Terpetik sebuah kisah, seorang pemburu berangkat ke hutan dengan membawa busur dan tombak. Dalam hatinya dia berkhayal mau membawa hasil buruan yang paling besar, yaitu seekor rusa.
Cara berburunya pun tidak pakai anjing pelacak atau jaring penjerat, tetapi menunggu di balik sebatang pohon yang memang sering dilalui oleh binatang-binatang buruan.
Tidak lama ia menunggu, seekor kelelawar besar kesiangan terbang hinggap di atas pohon kecil tepat di depan si pemburu. Dengan ayunan parang atau pukulan gagang tombaknya, kelelawar itu pasti bisa diperolehnya. Tetapi si pemburu berpikir, “Untuk apa merepotkan diri dengan seekor kelelawar? Apakah artinya dia dibanding dengan seekor rusa besar yang saya incar?”
Tidak lama berselang, seekor kancil lewat. Kancil itu sempat berhenti di depannya bahkan menjilat-jilat ujung tombaknya tetapi ia berpikir, “Ah, hanya seekor kancil, nanti malah tidak ada yang makan, sia-sia.”
Agak lama si pemburu menunggu. Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki binatang mendekat, si pemburupun mulai siaga penuh, tetapi ternyata, ah…kijang. Ia pun membiarkannya berlalu.
Lama sudah ia menunggu, namun dalam penantian panjang rupanya tidak ada rusa yang lewat, sehingga ia tertidur.
Baru setelah hari sudah sore, rusa yang ditunggu lewat. Rusa itu sempat berhenti di depan pemburu, tetapi ia sedang tertidur. Ketika rusa itu hampir menginjaknya, ia kaget. Spontan ia berteriak, rusa!” sehingga rusanya pun kaget dan lari terbirit-birit sebelum si pemburu menombaknya. Alhasil ia pulang tanpa membawa apa-apa.
Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Ia berpikir yang tinggi-tinggi dan bicaranya pun terkadang sulit dipahami.
Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya ia memperoleh sesuatu yang berharga. Tidak jarang orang orang seperti itu menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa.
Demikian juga dengan seseorang misalnya -yang mengidamkan pasangan hidup, yang mengharapkan seorang gadis cantik atau perjaka tampan yang alim, baik, pintar dan sempurna lahir dan batin- tapi harus puas dengan tidak menemukan siapa-siapa.
Berharap terlalu banyak, melelahkan. Merasa kecewa tentu bukan hal yang diinginkan seseorang. Jika harus memilih, lebih baik merasa puas dan bangga diri, tenang karena semua ekspektasimu terpenuhi.
Namun kita tak selalu bisa menghindari rasa kecewa. Ada saja saatnya di mana keinginan gagal terpenuhi, mimpi tak tercapai, dan ekspektasimu akhirnya runtuh karena dipasang terlalu tinggi.
Kemuliaan bukan terdapat pada bertambahnya rezeki. Kemuliaan itu terletak pada sejauh mana ia mampu memanfaatkan sebaik-baiknya dalam pendayagunaan rezeki itu, ujar Syekh Sya’rawi.
Minimnya rezeki yang diperoleh bukan berarti seseorang rendah dan hina.
Maka, tenanglah wahai mereka kaum miskin dhuafa. Allah tak akan menelantarkan hamba-Nya tanpa rezeki sedikit pun. Dan, bersikaplah hati-hati bagi mereka yang berkecukupan dan lebih rezekinya. Apa yang mereka peroleh adalah ajang ujian untuk mereka, tuturnya mengingatkan.
Simaklah surah al-Fajr (89): 14-15. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku.” Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.” Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)