalam Islam. Orang yang melakukannya akan mendapatkan madharat yang besar di dunia dan akhirat. Rasulullah SAW, setelah menganjurkan berkata jujur, mengingatkan kita agar menjauhi perbuatan dusta dan curang, “Jauhi oleh kalian perbuatan dusta, karena dusta akan membawa kepada dosa, dan dosa membawamu ke neraka. Biasakanlah berkata jujur, karena jujur akan membawamu pada kebaikan dan syurga.”

Ada sebuah kisah berkait dengan hadis ini. Suatu hari Rasulullah SAW berjalan di sebuah pasar hingga beliau melewati seonggok gandum yang hendak dijual. Rasul kemudian memasukkan tangannya ke dalam gandum itu. Saat itulah jari-jarinya menyentuh sesuatu yang basah. “Apa ini wahai pemilik gandum,” tanya Rasulullah kepada si penjual gandum. “Ya Rasulullah gandum ini basah karena terkena hujan,” jawab si pedagang.

Kemudian Rasulullah bertanya kembali, “Kenapa engkau tidak menampakkan yang basah itu agar orang-orang bisa melihatnya”.

Kemudian beliau mengatakan, “Barangsiapa yang menipu (berlaku curang), maka sesungguhnya dia bukanlah pengikut kami.”

Apa yang disabdakan Rasulullah SAW hendaknya menjadi renungan kita. Bukan saja karena bahayanya, tapi karena kita berada dalam kondisi, di mana dusta dan kecurangan tengah begitu merajalela.

Curang dan dusta tidak lagi monopoli orang pasar, dalam bentuk pengurangan timbangan, menimbun, membagus-baguskan barang yang kualitasnya jelek, tapi juga telah menyentuh aspek hukum, politik, bahkan pendidikan.

Penyakit dusta dan curang yang tidak segera disembuhkan, lambat laun akan mendatangkan bencana bagi masyarakat. Hilangnya rasa saling percaya di masyarakat. Pembeli tidak akan percaya lagi pada penjual, rakyat tidak percaya lagi pada pemerintah, murid tidak percaya lagi pada guru. Ketidakpercayaan tersebut lambat laun akan melahirkan rasa saling curiga.

Bila hal ini terjadi, maka akibat kedua akan segera muncul, yaitu putusnya tali silaturahmi dan memudarnya kasih sayang di antara sesama. Kedua hal ini, adalah pertanda bahwa kebinasaan akan segera datang. Wallahua’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)